NEW YORK – US Open 2020 di kategori single pria adalah panggung pertarungan bagi anak-anak muda generasi penerus tenis dunia. Tempat di mana Daniil Medvedev, Alexander Zvarev, Dominic Thiem, dan rekan seusia mereka menunjukkan aksi. Mereka rata-rata masih berusia 25-26 tahun. Sementara dominasi mereka belum cukup kuat untuk menduduki papan atas.
Di sisi lain, publik sudah kurang mendapat greget oleh tontonan Rafael Nadal, Novak Djokovic atau Roger Federer yang sudah kepala tiga. Memang masih cukup digdaya, tetapi sudah terlalu monoton. Trio ini sudah meraja, seolah taka da tempat bagi para generasi penerus jika mereka ambil bagian.
Maka US Open 2020 ibarat ajang regenerasi para penerus. Dari tiga penerus ini, masing-masing belum pernah menggondol juara grand slam. Paling mentok sampai babak final, lalu digilas oleh tiga nama besar tadi.
Medvedev umpamanya, tahun silam adalah bintang US Open. Maju terus sampai bersua Rafael Nadal di babak final. Nadal dibikin kewalahan sebelum menang. Si anak Rusia ini sempet menang dua set, 7-5 dan 6-4.
Kemudian Zvarev, petenis nomor satu harapan Jerman, malah belum pernah merasakan serunya babak final grand slam. Tetapi tahun 2018 di ajang ATP Final yang digelar di London, ia sampai juga di final. Lawannya Djokovic. Tidak seperti grand slam yang menganut sistem the best five games, ATP Final memilih the best three games. Begitu dihajar Djokovic dua set langsung (6-4, 6-3) kandaslah mimpi juara Zvarev.
Thiem yang anak Austria punya prestasi lebih moncer ketimbang dua kawannya. Thiem memang lebih tua dari Zvarev (23 tahun) dan Medvedev (24 tahun) yakni 27 tahun mungkin lebih dewasa dan tak lekas emosi.
Sejak 2018 prestasinya lumayan apik. Dua kali masuk babak final French Open (Roland Garros) pada 2018 dan 2019. Selama dua kali itu pula di final bersua Rafael Nadal. Dan, dua kali itu dikalahkan.
Tetapi setidaknya ada peningkatan grafik. Pada 2018, Thiem dibungkam tiga set langsung. Tapi di 2019 ia melakukan perlawanan sedikit baik dan mencuri satu poin (7-5).
Awal 2020, ia bangkit lagi di Australia Open. Masih belum Covid-19 dan Nadal yang musuh bebuyutan ia kalahkan justru di babak perempat final. Dasar Thiem ingin balas dendam, perlawanan yang ia lakukan bikin Nadal harus ekstra keluar keringat.
Thiem yang kalem membuat Nadal kehilangan angka di set pertama dan kedua. Skor tipis, 7-6 dan 7-6. Babak ketiga tampaknya Thiem seperti membuang set untuk menarik nafas panjang. Hingga kemudian duel maut itu berlanjut dan lagi-lagi berakhir dengan skor 7-6 bagi Thiem. Ini adalah momentum.
Di final bersua Djokovic bak menghadapi tembok yang jauh lebih tebal. Tapi petenis Serbia itu juga menghadapi situasi yang sama dengan Nadal. Sama-sama menjumpai anak muda yang punya potensi menang. Buktinya, Thiem mencuri dua skor (6-4 dan 6-2). Selebihnya milik Djokovic tetapi Thiem tak sempat dikalahkan hanya dengan poin di bawah 3.
Tiga kali grand slam nyaris membawa piala. Seusai mengalahkan Medvedev di semifinal, Thiem bersua Zvarev. Ini bak pertemuan berikutnya dari babak semifinal Australia Open 2020. Zvarev menang di set pertama (6-3), namun tiga set berikutnya diambil alih Thiem (6-4, 7-6, 7-6). Zvarev kedodoran selepas set pertama.
Di US Open, keduanya sama-sama fit. Thiem berharap merebut piala pertamanya di ajang grand slam. Begitu pula Zvarev yang belum sekalipun menggenggam piala grand slam. Tetapi ia lebih ambisius karena ingin membalas dendam dari kekalahan semi final Australia Open.
Pertandingan dua anak muda ini boleh disebut sangat menarik. Menguras energi sekaligus memainkan emosi. Bagaimana tidak jika tanda-tanda kemenangan sungguh sulit ditebak.
Kalau Anda menjagokan Thiem, mungkin akan pasrah ketika Zvarev mematenkan dua set awal dengan skor 6-2 dan 6-4. Dengan performa seperti ini wajar jika kubu Zvarev yakin benar akan kemenangan di tangan.
Namun situasi yang condong ke Zvarev itu dibalikkan Thiem dengan impresi yang sama ketika Zvarev menang dua set awal.
Dengan skor imbang, keduanya jadi punya peluang menang. Tinggal habis-habisan tiada kompromi di set kelima alias penentuan. Kedua anak muda ini pantas sudah menggantikan para seniornya. Saling rebut angka hingga mendekati puncak berbagi skor 6-6. Lalu, di bagian penentuan pun terus saja penonton dari kedua kubu diajak sport jantung. Angka 8-6 yang amat tipis mengakhiri duel itu dan kemenangan bagi Thiem. Ia sampai tergeletak usai menyudahi perlawanan Zvarev dalam duel yang melelahkan.
Meski US Open 2020 minus penonton live, tetapi tak kehilangan aura dan keseruannya. Dan, Thiem menang untuk pertama kali di ajang grand slam. Mats Wilander, petenis legendaris bilang, “Thiem sudah selevel Nadal, Djokovic dan Federer.”
Bagi Thiem kemanangan ini hanyalah status belaka. Dengan rendah hati, ia bilang kepada Zvrarev, “Kami mulai mengenal satu sama lain pada tahun 2014 dan langsung mengembangkan persahabatan yang hebat, dan tahun 2016 persaingan kami dimulai.”
“Kami membuat hal-hal hebat terjadi di lapangan dan di luar lapangan. Saya berharap kami dapat memiliki dua pemenang hari ini. Kami berdua pantas mendapatkannya. Kamu akan berhasil, 100%, membuat orang tuamu bangga,” lanjutnya.
Paris menunggu mereka pada 21 September mendatang. Mungkin akan berbeda dengan US Open yang tak dihadiri tiga besar. Maka, Roland Garros adalah pembuktian berikutnya tiga anak muda ini; Thiem, Zvarev, Medvedev. (*)