Simaklah pernyataan Lee Kuan Yew mengenai ”trust” sebagai modal terpenting dalam usahanya membangun Singapura menjadi negara maju. ”Modal kami cuma kepercayaan dan keyakinan rakyat, kerja keras, hemat, haus belajar, serta kesadaran bahwa tindakan korup akan menghancurkan segala harapan. “Jangan sia-siakan kepercayaan rakyat. Sebab, modal terbesar untuk perubahan adalah kepercayaan dan keyakinan rakyat.” Sementara, yang giat kita tabur hanyalah manipulasi, pembusukan hukum, dan caci maki. Rasa saling percaya lenyap. Setiap orang berlomba mengkhianati sesama dan negaranya.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, satu-satunya pelajaran yang ditularkan pemimpin politik Indonesia pada warganya adalah pelajaran “untuk tidak mempercayai siapa pun”.
Dengan itu, pemimpin politik menuntun bangsanya untuk sama-sama bunuh diri. Mereka melupakan pelajaran sejarah dan kearifan. Bahwa di balik perubahan cepat dan serempak, ada elemen konstanta yang tetap menjadi jangkar kekuatan suatu bangsa. Salah satunya adalah kekuatan akhlak-karakter sebagai “high trust society“.
Pembangunan ekonomi dan politik harus dimulai dari usaha memulihkan rasa saling percaya. Dalam hal ini, ada baiknya menyimak pernyataan Lee Kuan Yew mengenai ”trust” sebagai modal terpenting dalam usahanya membangun Singapura menjadi negara maju. ”Modal kami cuma kepercayaan dan keyakinan rakyat, kerja keras, hemat, haus belajar, serta kesadaran bahwa tindakan korup akan menghancurkan segala harapan.” Lantas ia tekankan, “Jangan sia-siakan kepercayaan rakyat. Sebab, modal terbesar untuk perubahan adalah kepercayaan dan keyakinan rakyat. Tugasku adalah untuk memberikan harapan kepada rakyat, bukan untuk membuatnya mengalami demoralisasi.”
Trust bukan hanya penting dalam kehidupan politik tetapi juga dalam perekonomian. Menurut Francis Fukuyama (1995), “Kemakmuran suatu bangsa, dan juga kemampuannya untuk berkompetisi di pasar global, dikondisikan oleh suatu karakteristik kultural yang bersifat pervasif, yakni tingkat “percaya” (trust) yang secara inheren ada dalam masyarakat tersebut.”
Berdiri di awal milenium baru, dalam era kebangkitan Asia, kita saksikan Indonesia bak istana pasir dengan landasan yang goyah. Betapa tidak, tingkat “trust” bangsa ini terus merosot, seperti tercermin dari menguatnya indeks persepsi korupsi, country risk, buruknya etika kerja serta sebutan sebagai negara lembek.
Yang giat kita tabur hanyalah manipulasi, pembusukan hukum, dan caci maki. Rasa saling percaya lenyap. Setiap orang berlomba mengkhianati sesama dan negaranya.
Jika bangsa ini kehilangan sumberdaya material, kita cuma kehilangan sesuatu. Jika kita tak kunjung menemukan pemimpin yg tepat, kita cuma kehilangan seseorg. Namun jika bangsa ini kehilangan karakter dan rasa saling percaya, maka kita akan kehilangan segalanya. [ ]