Site icon Jernih.co

Bocah 15 Tahun Bersepeda Membawa Ayah Cacat Sejauh 1.200 Km

New Delhi — Jyoti Kumari, bocah perempuan usia 15 tahun, bersepeda sejauh 745 mil, atau 1.200 kilometer, dengan membawa ayah yang cacat untuk menghindari kelaparan. Dunia tak henti berdecak kagum.

“Saya tidak punya pilihan,” kata Jyoti saat ditemui wartawan di desanya di sebelah timur India. “Kami akan mati kelaparan jika tidak kembali ke desa.”

Kumari dan ayahnya semula tinggal di Gurugram, pinggiran New Delhi. Setelah pemerintah menerapkan penguncian untuk mencegah penyebaran wabah, dia kehilangan penghasilan.

Kumari yakin dia dan ayahnya akan mati kelaparan jika tidak kembali ke desa.

Ayah Kumari menderita lumpuh akibat kecelakaan. Dia mencari nafkah dengan mengoperasikan becak otomatis.

Ketika pemerintah India melarang semua kendaraan tak penting beroperasi, ayah Kumari menjadi satu dari jutaan orang India yang menganggur dan mendadak tanpa penghasilan.

Keduanya mengontrak sebuah rumah. Pemilik rumah tak mau tahu kesulitan mereka, dan menuntut pembayaran uang sewa seraya mengancam mengusir Kumari dan ayahnya.

Kumari menggunakan uang terakhir ayahnya untuk membeli sepeda, dan seperti yang dilakukan jutaan pekerja migran lain, ia pulang kampung.

Ia berangkat Maret 2020 lalu. Ia mengayuh sepeda selama sepuluh hari, dan ayahnya duduk di belakang.

Mereka bertahan di perjalanan yang panas luar biasa, dengan makanan dan air yang diberikan orang tak mereka kenal.

Hanya sekali Kumari mengistirahatkan kakinya, ketika pengemudi truk memberi dia dan ayahnya tumpangan. Ia tidak tahu berapa jarak yang ditempuh dengan truk. Yang pasti saat turun dari truk, kampung halamannya masih jauh.

Kumari dan ayahnya tiba di Darbhanga, desa mereka di negara bagian Bihar, sepekan lalu. Keduanya bersatu kembali dengan ibu dan saudara ipar, yang juga meninggalkan New Delhi setelah penguncian 25 Maret.

Kumari, siswa kelas delapan, pindah dari desa ke Gurugram Januari 2020 untuk merawat ayahnya. Saat wartawan menjumpainya, Kumari mengatakan mengalamai kelelahan hebat.

“Ini perjalanan tersulit,” ujarnya. “Cuaca terlalu panas, tapi saya tidak punya pilihan. Yang saya pikirkan hanya mencapai rumah.”

Tiba di Darbhanga, pejabat desa menyambut dan menempatkan keduanya di pusat karantina — untuk mencegah penularan. Kini, keduanya menjalani karantina mandiri di rumah.

Penguncian di India relatif sukses menahan lonjakan kasus, dan memberi waktu pemerintah membangun cadangan persediaan medis serta memperluas kapasitas unit perawatan intensif. India mengkonfirmsi 125 ribu kasus, dengan 3.800 kematian.

Penguncian juga memicu krisis kemanusiaan, ketika jutaan orang miskin kembali ke desa dengan berjalanan kaki. Banyak dari mereka menggendong orang tua di pundak, dengan anak-anak kecil duduk di atas koper yang ditarik.

Lusinan orang tewas dalam perjalanan akibat cuaca panas. Ada yang terlindas kareta api, tertabrak truk, kelaparan, dan bunuh diri.

Jaringan kereta api untuk penumpang dihentikan sebagai bagian penguncian. Bus, taksi, dan pesawat terbang, juga berhenti beroperasi.

Penguncian juga melumpuhkan ekonomi India, karena sebagian besar pekerja negeri itu bergerak di sektor informal. Kini, pemerintah melonggarkan penguncian, untuk memungkinkan orang kembali bekerja.

Perjalanan sensasional Kumari menarik perhatian Federasi Balap Sepeda India. Kumari mendapat tawaran kembali ke New Delhi untuk uji coba pada bulan depan.

Jika lolos uji coba, Kumari akan bertanding di Olimpiade Tokyo.

Di Washington, Ivanka Trump — anak perempuan Presiden AS Donald Trump — menulis di Twitter bahwa yang dilakukan Kumari sebagai suatu prestasi indah dari daya tahan dan cinta.

Kumari senang dengan tawaran dan pujian itu, tapi dia mengatakan; “Yang saya lakukan adalah perbuatan putus asa, bukan mengejar popularitas.”

Exit mobile version