Klaim ini tentu sulit diketahui kebenarannya sebelum secara cermat Perjanjian Penyesuaian FIR dipelajari. Saat ini perjanjian tersebut belum dapat diakses oleh publik. Bila merujuk pada siaran pers Kemenko Marves dan berbagai pemberitaan di Singapura sepertinya kendali FIR belum berada di Indonesia.
JAKARTA – Indonesia resmi mengambil alih pelayanan ruang kendali udara atau flight information region (FIR) seluruh wilayah udara di Kepulauan Riau (Kepri) dan Kepulauan Natuna. Hal itu terlihat setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong menandatangani kesepakatan tersebut.
Namun kesepakatan itu, diragukan kebenaranya oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, sebagaimana dalam rilis yang diterima Jernih.Co di Jakarta, Rabu (26/1).
Menurut Hikmahanto, klaim Pemerintah Indonesia atas FIR sangat sulit diketahui kebenarannya, sebelum secara cermat erjanjian penyesuaian FIR dipelajari.
“Saat ini perjanjian tersebut belum dapat diakses oleh publik. Bila saatnya perjanjian ini hendak disahkan oleh DPR maka publik akan mendapat akses,” ujarnya.
Namun bila merujuk pada pernyataan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Invesatasi, dan berbagai pemberitaan di Singapura, sepertinya kendali FIR belum berada di Indonesia.
“Siaran Pers Kemenko Marves menyebutkan di ketinggian 0-37,000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura,” katanya.
“Ini yang oleh media Singapura disebut hal yang memungkinkan bagi Bandara Changi untuk tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Hikmahanto, beberapa media Singapura seperti channelnewsasia, menyebut pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun, dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua negara.
Oleh karena itu, dengan alasan tersebut, sepertinya Pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau.
“Apakah 25 tahun tidak terlalu lama? Lalu tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian,” kata dia.
FIR bertujuan untuk keselamatan penerbangan, namun pada kenyataannya Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR di atas Kepulauan Riau masih dikendalikan oleh Singapura.
Penggelolaan FIR atas ruang udara suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara lain, menunjukkan ketidakmampuan negara tersebut dalam pengelolaan FIR.
“Dimanakah kehormatan Indonesia sebagai negara besar bila tidak mampu mengelola FIR dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara,” ujar dia.