Abdallahi mengambil kunci yang tergantung di lehernya dan naik ke tiga anak tangga yang hampir runtuh dan membuka pintu. Daun jendela terbuka, dan matahari sore menerangi dua ruangan kosong yang agak bobrok. Di dalamnya ada peti kayu yang dilapisi kulit, bertatahkan paku tebal dan diikat dengan besi yang berisi semua kearifan Islam.
Ratusan buku langka ada di dinding tanah: Quran Moor, Maroko, Tunisia dan Mesir. Dan banyak buku filsafat, puisi, dan hukum. Empat generasi keluarga telah dengan susah payah mengumpulkan mereka. Ada Al Quran paling berharga dari abad ketiga belas yang sangat dibanggakan oleh Abdallahi.
Kitab suci Itu telah dibawa dari Mesir oleh kakek buyutnya, dan beberapa muridnya secara tetap mengirim ke seluruh dunia muslim. Murid-murid Abdallahi mengambil buku-buku dari peti dan menunjukkan kepada kami ornamen dan ilusi mistis. Wajah mereka bersinar dengan bangga: semua buku ini milik tuan mereka yang terkasih,”
Demikian catatan Du Puigaudeau, pelukis terkenal Prancis saat singgah di Boutilimit, ibukota distrik Trarza bersama Sénones pada musim semi tahun 1934 . Mereka dalam perjalanan menuju ke Adrar dan Chinguetti. Di Boutilimit itu mereka bersua dengan Abdallahi Ould Shaykh Sidiyya, putra Sidiyya Baba yang menunjukkan perpustakaan keluarga yang didirikan oleh kakek buyutnya pada akhir abad ke delapan belas.
Narasi diatas membuka pintu untuk mengenal desa-desa persinggahan di Sahara yang penduduknya menyimpan harta karun ilmu pengetahuan berupa ribuan kitab dan manuskrip kuno yang tersimpan dalam kotak-kotak kayu lapuk. Dari beberapa desa Islam yang memiliki tradisi kuat memuliakan kitab, nama Chinguetti termasuk yang paling menarik diungkap. Dalam tradisi memakmurkan buku, Chinguetti hanya dapat di sejajarkan dengan Timbuktu.
Desa kuno Chinguetti berada di Dataran Tinggi Ardar, Mauretania utara. Desa dari abad pertengahan itu adalah permata budaya Islam yang luar biasa karena pemukimannya merupakan contoh indah dari arsitektur Berber Sahara. Lebih dari itu, Chinguetti adalah pusat pembelajaran yang penting karena keberadaan perpustakaan-perpustakaan kuno di gurun yang dipenuhi dengan Al Quran kuno dan teks-teks ilmiah yang berasal dari abad pertengahan.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa pemukiman-pemukiman di sekitar Chinguetti dapat telah ada beberapa ribu tahun. Chinguetti didirikan sekitar abad ke-12 M, dan awalnya berfungsi sebagai titik peristirahatan pada rute perdagangan Sahara yang melintasi Maroko, Mauretania, dan Mali. Kota ini dapat menampung sebanyak 30.000 unta pada waktu tertentu. Dan barang-barang yang diangkut oleh oleh para kafilah menjadikan kota ini makmur.
Sebagai pos terdepan di Gurun Sahara, Chinguetti tidak hanya dikunjungi oleh kafilah dagang, tetapi juga oleh para peziarah Muslim yang mengikuti rute perdagangan ke kota suci Mekah. Dan untuk mengakomodasi kebutuhan ibadah para peziarah, sebuah masjid besar akhirnya dibangun yang kini terkenal dengan nama Mesjid Chinguetti
Dengan berdirinya mesjid maka perpustakaanpun tumbuh, kitab-kitab Koleksi perpustakaan berasal dari para peziarah yang membawa manuskrip berisi berisi teks-teks keagamaan untuk mereka sampaikan kepada penduduk Chinguetti ketika melakukan perjalanan di sepanjang rute perdagangan Sahara. Seiring dengan semangat keilmuan yang dipicu Islam maka berabad-abad kemudian perpustakaan di Chinguetti tumbuh dengan subur.
Koleksi bukunya tidak hanya kitab keagamaan saja namun berisi kitab dari berbagai mata ilmu pengetrahuan, seperti astronomi, hukum, dan matematika dll. Suburnya perpustakaan di Chinguetti karena Chinguetti tumbuh sebagai pusat kegiatan intelektual yang disinggahi para sarjana, pedagang dan peziarah .
Perpustakaan-perpustakaan di Chinguetti merupakan perpustakaan yang dikelola oleh keluarga secara turun temurun. Koleksi manuskrip diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan tradisi tersebut terus berjalan sampai sekarang. Misalnya, perpustakaan pribadi milik Sidi Ould Mohamed Habott yang didirikan pada abad ke-19, telah dikelola oleh keluarga selama empat generasi.
Perpustakaan keluarga Habott memiliki 1.400 naskah yang mencakup berbagai topik pengetahuan dan berasal dari periode waktu yang berbeda. Manuskrip tertua ditulis di kertas cina, berasal dari abad ke-11 M. Saat ini, perpustakaan pribadi keluarga Habott adalah salah satu dari sekitar sepuluh perpustakaan yang masih ada di Chinguetti.
Diperkirakan sekitar setengah abad yang lalu, ada sebanyak 30 perpustakaan di kota ini. Banyak dari buku koleksi yang berharga dari perpustakaan tersebut telah hilang. Saat ini koleksi perpustakaan yang tersisa juga terancam rusak. Naskah-naskah di perpustakaan Chinguetti disimpan di kotak kayu. Kondisi penyimpanan seperti itu tidak sesuai dalam pelestarian naskah.
Namun, upaya untuk menyelamatkan buku dan manuskrip kuno itu belum membuahkan hasil maksimal, karena para pemilik perpustakaan bersikukuh untuk menegakkan tradisi mereka, dan tidak membiarkan naskah-naskah itu sampai ke tangan otoritas museum atau pakar konservasi.
Secara historis, sebagian besar daerah kaya naskah di Mauritania terletak di sepanjang dua sumbu utama jalur perdagangan dan jiarah. Rute pertama ke arah timur-barat, sepanjang Sungai Senegal, di selatan negara itu, dan rute kedua merupakan trans-Sahara yang menghubungkan pasar-pasar di Sudan barat hingga oasis di Maroko selatan.
Di sepanjang rute barat inilah, antara abad ke-12 dan ke-13 M, sejumlah ksour (Bahasa Berber untuk desa) didirikan oleh kelompok-kelompok Berber yang telah menganut Islam. Jarak tiap desa cukup jauh dan beberapa titik persinggahan sekadar “stasiun pengisian bahan bakar,” sementara yang lainnya seperti Ouadane, Chinguetti, Tidjikja, Tichitt, dan Oualata tumbuh menjadi tempat perniagaan dan pusat intelektual.
Pada akhir abad ke 18 Chinguetti (Shinqit) dikenal di seluruh dunia Islam sebagai ibu kota spiritual dan intelektual Mauritania. Reputasi tersebut bertahan sampai saat ini. Dan nama Bilad el-Shinqit (“Chinguettiland”) digunakan untuk menunjukkan seluruh negara antara Maroko dan Sungai Senegal.
Majunya pengetahuan kaum muslimin di Chinguetti sebagian besar disebabkan banyaknya ulama dan orang suci di kota itu yang memiliki murid-murid dari pelosok Afrika dan sekitarnya. Para pelajar muslim ini diajarkan berbagai ilmu pengetahuan Islam dan perpustakaan didirikan untuk mendukung pengajaran dan pembelajaran mereka.
Sebagian besar perpustakaan keluarga itu didirikan antara akhir abad 17 dan awal abad 20. Jenis koleksinya terdiri dari manuskrip, buku cetak, dan bahan arsip. Buku cetak cukup banyak dan dalam beberapa koleksi melebihi jumlah manuskrip. Sebagian besar, buku tersebut dicetak di Maroko, Kairo atau Istanbul pada akhir abad ke-19.
Data arsip biasanya diwakili oleh surat-surat keluarga, korespondensi, diplomatik, hukum, dan dokumen komersial seperti akta penjualan, perjanjian, dan sertifikat. Tempat penyimpanan dokumen masih disimpan di rumah-rumah pribadi, masjid dan zawiah (madrasah, sekolah agama). Kini telah ada repositori (penyimpanan) institusional yang dibangun setelah kemerdekaan sebagai pusat naskah untuk melakukan konservasi dengan benar.
Geneviève Simon dalam survei tahun 1994, mendaftarkan sekitar empat puluh perpustakaan dengan kepemilikan masing-masing berkisar antara sepuluh hingga enam ribu item. Hanya tiga yang merupakan lembaga. Sebagian besar perpustakaan pribadi menampung antara lima puluh dan dua ratus item.
Misalnya di Tichitt terdapat perpustakaan Ahl al-Imam ‘Abd al-Mumin dengan koleksi 3.000 manuskrip dan Maktabat al-Awqaf dengan koleksi 2.000 manuskrip. Perpustakaan keluarga Shaykh Sidiyya di Boutilimit memiliki koleksi 2.000 buku, perpustakaan Ould Habott di Chinguetti sekitar 1.400 buku, dan perpustakaan Sidi Ibn al-Tah di Abar al-Atrous sekitar. 1.000 buku.
Baca Juga :
- Jejak Islam : Mesjid adalah Perpustakaan Islam Pertama
- Jejak Islam : Sebuah Mesjid Kuno Berdiri Kokoh di ‘Kota 1001 Gereja‘
- Jejak Islam : Pendiri Universitas Tertua di Dunia Ternyata Seorang Muslimah
- Jejak Islam : Mengenal Mesjid Merah Panjunan di Cirebon
- Jejak Islam : Mesjid Istri Kauman, Mesjid Wanita Pertama Di Dunia
Manuskrip tertua yang masih ada di Mauritania merupakan perkamen yang terbuat dari kulit domba, kambing, atau kijang. Bahan tersebut di Maghrib dan Sahara barat tetap digunakan sampai abad 11 M. Padahal di belahan dunia lainnya, seperti di Mesir, kertas yang terbuat dari kain linen dan rami Islam telah banyak digunakan.
Terlambatnya penggunaan media kertas bukan karena wilayah tersebut telat mengenal tekhnologi pembuatan kertas atau tidak tersedianya bahan baku, perlu dikemukakan bahwa kertas telah dikenal di Afrika Utara sejak abad 9 M dan diproduksi sekitar abad 11 M. Pengguaan kulit sebagai media tulis karena provinsi-provinsi Ifriqiya,(Tunisia, Libya, dan Timur Aljajair) adalah pusat pemeliharaan domba dan pembuatan kulit yang diekspor sebagai komoditas penting bagi kawasan tersebut.
Mayoritas buku dan manuskrup ditulis dalam bahasa Arab, beberapa ditulis dalam Hassaniyya (dialek Arab yang digunakan di Mauritania), dan bahasa-bahasa Sudan Barat lainnya yang ditranskripsi menggunakan alfabet Arab. Di dua perpustakaan, Ould Habott di Chinguetti dan Dar al-Makhtutat di Oualata, juga berisi naskah-naskah Persia.
Teks yang ditulis di Afrika Utara dan Sahara barat menggunakan skrip Maghribi, yaitu tulisan kursif yang dikembangkan di Libya abad ke-12 dari naskah Kufi yang jauh lebih tua. Namun, tergantung pada sejumlah faktor geografis dan budaya sehingga berbagai gaya kaligrafi seperti Fasi (dari Fez), Qayrawani (dari Kayrawan) , Sahara, Sudanic, Suqi, dapat ditemukan.
Chinguetti dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1996. Namun kekayaan intelektual terancam oleh alam. Pustakawan terus-menerus berjuang melawan pasir dan udara kering di Gurun Sahara, sementara pariwisata kurang berkembang karena masalah keamanan sehingga tiga perpustakaan tidak buka secara teratur.
Negara telah berusaha untuk turun tangan dalam pelestarian naskah namun pemerintah merasa sulit untuk menghapus tradisi ribuan tahun, di mana perpustakaan diturunkan dari generasi ke generasi. Untungnya, peningkatan langkah-langkah keamanan di daerah itu menggeliatkan kembali pariwisata Sahara. Wisatawan kembali berkunjung ke Chinguetti dan situs UNESCO lainnya di sekitar Ouadane, Tichitt, dan Oualata di Gurun Pasir Sahara.