Site icon Jernih.co

Setetes Embun: Maria Assumpta

Selama hidup kita boleh yakin bahwa kita mempunyai Ibu di surga yang mendoakan dan mengingatkan kita agar selalu melakukan kehendak Yesus. Dari “Magnificat” kita mendapatkan bukti kebenaran pribadi Maria

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Hari Raya Maria Assumpta yang seharusnya terjadi tanggal 15 Agustus dipindahkan ke hari Minggu ini. Kata “Assumpta” atau “Assumption” berasal dari bahasa Latin “Assumere”. Artinya “membawa kepada dirinya sendiri”. Dalam pengertian ini Maria diambil dan dibawa oleh Yesus kepada diri-Nya di tempat Dia tinggal, yakni Surga. Sederhananya, Yesus membawa pulang ibu-Nya ke rumah surgawi.

Bahasa populer Gereja Katolik menggunakan istilah “Maria diangkat ke Surga”. Ini adalah dogma atau ajaran resmi Gereja yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII melalui Konstitusi Apostolik berjudul “Munificentimus Deus”. Deklarasi resmi ini dikeluarkan pada tanggal 1 Nopember 1950.

Pernyataan Gereja ini tidak muncul begitu saja. Ada tradisi sangat panjang yang sudah dihidupi sejak abad kedua atau ketiga. Salahsatunya adalah tulisan Apokrif yang berjudul “Transitus Mariae”.

Dalam tulisan ini dikisahkan bagaimana peristiwa kematian Bunda Maria terjadi. Menjelang ajalnya di Yerusalem Maria mengundang semua rasul untuk berkumpul di sekelilingnya. Rasul Thomas saat itu ada di wilayah India. Dia meninggal tanpa kehadirannya.

Akan tetapi Rasul Thomas tiba secara ajaib dari India dan meminta supaya makam dibuka untuk melihat jenazah Maria. Semua terkejut ketika mendapati makam kosong. Jenazah Maria tak ada lagi, kecuali pakaiannya.

Tempat makam Maria inilah yang sekarang ada di Yerusalem di bawah kaki gunung zaitun dan menjadi salahsatu tempat ziarah. Disitu ada gereja yang bernama Gereja Makam Maria.

Keyakinan akan kebenaran kisah ini merupakan konsekwensi logis dari keyakinan tentang pribadi Maria yang dikandung tanpa noda dosa asal. Hancurnya tubuh setelah kematian adalah akibat dosa asal. Maka tidak selayaknya Maria mengalami nasib seperti itu. Tubuhnya pasti tidak ikut hancur oleh kematian.

Jika nabi Elia saja bisa diangkat ke surga dengan jiwa raga (2 Raj 2,11), maka sangat pantas Maria mengalami kehormatan yang sama. Dia yang bersatu dengan Puteranya sejak warta malaikat Gabriel, dia yang bersatu dengan Puteranya selama karya misinya di dunia, dia yang bersatu dengan Puteranya selama penderitaan dan kematian-Nya, dia pasti bersatu pula dengan Puteranya dalam kemulian jiwa dan raga.

Menurut Carl Gustav Jung, seorang Psikiater terkenal dari Swis yang beragama Kristen Lutheran, pengumuman ajaran gereja dan perayaan ini oleh Paus Pius XII merupakan peristiwa terpenting dalam gereja sejak masa Reformasi. Assumpta berarti bahwa, serupa dengan pemuliaan tubuh maskulin Yesus di surga, disini dimuliakan pula tubuh feminine Ibunda Yesus, Maria. Dengan kata lain, “Pengantin Wanita” bersatu dengan “Pengantin Pria” di Surga, sebuah “hieros gamos” atau “perkawinan suci”.

Surga adalah tempat yang paling layak bagi Maria Bunda Yesus yang tak berdosa karena kepenuhan rahmat Allah.

Status dan nasib Maria ini memberi peneguhan kepada kita juga bahwa kesatuan dengan Yesus selama hidup akan membawa kita pada kesatuan setelah kematian.

Selama hidup kita boleh yakin bahwa kita mempunyai Ibu di surga yang mendoakan dan mengingatkan kita agar selalu melakukan kehendak Yesus. Dari “Magnificat” kita mendapatkan bukti kebenaran pribadi Maria:

“Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.” (Luk 2,48-49)

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Ende-Flores).

Exit mobile version