Site icon Jernih.co

Sikap Anti-Israel di Inggris Naik 365 Persen Pasca-Kekejaman Israel di Gaza

Pengunjuk rasa pro-Palestina memegang spanduk, saat mereka berdemonstrasi di luar Downing Street di London, Inggris, 12 Juni 2021. (kredit foto: REUTERS/HENRY NICHOLLS)

Plakat yang membandingkan Israel dengan Nazi Jerman adalah hal biasa pada demonstrasi pro-Palestina di seluruh negeri, sesuatu yang dengan licik oleh Aliansi Peringatan Holocaust Internasional (International Holocaust Remembrance Alliance) didefinisikan sebagai “antisemit”.

JERNIH—Kalangan pro-Israel mencatat bahwa masyarakat Inggris mengalami apa yang mereka sebut “wabah antisemitisme” (untuk sikap anti-kekejian Israel) terburuk dalam periode satu bulan, dari Mei hingga Juni tahun ini,  sejak pencatatan dimulai pada 1984. Sikap itu seiring kekejian Israel dalam konflik antara Israel dengan Hamas di Gaza, beberapa waktu lalu.

Menurut laporan terbaru Community Security Trust (CST), sebuah organisasi yang melacak sikap anti-Israel di Inggris, total 628 insiden kebencian anti-Israel terjadi antara 8 Mei dan 7 Juni, lebih dari empat kali jumlah insiden yang terjadi selama periode yang sama di 2020.

Peningkatan persentase yang sebenarnya dari bulan sebelum konflik hingga periode 8 Mei–7 Juni adalah 365 persen, yang tercatat luar biasa.

Kepala Eksekutif CST, Mark Gardner, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi Inggris menderita kampanye kebencian rasis, pelecehan dan intimidasi, dan mengklaim bahwa juru kampanye anti-rasisme mengabaikan atau bahkan memaafkan kebencian anti-Israel.

Selama periode waktu yang dipilih, pembicara pada demonstrasi pro-Palestina berbicara tentang kontrol media oleh Yahudi sementara doa dan slogan anti-Israel dibacakan pada demonstrasi, dan Israel menjadi sosok keji, biadab dan barbar laiknya Nazi Jerman.

Seorang rabi disebut-sebut telah diserang hingga dirawat di rumah sakit di London, serta seorang wanita Yahudi yang berkendara bersama putranya, ditabrak lari di kawasan Hendon, yang memiliki populasi Yahudi yang besar.

Dan dalam insiden lainnya, disebut-sebut berlangsung konvoi mobil melalui Manchester dan London, mengibarkan bendera Palestina dan menyatakan di pengeras suara soala kekejian Israel. Namun seruan itu juga sempat mengatakan, “F**k the Jews! F**k Israel!”

Dari total 628 insiden pada periode tersebut, 585 melibatkan bahasa, citra atau perilaku yang terkait dengan konflik di Israel dan Gaza, dan 112 insiden adalah individu yang menargetkan orang-orang Yahudi secara acak atau lingkungan Yahudi dengan teriakan “Bebaskan Palestina!”

CST juga mencatat 154 insiden anti-Israel yang terjadi di sekolah dan universitas, jumlah insiden yang hampir sama dengan sepanjang tahun 2019, tahun terakhir sekolah dan universitas dibuka sepenuhnya. Dari 61 insiden yang terjadi di universitas, delapan termasuk ancaman, konon dua di antaranya ancaman pembunuhan terhadap mahasiswa Yahudi.

Dalam satu insiden, seorang siswa di sebuah sekolah umum di barat laut Inggris mengedarkan petisi tentang Israel dan Palestina dan mengatakan kepada siswa lain “Yahudi membunuh Muslim” dan “Yahudi itu jahat.”

Dalam kasus lain disebutkan, seorang murid sekolah menengah Yahudi disebut “c*nt” dan diberi tahu untuk “kembali ke kamp konsentrasi”, serta ditanya “Mengapa Jerman tidak lebih banyak menggas Kalian?”

Dan dalam insiden lain, sekelompok siswi Yahudi sedang menuju rumah dengan bus di barat laut London, ketika seorang siswi non-Yahudi dari sekolah yang berbeda naik ke bus dan mulai berteriak ke arah kelompok itu, “Bebaskan Palestina dan “F*ck Israel” dan “Yahudi bodoh.”

Demonstrasi pro-Palestina juga menjadi tempat terjadinya berbagai insiden anti-Israel.

Pada rapat umum di Manchester, seorang pembicara menuduh Yahudi mengontrol media ketika dia mengklaim bahwa “13 eksekutif utama yang menyetujui konten yang dirilis oleh BBC sebenarnya adalah orang Yahudi. Jadi ini berarti informasi yang dikeluarkan oleh media arus utama akan bias.”

Seorang pembicara pada demonstrasi di Bradford membacakan doa anti-Yahudi secara eksplisit dalam bahasa Arab yang menggambarkan orang-orang Yahudi dan Muslim sebagai musuh, dengan mengatakan: “Tuhan, sucikan al-Aqsa dari orang-orang yang tidak suci! Tuhan, buatlah gempa bumi di bawah kaki mereka! Tuhan, angkat kutukan orang-orang Yahudi dari Muslim di Palestina! Ya Tuhan, dukung pemuda Muslim untuk melindungi al-Aqsha! Tuhan, dukung mereka dengan tentaramu! Tuhan, kami meminta Anda untuk membuat orang-orang Yahudi hancur lumat!”

Plakat yang membandingkan Israel dengan Nazi Jerman adalah hal biasa pada demonstrasi pro-Palestina di seluruh negeri, sesuatu yang dengan licik oleh Aliansi Peringatan Holocaust Internasional didefinisikan sebagai “antisemit”.

Dan di beberapa aksi unjuk rasa, nyanyian “Khaybar, Khaybar ya yahud, ina jaish Muhammad Sauf Ya’ud“, yang berarti “Khaybar Khaybar oh Yahudi, tentara Muhammad kembali,” referensi untuk pertempuran yang disebutkan dalam Alquran antara Muslim dan Yahudi di mana orang-orang Yahudi dikalahkan.

CST mengatakan nyanyian itu “merupakan ancaman bahwa umat Islam akan sekali lagi membunuh orang Yahudi di hari ini atau dalam waktu dekat” dan menyanyikannya di demonstrasi anti-Israel menunjukkan niat buruk, “mengingat bahwa pertempuran sejarah telah lama ada sebelum Zionisme dan keberadaan Negara Israel dan nyanyian itu secara khusus ditujukan pada “Yahudi.”

Nyanyian itu terdengar pada rapat umum besar-besaran di London yang dihadiri oleh sekitar 150.000 orang di mana bendera Israel juga dibakar, serta berbagai demonstrasi pro-Palestina lainnya.

Laporan CST mencatat bahwa identitas pelaku insiden anti-Israel selama periode Mei hingga Juni sangat berbeda dari para pelaku pada tahun kalender 2020. Pada tahun 2020, 63 persen serangan anti-Israel di mana identitas pelaku dijelaskan dilakukan oleh orang-orang yang digambarkan sebagai “Putih – Eropa Utara;,” 17 persen oleh pelaku “Hitam”, 11 persen oleh orang Arab atau Afrika Utara, dan 6 persen oleh orang Asia Selatan.”

Tetapi pada tanggal 8 Mei hingga 7 Juni, dalam 241 dari 628 insiden antisemit yang dilaporkan di mana identitas pelaku dijelaskan, 46 persen digambarkan sebagai orang Arab atau Afrika Utara; 22 persen sebagai Asia Selatan; 20 persen digambarkan sebagai kulit putih – Eropa Utara; dan 8 persen kulit hitam.

“Laporan CST merinci kebencian, pelecehan, dan intimidasi rasis yang diderita orang Yahudi Inggris selama periode sebulan,” kata Kepala Eksekutif CST Mark Gardner saat merilis laporan tersebut pekan lalu.

“Kemarahan anti-Yahudi ini dipicu oleh para ekstremis dan ditujukan kepada semua orang mulai dari anak sekolah hingga rabi, yang datang sebagai kekerasan dan intimidasi di sekolah, jalan, dan pusat perbelanjaan.” [The Jerusalem Post]

Exit mobile version