Dari kolam renang sekolah hingga podium tertinggi Asia Tenggara, Martina Ayu Pratiwi menaklukkan tiga medan—air, aspal, dan lintasan lari—serta menegaskan satu hal: Indonesia kini punya ratu baru di olahraga endurance.
WWW.JERNIH.CO – Nama Martina Ayu Pratiwi mendadak menggema di seantero negeri usai SEA Games 2025 Thailand. Atlet muda asal Magetan, Jawa Timur, ini bukan sekadar tampil gemilang—ia mendefinisikan ulang makna dominasi. Dengan koleksi tujuh medali dari tujuh nomor yang diikutinya, Martina dinobatkan sebagai atlet Indonesia paling sukses di edisi tersebut. Lima emas dan dua perak menjadi bukti sahih bahwa kejayaannya bukan kebetulan, melainkan puncak dari proses panjang dan terukur.
Catatan ini sekaligus membuat rekor atlet Indonesia pertama yang berhasil meriah 5 mendali emas dalam satu ajang Sea Games. Sebelumnya ada atlet renang I Gede Siman Sudartawa yang menyabet 4 emas pada Sea Games 2011 di Palembang. Juga tercatat Richard Sambera –masih di renang- yang rata-rata mendapatkan 3-4 medali emas pada setiap Sea Games.

Di Thailand, Martina menjelma tulang punggung kontingen Merah Putih. Lima medali emas diraihnya dari Triathlon Individual Putri—emas perorangan pertamanya—serta dari nomor-nomor estafet dan mixed relay di aquathlon dan duathlon.
Dua perak melengkapi raihan dari triathlon estafet putri dan campuran. Konsistensi di berbagai format lomba ini menunjukkan fleksibilitas taktik dan ketahanan fisik yang jarang dimiliki atlet seusianya. Lebih dari sekadar angka, medali-medali itu mengunci posisi Indonesia sebagai runner-up klasemen akhir dan melampaui target nasional.
Kesuksesan Martina berakar pada fondasi yang kuat. Ia memulai karier sebagai perenang saat menimba ilmu di SMA Negeri 1 Manyar, Gresik. Dari sanalah keunggulan strategisnya lahir. Dalam triathlon, transisi adalah segalanya—dan Martina hampir selalu menjadi yang tercepat keluar dari air. Keunggulan detik-detik awal ini memberinya ruang bernapas saat memasuki sesi sepeda dan lari, ruang yang ia ubah menjadi jarak dan kemenangan.
Namun bakat saja tak cukup. Di bawah naungan Federasi Triathlon Indonesia (FTI) dan klub Jasalindo Sport, Martina menempuh disiplin latihan berjam-jam setiap hari. Tiga disiplin—renang, sepeda, lari—diasah beriringan dengan ketahanan mental. Ia belajar membaca medan, cuaca, dan tekanan, terutama saat berlomba di hadapan suporter tuan rumah. Di titik inilah Martina tumbuh bukan hanya sebagai atlet, tetapi sebagai kompetitor matang.
Rekam jejaknya sebelum SEA Games sudah mengisyaratkan ledakan prestasi. Pada 2025, Martina menempati peringkat 112 dunia, peringkat 12 Asia, dan terbaik di Asia Tenggara untuk nomor triathlon. Ia menjuarai Asia Triathlon Cup Chennai (Elite Women), meraih perunggu di Asia Triathlon Cup Gamagori dari 58 atlet internasional, serta menyumbang dua emas untuk Jawa Timur di PON XXI Aceh–Sumut 2024. Jauh sebelumnya, ia telah mengoleksi medali dari berbagai kejuaraan renang daerah dan nasional, membangun fondasi yang kini menopang kejayaannya.
Dampaknya bagi Indonesia terasa nyata. Total emas nasional melesat hingga sekitar 91, melampaui target pemerintah. Lebih penting lagi, prestasi Martina mengirim pesan tegas ke Asia: Indonesia bukan lagi sekadar peserta, melainkan penantang serius di olahraga endurance. Seperti disampaikan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia, Erick Thohir, konsistensi menghadapi medan, cuaca, dan tekanan adalah kunci—dan Martina telah menunjukkannya.
Di usia 21 tahun, kisah Martina Ayu Pratiwi baru dimulai. Ia telah menaklukkan tiga medan dan satu panggung regional. Tantangan berikutnya menanti di level yang lebih tinggi, namun satu hal sudah pasti: Indonesia telah menemukan simbol baru ketangguhan—seorang ratu yang berlari, bersepeda, dan berenang menuju masa depan.(*)
BACA JUGA: Jejak Perjalanan Timnas Indonesia di Ajang Sea Games