- Pemerintah Argentina membiarkan tim nasionalnya bertindak rasis sat merayakan kemenangan di final Copa America.
- Sikap itu menimbulkan dendam, yang dilampiaskan publik dan pemain Prancis di Olimpiade Paris 2024.
JERNIH — Olimpiade Paris 2024, Jumat 2 Agustus, kembali memperlihatkan sisi buruknya di lapangan sepak bola, ketika tuan rumah Prancis mengalahkan Argentina 1-0 untuk melaju ke semifinal.
Perkelahian antar-pemain dan staf tersaji di lapangan, berlanjut sampai ke lorong menuju ruang ganti, dan seolah tanpa upaya petugas keamanan melerai. Insiden itu dipicu dua hal; dendam dan rasisme.
Jean-Philippe Mateta menyambut umpan Michael Olise dengan sundulan ke tiang dekat. Gol itu mengantar Argentina ke semifinal untuk menghadapi Mesir.
Namun, bukan itu yang menarik dari laga Prancis-Argentina. Atmosfer Stadion Matmut Atlantique, Bordeaux, tegang sejak kedua tim memasuki lapangan.
Publik Prancis yang memadati stadion memberi sambutan tak bersahabat saat Argetina memasuki lapangan, sebagai aksi balas dendam atas perilaku rasis Tim Tango saat memenangkan Copa America.
Tidak ada rasa hormat ketika lagu kebangsaan Argentina dimainkan. Publik membuat kegaduhan luar biasa, dan terus melontarkan cemooh bertubi-tubi. Sepanjang laga, penonton Prancis menumpahkan semua ketidaksukaan mereka kepada Argentina.
Di lapangan, pemain kedua tim terpengaruh dengan suasana stadion. Enzo Meliot, pemain Prancis, diganjar kartu merah setelah ditarik ke luar lapangan, yang membuat pelatih Thierry Henry marah.
Argentina Rasis
Segalanya bermula dari Copa America. Setelah mengalahkan Kolombia 1-0 di final Copa America, 15 Juli lalu, timnas Argentina berpesta dengan menyanyikan lagu rasis untuk mengejek Kylian Mbappe dan semua pemain kulit hitam Prancis.
Enzo Fernandez, salah satu pemain Argentina yang memposting pesta itu di Instagram, meminta maaf, tapi tidak dengan pemain. Wakil Menteri Olaraga Argentina Julio Garro mengimbau Lionel Messi, sebagai kapten tim, meminta maaf.
Alih-alih mendapat tanggapan positif, Julio Garro justru dipecat dari semua jabatannya. Kantor kepresidenan Argentina mengatakan tidak ada yang berhak memberi tahu timnas Argentina, juara dunia dan juara dua Copa America dua kali, atau warga negara lain tentang apa yang harus dikomentari, dipikirkan, dan dilakukan. Itulah sebab Julio Garro harus berhenti.
Wakil Presiden Argentina Victoria Villarruel mengomentari permintaan maaf Fernandez dengan mengatakan; “Tidak ada negara kolonialis yang akan mengintimidasi kita karena sebuah lagu di lapangan atau karena mengatakan kebenaran yang tidak ingin mereka akui.”
Lagu rasis yang dinyanyikan timnas Argentina di Copa America itu ditulis seorang penggemar tahun 2002, saat Tim Tango menghadapi Prancis di final Piala Dunia. Lirik lagu itu bertutur tentang timnas Prancis yang berasal dari Angola dan tinggal bersama waria.
Lirik ini merujuk pada hubungan Kylian Mbappe dengan model waria bernama Ines Rau. Hubungan itu kandas akhir tahun lalu.
FIFA mengumumkan akan menyelidiki insiden itu, tapi belum ada hasil penyelidikan yang mengarah pada keharusan Argentina meminta maaf. Akibatnya, publik Prancis merasa perlu balas dendam saat tim nasional mereka menghadapi Argentina di Olimpiade Paris 2024.
Pemecatan Julio Garro dan komentar wakil presiden Argentina adalah bentuk nyata sikap tidak bersalah atas ungkapan rasis. Jika Argentina bisa melakukannya terhadap Prancis, mereka akan melakukan hal serupa kepada tim lain Eropa.