Site icon Jernih.co

Rakyat Lapar Filipina Protes, Presiden Duterte Ancam Tembak di Tempat

Manila — Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan akan memerintahkan polisi dan tentara menembak mati siapa pun yang menimbulkan masalah selama penguncian Pulau Luzon, untuk mencegah penyebaran virus korona.

“Perintah saya kepada polisi dan tentara, jika ada yang membuat masalah, tembak mati mereka,” kata Presiden Duterte dalam pidato nasional dalam Bahasa Inggris dan Tagalog, Rabu 1 April 2020 malam, dan dipublikasikan philstar.com.

“Jangan membahayakan pekerja kesehatan dan dokter, karena itu kejahatan serius,” lanjutnya.

Baca Juga:
— Pasien Virus Korona Meninggal, Publik Filipina Marah dan Cemas
— Gerilyawan Komunis Filipina Gencatan Senjata, Ikut Perangi Covid-19
— Diduga Terjangkit, Presiden Filipina Rodrigo Duterte Mengisolasi Diri

Pidato Presiden Duterte ini mungkin yang paling keras selama penanganan wabah Covid-19 di Filipina. Ia mengunci Manila, dan terakhir mengunci Pulau Luzon — satu dari dua pulau besar di Filipina.

Peringatan keras ini muncul setelah penduduk wilayah kumun Quezon City, Manila, menggelar aksi protes di sepanjang jalan raka tak jauh dari rumah mereka. Penduduk mengatakan belum menerima paket makanan dan bantuan lainnya, sejak penguncian dilakukan lebih dua pekan lalu.

“Jangan mengintimidasi pemerintah. Jangan menantang pemerintah, karena kalian akan kalah,” kata Presiden Duterte.

Polisi dan petugas keamanan barangay, pemerintahan setingkat desa, mendesak warga kembali ke rumah. Warga menolak. Polisi membubarkan aksi protes, dan menangkap 20 orang.

Otoritas Kesehatan Filipina mencatat 2.311 kasus Covid-19, dengan 96 tewas. Wabah Covid-19 masih berpotensi menyebar dengan kecepatan luar biasa di Filipina, jika pemerintah tidak melakukan penguncian.

Filipina semula mengunci ibu kota Manila. Dilanjutkan dengan mengunci Pulau Luzon, satu dari dua pulau terbesar di Filipina, dengan 57 juta orang terkunci di dalamnya. Manila berada di Pulau Luzon.

Jocy Lopez, penduduk Quezon City berusia 47 tahun yang memimpin aksi protes, mengatakan terpaksa menggelar protes karena tidak punya makanan.

“Kami di sini untuk meminta bantuan karena kelaparan,” kata Lopez. “Kami belum makan. Beras dan bahan makanan lain, serta uang tunai, tidak ada.”

Sebagian besar warga, masih menurut Lopez, tidak memiliki pekerjaan. Dalam keadaan normal, penduduk Quezon City adalah pekerja harian di sektor informal, dan tanpa penghasilan tetap.

“Kini, kepada siapa kami berpaling dan memohon,” katanya.

Aktivis kemanusiaan mengecam penangkapan dan cara Presiden Duterte meredam kemarahan warga. Mereka mendesak pemerintah membebaskan seluruh dari 20 warga yang ditahan.

Pemerintah Filipina berjanji memberi bantuan tunai kepada rakyat miskin dan kehilangan pekerjaan sebesar 200 miliar peso, atau Rp 67 triliun. Sampai saat ini pemerintah belum memenuhi janjinya.

Gabriela, anggota kelompok hak asasi perempuan, mengatakan ancaman tembak di tempat tidak akan menakutkan bagi rakyat dengan perut kosong berhari-hari.

Exit mobile version