Beijing — Cina relatif telah pulih dari wabah Covid-19, dan kini mengeruk untung dari pandemi virus yang muncul dari wilayahnya.
Guan Xunze mendirikan pabrik masker awal Februari 2020 ketika wabah Covid-19 mencapai puncaknya. Ia menghasilkan masker N95 yang sangat dibutuhkan.
Kini, lima jalur produksinya di timur Cina sibuk memproduksi masker untuk kebutuhan seluruh dunia.
Seorang wanita usia 34 tahun, yang semula bekerja di bidang farmasi, kini membuat masker untuk ekspor ke Italia, Spanyol, dan negara-negara Eropa.
Baca Juga:
— Spanyol Kecewa, Alat Uji Covid-19 Buatan Cina tidak Bisa Diandalkan
— Covid-19: Cina Perkenalkan Kaca Mata Pendeteksi Suhu Tubuh
— Covid-19: AS Lampaui Cina dalam Jumlah Kasus, tapi Ini Baru Awal
“Mesin masker adalah pencetak uang sebenarnya,” kata Shi Xinghui, manajer penjualan sebuah perusahaan masker N95 di Dongguan, Propinsi Guangdong. “Keuntungan penjualan meningkat beberapa sen, dibanding tahun sebelumnya.”
Xinghui memproduksi 60 ribu sampai 70 ribu masker. “Itu setara dengan mencetak uang,” katanya.
Qi Guangfu berinvesetasi 50 juta yuan, atau Rp 112,1 miliar, untuk membuat mesin produsen masker. Sejak 25 Januari 2020, pabrik Guangfu di Dongguan terus berproduksi.
“Kami bekerja 24 jam untuk memenuhi pesanan, setidaknya sampai dua hari sebelum Wuhan dikunci,” katanya.
Setelah hampir seluruh daratan Cina terkunci, pabrik tutup. Guangfu harus menanggung biaya pemulihan, tapi itu tidak masalah.
“Kini kami memproduksi 70 set peralatan pembuat masker, dan terjual dengan harga 500 ribu yuan, atau Rp 1,1 miliar per set,” katanya.
Guangfu kini punya lebih dari 200 pesanan, dengan nilai 100 juta yuan, atau Rp 224,2 miliar.
Menurutnya, harga mesinnya sangat layak, karena kliennya mendapatkan pesanan yang terus membludak. “Mesin-mesin itu akan melunasi seluruh investasi dalam 15 hari,” katanya.
You Lixin belum pernah membuat mesin masker. Ketika permintaan melonjak, ia melihat peluang meraup untung besar dari pandemi Covid-19.
Hanya memutuskan terjun ke biskin pembuatan mesin masker otomatis. “Saya hanya tidur dua sampai empat jam dalam sehari, begitu juga klien saya,” katanya.
Klien Lixin adalah pemilik pabrik garmen di timur Propinsi Zhejiang, yang kini menjadi produsen masker.
“Mereka menghadapi pesanan yang jauh dari kapasitas, dan tidak bisa melakukan pengiriman,” kata Lixin.
Tingginya permintaan masker mendorong kenaikan harga bahan baku. Menurut Guangfu, haruga kain naik dari 10 ribu yuan menjadi 480 ribu yuan per ton.
Terlepas dari meningkatnya biaya produksi, akibat kenaikan bahan baku, keuntungan industri masker sangat menarik.
Angka resmi pemerintah Cina menyebutkan produksi masker per hari melampaui 116 juta, dan sebagian besar dikapalkan ke seluruh dunia.
Situs chinadailyhk.com memberitakan harga eceran masker N95 antara 15 sampai 20 yuan, atau Rp 35 ribu sampai Rp 45 ribu, di Shanghai.
Jumlah sebanyak itu dihasilkan oleh 8.950 produsen baru, yang — menurut platform data bisnis Tianyancha — tumbuh dalam bua bulan terakhir.
Guan mengatakan telah mengirim satu juta masker ke Italia. Shi mengaku memiliki 200 pesanan dari Korea Selatan dan negara-negara Uni Eropa.
“Dongguan tetap menjadi pabrik masker dunia,” kata Shi.
Menurut Shi, puncak pesanan pertama pada pertengahan Februari. Kini ada gelombang kedua pandemi.
Liao Biao, produsen masker dari Propinsi Hunan, sedang berusaha memasok kebutuhan Kanada dan Eropa. “Menurutnya, saat ini kami memiliki kelebihan untuk mendukung negara lain,” ujarnya.
Guan mengatakan produksi masker akan terus berjalan, kendati dunia telah bebas wabah Covid-19. Sebab, akan ada kebiasaan mengenakan masker di seluruh dunia. [Arab News/China Daily]