Yang lebih membuat kami sport jantung adalah data saturasi oksigen Doni Monardo yang berada di angka 78. Sangat rendah, jauh dari angka normal yang di kisaran 95 – 100 persen.
Oleh : Egy Massadiah
JERNIH– Lebih membuat kami sport jantung adalah data saturasi oksigen Doni Monardo yang berada di angka 78. Sangat rendah, jauh dari angka normal yang di kisaran 95 – 100 persen. Meski begitu, Doni toh ngotot belum mau dirawat di rumah sakit. Bahkan, Santi Monardo sang istri, menyerah. Menurut Doni ia bisa bolak-balik ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan tetap isolasi mandiri di rumah.
Pikiran saya hanya satu: “Harus kita datangkan orang yang pasti didengar oleh Doni”. Saya pun segera menelepon Arief, anak mantu Doni. Saya minta Arief mengajak istrinya yang juga putri sulung Doni, Azzianti Riani Monardo yang tinggal di Cijantung mendatangi ayahnya yang terpapar Covid.
Anti, begitu kami biasa memanggil, adalah harapan terakhir kami untuk membawa Doni Monardo ke rumah sakit.
Lepas Isya, Anti datang bersama suaminya, Kapten (Inf) Mochammad Arief Wibisono. Pasangan ini telah dikaruniai dua anak: Arfazza Wimeka Wibisono lahir pada 3 Juni 2018 dan Azzahra Rania Wibisono yang lahir 17 Juli 2020. Semua orang dekatnya tahu, Doni sangat dekat dengan cucunya.
Anak dan menantu malam itu datang dan langsung menebar “ancaman” serta “ultimatum” kepada sang ayah. Intinya, “Ayah harus ke rumah sakit.” Ancamannya, “Kalau ayah tidak mau ke rumah sakit, Anti mau tidur di depan pintu kamar ayah,” tutur Anti, si sulung dengan ekspresi serius.
Tidak cukup dengan itu, Anti mendadak menyudutkan sang ayah pada posisi sulit mengelak. “Pasien Covid-19 dengan tingkat paparan ringan, boleh isolasi mandiri di rumah. Tapi, bagi yang stadium sedang sampai berat, harus dirawat di rumah sakit. Kan ayah yang ngomong begitu, dan sekarang kondisi ayah tidak pada stadium rendah, jadi harus ke rumah sakit,” kata Anti, fasih.
Kali ini Doni Monardo benar-benar menyerah. Meski begitu, Doni tampak masih akan bertahan. Buktinya, Doni minta Anti mengizinkan ke rumah sakit keesokan paginya. Tegas Anti menolak. Ayah harus ke rumah sakit sekarang juga.
Lega hati kami semua, demi mendengar Doni Monardo berkenan dirawat di rumah sakit. Meski begitu, kami hanya memantau dari jauh. Tidak berani menampakkan muka. Kami biarkan “skenario” tadi mengalir wajar, tanpa ada kesan rekayasa.
Doni Monardo tiba di rumah sakit pukul 23.20, langsung dilakukan pemeriksaan intensif dan wawancara. “Masuk kamar perawatan persisnya tanggal 26 Januari 2021 pukul 00.01,” ujar Doni. Hasil pantauan, Ct terburuk Doni Monardo ada di angka 18, berangsur membaik ke angka 25, 28, lalu tanggal 8 Februari 2021 Ct sudah di angka 36,5, tanggal 12 Februari 2021 negatif.
Doni dirawat di rumah sakit sejak tanggal 26 sampai 29 Januari 2021. Setelah itu perawatan isolasi mandiri di hotel.
Dua kali pemeriksaan berikutnya, tanggal 19 Februari, hasilnya negatif. Lalu diperiksa lagi tanggal 23 Februari, hasilnya pun negatif. Doni langsung tancap gas, beraktivitas.
Dua hal yang sempat hilang dari kebiasaan Doni Monardo saat terpapar Covid-19. Yang pertama adalah rutinitas olahraga pagi. Kedua, membalas semua pesan yang masuk melalui handphone-nya. Satu hari saja bisa masuk ratusan pesan whatsapp.
Ratusan pesan mungkin menenggelamkan dirinya untuk tidak berpikir tentang kisah yang saya ceritakan di atas. Mendadak, kisah itu kembali mencuat saat petugas PMI mewawancarainya. Saya kaget ketika ia mengatakan, “Soal anak yang mendesak saya ke rumah sakit, saya kira ini pasti kerjaan Prof Wiku, dokter Tugas, pak Egy…. Mereka gak mempan minta saya ke rumah sakit, lantas mengatur skenario memakai anak saya,” kata Doni disusul tawa lebarnya. Saya hanya nyengir dan menjauh.
Yang lalu, sudah berlalu. Hari-hari terpapar Covid-19 telah dilalui Doni Monardo. Dan saat dirinya kemudian berpredikat penyintas, langsung minta staf untuk mengatur mekanisme donor plasma konvalesen.
Doni Monardo tampak santai saat mendonorkan plasma konvalesen, Senin 1 Maret 2021. Maklum, “ritual” donor darah bagi Doni bukan hal baru. Ia sudah menjadi pendonor darah sejak masih perwira muda.
Di sini perlu sedikit saya tambahkan. Ihwal kedisiplinan Doni Monardo dalam rutinitas hidupnya. Ia sangat rajin berolahraga. Itu salah satunya. Kemudian, terkait protokol kesehatan, saya bahkan sempat berkata dalam hati, “berlebihan”. Betapa tidak, saat tidur pun Doni Monardo mengenakan masker.
Ini saya saksikan sendiri di Sulawesi Barat. Hari pertama kami tidur di rumah dinas gubernur yang kebetulan bangunannya tidak terdampak gempa. Satu kamar besar diisi beberapa orang: Doni Monardo, ajudan, dan Abdul Muhari, Plt Direktur Pemetaan dan Risiko Bencana BNPB. Doni pun meminta saya masuk dan tidur di kamar yang sama.
Ya, saat itulah saya melihat, Doni Monardo tidur bermasker. Saya sendiri, setelah melihat semua lelap, diam-diam keluar kamar dan tidur di ruang tamu yang –buat saya—lebih nyaman.
Ada satu hal lagi yang tentu kita masih ingat. Tak lama setelah merilis pengumuman dirinya terpapar Covid-19, keesokan harinya Doni Monardo menyampaikan rilis media kembali, isinya mengimbau agar masyarakat menghindari aktivitas makan bersama. Doni meyakini, sumber corona yang menyerangnya berasal dari aktivitas makan bersama.
Kepadanya, saya tidak membantah. Tapi lewat tulisan ini, saya membatin. Bahwa, faktor makan bersama itu, hanya salah satu kemungkinan. Tapi yang tak boleh dilupakan, ada faktor lain sebagai penyebab terpaparnya Doni Monardo, yakni faktor kelelahan fisik.
Dalam kondisi fisik lelah, maka imun tubuhnya menurun, alias melemah. Bayangkan, kami semua (utamanya Doni Monardo), kurang tidur, banyak pikiran, banyak melakukan aktivitas peninjauan lokasi bencana dan rapat koordinasi. Intinya intensitas pekerjaan sangat tinggi. Atas semua kegiatan tadi, jam istirahat menjadi sangat kurang.
Lepas dari kemungkinan yang mana yang benar, wallahu a’lam. Yang pasti, usai Doni Monardo dinyatakan negatif, saya dan sejumlah kawan sempat pula berdiskusi ringan. Bahwa ada beberapa jenis pengidap corona. Sebagian sembuh dengan sangat cepat, sebagian lama.
Doni Monardo sendiri, merasakan dalam tiga minggu pertama, kondisi fisiknya drop. Ia merasakan revovery-nya lambat, meski sudah mengonsumsi sekian jenis vitamin dan obat-obatan. Doni merasa cepat lelah. Ini beda dengan pengidap lain yang terkadang justru tidak merasakan apa-apa.
Kiranya, catatan ini bermanfaat untuk kita semua. [ ]