Site icon Jernih.co

Patrick Kluivert Dipecat, Ini Dia 4 Dosanya

Patrick Kluivert datang dengan nama besar, tetapi pergi dengan reputasi tercoreng. Kegagalan di lapangan, sikap yang dianggap arogan, serta kurangnya hasil nyata membuat masyarakat marah dan kecewa.

JERNIH –  Keputusan PSSI pada 16 Oktober 2025 untuk memutus kerja sama dengan Patrick Kluivert menandai akhir dari babak singkat kepelatihan eks bintang Barcelona itu di Tim Nasional Indonesia. Dalam pernyataan resminya, PSSI menyebut bahwa pengakhiran kontrak dilakukan secara mutual termination atau kesepakatan bersama, dengan pertimbangan “dinamika internal dan arah strategis pembinaan tim nasional ke depan.” Namun, di balik kalimat diplomatis itu, publik tahu: pemecatan ini adalah konsekuensi dari akumulasi kekecewaan.

Gagal Penuhi Harapan Besar

Patrick Kluivert datang ke Indonesia pada Januari 2025, menggantikan Shin Tae Yong yang sebelumnya berhasil mengangkat performa Garuda di level Asia. Kluivert datang dengan reputasi besar—mantan penyerang legendaris Belanda, eks direktur akademi Barcelona, dan pernah melatih tim nasional Curaçao serta klub Turki Adana Demirspor.

Harapan publik saat itu jelas: Kluivert diharapkan membawa pendekatan Eropa modern, taktik progresif, dan kedisiplinan tinggi.

Namun kenyataannya jauh dari ekspektasi. Di bawah asuhannya, performa Timnas Indonesia justru menurun drastis. Tim gagal total di kualifikasi Piala Dunia 2026, bahkan tidak mampu menembus babak ketiga zona Asia. Gaya permainan yang tidak jelas, pergantian formasi yang membingungkan, hingga komunikasi yang buruk dengan pemain lokal menjadi sorotan keras para pengamat dan suporter.

“Dosa-Dosa” Kluivert di Mata Publik

Kegagalan di lapangan hanyalah satu sisi dari cerita. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai kontroversi juga mengiringi masa kepemimpinannya—dan inilah yang disebut banyak pihak sebagai “dosa-dosa” Kluivert di mata masyarakat sepak bola Indonesia.

Minim Adaptasi dan Arogansi Eropa

Kluivert kerap dianggap tidak mampu menyesuaikan diri dengan kultur sepak bola Indonesia. Ia jarang berinteraksi dengan pemain lokal di luar sesi latihan dan beberapa kali mengeluhkan fasilitas yang menurutnya “tidak standar Eropa.” Sikap ini membuatnya dinilai arogan dan tidak membumi.

Konflik dengan Pemain dan Staf Lokal

Beberapa laporan menyebut adanya ketegangan dengan asisten pelatih lokal serta beberapa pemain senior. Ketika performa tim menurun, Kluivert kerap menyalahkan faktor kedisiplinan pemain—tanpa refleksi terhadap taktiknya sendiri.

Eksperimen Taktik Tanpa Arah

Di ajang resmi, Timnas sering tampil tanpa identitas permainan yang jelas. Kluivert mengubah sistem formasi hampir di setiap pertandingan, mulai dari 4-3-3, 3-5-2, hingga 4-2-4. Akibatnya, pemain kehilangan kepercayaan diri dan chemistry tim tidak terbentuk.

Keterlibatan Minim dalam Pembinaan Usia Muda

Salah satu target kontraknya adalah memperkuat struktur pembinaan usia muda, tetapi hingga bulan Oktober tidak ada program signifikan yang berjalan. Hal ini membuat publik menilai Kluivert hanya fokus pada tim senior dan mengabaikan visi jangka panjang PSSI.

Kluivert menandatangani kontrak dua tahun bersama PSSI sejak Januari 2025. Dengan pemecatan di bulan Oktober 2025, kontrak itu baru berjalan sembilan bulan. Secara hukum, ia berhak atas kompensasi.

Jika merujuk pada kasus sebelumnya di klub Adana Demirspor, Kluivert menerima kompensasi sekitar 150 ribu euro (Rp2,9 miliar) ditambah remunerasi 142.666 euro (Rp2,74 miliar). (*)

BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Pelatih Baru Kesebelasan Indonesia  Patrick Kluivert

Exit mobile version