oleh Joseph Ananta Pinora
Kerusuhan di Amerika Serikat (AS) bermula ketika George Flyod dianiaya oleh sejumlah petugas Polisi di Minneapolis. Peristiwa penganiayaan George Flyod, detik-detik kematian, sampai kemudian diangkut dengan ambulans divideokan oleh masyarakat dengan sangat jelas. Video rekaman tersebut kemudian diupload dan menjadi viral di jagad maya yang hampir bersamaan dengan pemberitaan George Flyod dinyatakan meninggal dunia. Akhirnya terjadilah kerusuhan yang diawali dari demonstrasi Black Lives Matter.
Peristiwa tersebut diperkirakan menjadi gambaran gunung es dari perlakuan polisi-polisi kulit putih USA terhadap orang berkulit gelap. Hal tersebut menunjukkan bahwa polisi USA belum tentu profesional dalam menerapkan tindakan-tindakan kepolisian terhadap orang yang diduga melakukan kejahatan. Selain itu nampak bahwa polisi-polisi AS yang berkulit putih memiliki budaya yang menganggap warga kulit berwarna gelap di AS sebagai ancaman keamanan yang berkelanjutan.
Baca juga: Satu Anggota Garda Nasional Positif Covid-19 Seluruh Anggota Wajib Ikut Test
Hampir semua pihak sepakat bahwa kekuatan militer AS tidak bisa dikalahkan dari luar. Namun, kekuatan AS berpotensi hancur jika terjadi pergolakan yang bersumber dari dalam negerinya sendiri. Dalam situasi pandemi Covid19, dan ditambah dengan perseteruan antara AS dengan China, maka sangat dimungkinkan adanya anasir-anasir yang memanfaatkan situasi yang terjadi di AS saat ini. Jika hal tersebut benar terjadi maka pemulihan situasi di AS oleh Pemerintahan Trump diperkirakan akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Saat ini diluar permasalahan menghadapi pandemi Covid-19, AS juga mempunyai banyak permasalahan yang menjadi beban pemerintahan Trump. Selain adanya sentimen perseteruan dagang antara USA dengan China, masih ada sisa permusuhan perang dingin antara AS dengan Rusia. Permasalahan lain adalah dampak Arab Spring untuk menyingkirkan hegemoni AS yang kemungkinan masih kuat. Di internal pemerintahan Trump, juga nampak sentimen para Gubernur di AS terhadap gaya kepemimpinan Presiden Trump. selama ini. Di bidang politik juga terjadi potensi perebutan pengaruh oleh Partai Republik dan Partai Demokrat khususnya menjelang pemilihan Presiden.
Baca juga: Astaga, Trump Diminta Diam oleh Kepala Polisi Texas
Beberapa hal diperkirakan bisa terjadi di AS sebagai implikasi fenomena di atas. Pertama, kerusuhan di AS akan meluas. Titik episentrum kerusuhan dari Minneapolis akan menyebar ke sejumlah daerah di East Coast maupun di West Coast. Kerusuhan tersebut juga akan disertai dengan munculnya kebencian terhadap polisi, terkait fenomena ACAB (All Cops Are Bastards). Pemerintah AS diperkirakan akan melakukan revolusi secara radikal terhadap budaya dan sistem Kepolisian. Salah satu strateginya adalah melakukan pemisahan kelembagaan dan kontrol yang ketat terhadap institusi Kepolisian AS yang selama ini dikendalikan oleh masing-masing Gubernur dan Walikota di tiap negara bagian.
Jika permasalahan ini semakin berlarut, maka bukan hal yang mustahil jika para patriot AS akan turun tangan untuk mengutamakan keselamatan negara. Langkah menurunkan Presiden Trump sangat mungkin terjadi terutama jika Trump gagal dalam menjalankan opsi darurat sipil / militer, melalui jalur konstitusi secara darurat di parlemen / konggres Amerika.
Baca juga: Ikut Unjukrasa, Anak Walikota New York Ditangkap
Meskipun kerusuhan di AS adalah peristiwa internal, namun dampak terhadap negara Indonesia perlu diperhatikan. Khusus bagi WNI yang berada di AS harus selalu waspada terhadap perkembangan kasus kerusuhan di AS, jangan terprovokasi dan terlibat dalam aksi tersebut. Pemerintah tentu akan berkoordinasi dengan kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta dan konsulat di kota-kota besar di Indonesia terkait kerusuhan tersebut.
Sinergi kemitraan strategis antara AS dan Indonesia dan negara lain di bidang kepolisian, militer dan intelijen perlu dilakukan. Hal ini sangat penting sebagai langkah deteksi dini dan cegah dini ancaman yang muncul sebagai implikasi kerusuhan di AS.
Baca juga: Berikut Daftar Negara Bagian AS yang Terapkan Jam Malam
Pemerintah Indonesia perlu melakukan antisipasi agar kerusuhan di AS tidak terjadi di Indonesia. Fenomena ACAB (All Cops Are Bastards), yang diketahui sudah diusung oleh kelompok Anarko dan kelompok pelaku teror lainnya perlu diwaspdai. Petugas Polri harus menghindari kejadian salah prosedur termasuk tindakan kepolisian yang berlebihan, terutama pada saat menangani pelaku pidana maupun saat penindakan aksi unjuk rasa.
Secara teknis penggunaan kamera recorder mini terpasang di dada setiap petugas Polri saat penindakan Kepolisian, dimanapun berada sebagai sarana dokumentasi perlu dilakukan. Hal tersebut dapat berfungsi sebagai sarana kontrol pengawasan prosedur atau tindakan yang dilakukan oleh petugas Polri di lapangan. Jika hal ini dapat dilakukan, maka anggota Polri di lapangan akan lebih hati-hati dalam bertindak dan dapat mencegah kasus seperti di Amerika terjadi di Indonesia.
(tvl)