Site icon Jernih.co

Libya Siap Bantu Inggris Pasok Minyak Mentah Gantikan Rusia

ilustrasi minyak Libya

Bashagha diangkat sebagai perdana menteri oleh parlemen yang berbasis di timur pada Maret lalu, tetapi Dbeibah menolak untuk mundur. Parlemen yang berbasis di timur berpendapat bahwa mandat Dbeibah berakhir ketika pemilihan umum Desember gagal terwujud.

JERNIH– Perdana Menteri Libya yang ditunjuk, Fathi Bashagha, menawarkan negaranya untuk membantu Inggris mengganti minyak Rusia sebagai imbalan atas bantuan rekonstruksi pasca perang. Hal tersebut merupakan langkah yang dilihat sebagai tantangan langsung bagi Perdana Menteri Libya, Abdul Hamid Dbeibah,  yang kini menjabat.

Tawaran itu datang ketika tiga perempat produksi minyak Libya ditutup di tengah protes atas penolakan pemerintah Dbeibah untuk mundur dan membuka jalan bagi Bashagha untuk mengambil alih Tripoli.

Pada hari Senin, pada saat yang sama ketika perusahaan minyak nasional Libya (NOC) mengumumkan force majeure di ladang minyak dan terminal ekspor terbesarnya, membuat sekitar 800.000 barel per hari offline, Bashagha menolak gagasan untuk mentransfer 6 miliar dollar AS pendapatan minyak ke Bank Sentral, yang dikendalikan pemerintah di Tripoli.

Bashagha menggambarkan gagasan transfer seperti itu sebagai “membuang-buang uang publik dan kekayaan negara Libya demi pemerintah yang melanggar hukum”. Ia juga dilaporkan memerintahkan NOC untuk membekukan pendapatan minyak, menurut pengamat di Libya.

Bashagha diangkat sebagai perdana menteri oleh parlemen yang berbasis di timur pada Maret lalu, tetapi Dbeibah menolak untuk mundur. Parlemen yang berbasis di timur berpendapat bahwa mandat Dbeibah berakhir ketika pemilihan umum Desember gagal terwujud. Untuk itu seorang perdana menteri baru harus memimpin negara itu melalui rencana pemilihan baru.

Kedua pemerintah yang bersaing itu sekarang sedang berdebat tentang kontrol produksi minyak, yang sebagian besar berada di bawah lingkup kekuatan timur, sementara pendapatan minyak dikendalikan oleh Bank Sentral di Tripoli. Persaingan politik inilah yang menyebabkan terhentinya produksi dan ekspor.

Anggota Dewan Tinggi Negara Libya, Abdulrahman Al-Sweihli, pada Senin lalu menuduh Jenderal Khalifa Haftar, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aqila Saleh dan Bashagha mendalangi force majeure pada produksi minyak, dan menyebut ketiganya sebagai “kekuatan gila”. Anggota Dewan itu juga mengatakan bahwa Bashagha tidak akan diizinkan memasuki Tripoli.

Pada hari Rabu, Perdana Menteri Dbeibah menyerukan penyelidikan atas penutupan ladang minyak. Mengacu pada Bashagha dan sekutunya, Dbeibah mengatakan, “Mereka berusaha untuk membentuk otoritas transisi baru, dan ketika mereka gagal melakukannya, mereka menutup ekspor minyak sehingga mereka dapat terus mempermalukan negara besar ini.” [Charles Kennedy/Oilprice.com]

Exit mobile version