“Namun ya itu, warga Jabar melihat masih tokoh kebanyakan. Bahkan, mereka akan sangat melihat tokoh dari pada platform partai seperti visi-misi, ideologi, program, itu nomor sekian ya. Apalagi Arteria dapil bukan di Jabar ya, di Jatim, bahkan ke Arteria sekalipun itu tidak akan berefek banyak mungkin,” kata Kunto Adi Menakar.
JERNIH-Dengan munculnya spanduk-spanduk bertuliskan Arteria Dahlan Musuh Orang Sunda, polemik bahasa Sunda pada peristiwa Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu, nampaknya akan berbuntut panjang. Memang, Arteria sudah menyampaikan permohonan maaf dan DPP PDIP Bidang Kehormatan juga sudah menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras terkait etika dan disiplin organisasi. Namun rasanya, itu belum cukup bagi masyarakat Sunda yang dalam hal ini paling tersakiti akibat ucapan politikus itu.
“Saya rasa akan ada stimulus negatif bagi jabar. tentu ini diperkirakan makin merosot elektabilitas PDIP khususnya di Jabar,” kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai efek dari ulah Arteria terhadap elektabilitas PDIP di Jawa Barat pada Pemilu 2024 nanti.
Harus diakui, bahwa Arteria merupakan elite PDIP yang sering kali melakukan blunder dalam pernyataan dan sikapnya hingga menuai kontroversi sebab mengabaikan prinsip komunikasi lintas budaya. Komaruddin Watubun, Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan pun, mengatakan kalau pihaknya mencatat kalau Arteria sudah beberapa kali melontarkan sikap tak pantas.
Jamiluddin bilang, elektailitas PDIP di Jawa Barat memang sempat jaya pada Pemilu 2014 lalu namun melorot pada 2019, dengan bukti berupa hasil rekapitulasi Pemilu Legislatif di 2019 yang menunjukkan partai ini anjlok ke posisi kedua dalam hal perolehan suara setelah disalip Gerindra dengan raihan suara sebanyak 4.320.050 suara, sementara PDIP 3.510.525 dan urutan ketiga ditempati PKS 3.286.606 suara.
Sementara pada 2019, dari 34.610.297 pemilih, hanya 27.476.079 orang saja yang menggunakan hak suaranya. Dengan kondisi tersebut, bukan mustahil kalau suara PDIP di Jawa Barat akan kembali melorot, terlebih dalam beberapa waktu terakhir banyak kader PDIP tersandung kasus seperti Harun Masiku dan Mantan Mensos Juliari Batubara.
“Karena ada kecenderungan masyarakat kita, di Indonesia, itu menggeneralisir. Jadi kalau itu yang melakukan blunder si A, korupsi si B, orang kerap kali mengaitkan organisasi atau partai yang melindunginya. Terutama di era sosial media yang awam pun bisa membaca informasi,” jelas Jamiluddin seperti diberitakan CNN
Jamiluddin juga bilang, meski Arteria Dahlan sudah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik khususnya masyarakat Sunda, dia bilang khalayak tak akan segampang itu memberikan maaf terhadapnya. Apalagi, persoalan yang menyinggung identitas suku ini bisa jadi berbuntut panjang seperti sentimen warga Minang terhadap PDIP beberapa waktu lalu.
Suara PDIP di Sumatera Barat pada Pemilu 2019 lalu pun, tercatat tak mencapai 5 persen. Sebab permasalahan yang melibatkan tokoh utama PDIP seperti Puan Maharani dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang mengeluarkan pernyataan hingga bikin masyarakat Minang tersinggung, sempat berlarut-larut.
Makanya, peristiwa berbuntut anjloknya elektabilitas PDIP kembali terulang. Sebab jika dilihat cara komunikasi partai tersebut, cenderung bertahan, selalu berupaya membela diri dan pernyataan-pernyataannya kerap mendapat respon negatif.
“Mereka selalu berusaha mempertahankan, kurang punya empati, dan itu membuat warga mungkin semakin jengkel,” ucap Jamiluddin.
Kunto Adi Wibowo, Pegamat Politik dari Universitas Padjajaran juga sependapat dengan Jamiluddin Ritonga dengan mengataan kalau ulah Arteria Dahlan bisa jadi salah satu pemicu turunnya elektabilitas PDIP di Jawa Barat pada 2024 nanti. Hanya saja, Kunto Adi menilai kalau efek yang ditimbulkan mulut Arteria tak akan besar.
“Jadi di 2019, PDIP itu sudah turun ya, yang biasanya puncak klasemen, dia selalu perolehan tertinggi, 2019 sudah disalip oleh Gerindra. Jadi kalau menurut saya trennya akan menurun? iya. Tapi apakah karena Arteria Dahlan? mungkin itu hanya salah satu dari sekian banyak,” kata Kunto.
Soalnya, jika melihat pola pemilih di Jabar yang masih cenderung mengambang dan fokus pada tokoh partai politiknya, bukan personal. Misalnya pada 2009, suara Partai Demokrat tinggi di sana dengan SBY sebagai tokoh sentral yang menjadi pemicunya. Kemudian, pada 2014 suara PDIP naik drastis lantaran ada Jokowi yang diusung menjadi Capres.
“Catatan saya, kalau pemilih PDIP di daerah Jabar termasuk mereka yang punya argumen begini, ‘ketika banyak kepala daerah dari PDIP atau politisi PDIP yang terkena kasus korupsi, PDIP tetap tinggi’,” jelas Kunto.
“Mereka floating mass. Jadi karena menurut mereka, yang korupsi bukan Bu Megawati. Jadi kalau pun Arteria Dahlan melakukan ini, yang menghina Sunda kan bukan bu Megawati. Jadi menurut saya, kantong-kantong PDIP di Jabar terutama yang daerah Pantura masih tinggi,” ucapnya.
Terlebih, moemn Pemilu 2024 masih terblang cukup lama jika diukur dengan polemik kasus kader PDIP Arteria Dahlan. Namun, tak menutup jalan kalau ulah Arteria akan jadi modal serangan lawan politik dalam kampanye nanti. Plus, politikus ini memang sering menuai kontroversi.
Misalnya, dia menunjuk-nunjuk Emil Salim dengan tidak hormat dan enggan meminta maaf. Juga, meminta KPK memanggil anggota dewan dengan sebutan Yang terhormat, termasuk mendorong agar penegak hukum tak kena sentuh OTT KPK.
“Namun ya itu, warga Jabar melihat masih tokoh kebanyakan. Bahkan, mereka akan sangat melihat tokoh dari pada platform partai seperti visi-misi, ideologi, program, itu nomor sekian ya. Apalagi Arteria dapil bukan di Jabar ya, di Jatim, bahkan ke Arteria sekalipun itu tidak akan berefek banyak mungkin,” kata Kunto Adi Menakar.[]