Liverpool – Stadion Metropolitano Madrid, pertandingan baru berjalan dua menit Mohamed Salah ditunjuk jadi eksekutor penalti. Pertandingan final Liga Champions pada 1 Juni 2019, antara Liverpool dengan rekan senegara, Tottenham Hotspur itu diduyuni lebih dari 60 ribu pasang mata. Salah tak menyiakan kesempatan. Gol! 1-0 untuk The Reds.
Tetapi adu bola masih 88 menit lagi. Masih panjang. Masing-masing tim menggantikan tiga pemain. Namun strategi ganti pemain ala Tottenham sepertinya tak membuat kemajuan.
Sementara Jurgen Klopp melihat Roberto Firmino seperti kehilangan kreativitas. Ia pilih Divock Origi. Pemain Belgia satu ini perlu waktu mengasah kemampuan di babak kedua itu. Waktunya belum tiba.
Kendati kemenangan sudah menjelang, tetapi situasi bisa berubah. Pertandingan masih tersisa 3 menitan. Origi ada di kiri gawang Tottenham usai sebuah tendangan pojok yang gagal menyarangkan gol.
Posisi Origi bebas. Mendadak Joel Matip mendapat bola liar. Matip menyerahkan bola pendek ke Origi. Dari jarak sekitar 15 meter tendangan kaki kiri Origi merobek gawang Tottenham. 2-0.
Singkat kata Liverpool juara Liga Champions yang amat ditunggu bertahun-tahun.
Sejak itu, The Reds seolah bangkit dengan tenaga menggebu. Memasuki musim 2019/2020 di Premiere League dengan lebih gagah berkat modal jadi juara sebenua biru. Modal psikis juara Liga Champions jelas sangat berpengaruh.
Bagaimana tidak, mereka gagal jadi juara liga kasta tertinggi sepakbola Inggris Premiere League 2018/2019. Mending kalah telak dari sang pesaing kala itu, Manchester City. Hanya selisih satu poin! City 98, Reds 97. Nyesek!
Musim 2019/2020, tidak ada satu pun klab di Inggris yang punya rekor kemenangan 27 kali dari 29 pertandingan. Sisanya yang 2 pertandingan? Sekali kalah dan sekali seri.
ManCity yang membayangi (tapi dengan selisih skor 22) hanya menang 19 kali.
Dengan kata lain kemenangan Liverpool di ajang kompetisi mencapai 93 persen. Nah, mari bandingkan dengan top klab di liga eksklusif negara lain.
La Liga misalnya ada El Barca yang hanya menang sebesar 69 persen. Kemudian Bundesliga, si juara Bayern Munchen punya tingkat kemenangan 75 persen.
Di Italia, Serie A Juventus membungkus kemenangan rata-rata 77 persen. Paris St. Germain di Ligue 1 Prancis rata-rata 81 persen.
Jika konsisten maka persentase kemenangan yang diraih The Reds sunguh sangat indah. ManCity tahun lalu hanya mampu sampai 84 persen. Angka yang sama City torehkan saat menjuarai Premiere League 2017/2018.
Bila sisa sembilan pertandingan berikutnya menang terus, Liverpool tak hanya donobatkan sebagai juara. Melainkan menjebol rekor kemenangan nyaris mutlak. Alias 38 pertandingan dan 36 kemenangan.
Dan kalau masih mau rakus, pertandingan di kandang ManCity pada 3 Juli haruslah dimenangkan. Bukan saja sebagai menjaga persentase kemenangan, namun juga prestise. Bahkan membungkam habis-habisan sang seteru tanpa pembalasan. (*)