Site icon Jernih.co

Gangster Pembunuh Profesional Paling Awal di Dunia

Mereka yang ditargetkan tidak menduga jika dirinya akan dicekik dengan saputangan atau dijerat. Pembunuhan itu dilakukan dengan cepat dan tenang, tidak meninggalkan darah dan tidak memerlukan senjata khusus.

JERNIH.CO – Abad 13-19 M di India terdapat kelompok pembunuh profesional dan terorganisir yang disebut Thuggee. Dalam bahasa Sansekerta, Thuggee berasal dari bahasa sangsekerta ‘sthaga’ yang artinnya licik atau curang dan sthagati yang artinya menyembunyikan. Thuggee juga dipercaya sebagai kelompok mafia tertua di dunia.

Thuggee beranggotakan para penganut fanatik yang melakukan pembunuhan sebagai ritual pemujaan kepada dewa Hindu bernama Kali.  Anggota Thuggees dikenal juga dengan nama preman, yaitu kata yang digunakan Inggris selama pendudukan Inggris di India.

Dalam menjalankan oprasinya Thugge membidik para pelancong sebagai target sasarannya. Salah seorang anggota kelompok akan melakukan pendekatan sehingga mendapat kepercayaan pelancong. Dengan kepercayaan itu maka kolompok Thugge menjalankan aksi selanjutnya.

Oprasi mereka berjalan senyap, biasanya dilakukan malam hari. Pelancong yang ditargetkan tidak menduga jika dirinya akan dicekik dengan saputangan atau dijerat sampai tewas. Semuanya dilakukan dengan cepat dan tenang, tidak meninggalkan darah dan tidak memerlukan senjata khusus.

Setelah tewas, mereka akan merampok korban dan mengubur mereka dengan hati-hati. Mereka bekerja dalam tim dan kordinasi yang rapih, baik selama pendekatan dan penyusupan sampai tahap eksekusi. Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing seperti pengintai, pemikat wisatawan atau peran pembunuh.

Menurut Guinness Book of Records, Thuggees bertanggung jawab atas sekitar dua juta kematian. Namun perkiraan tersebut bersifat relatif karena tidak ada sumber yang dapat diandalkan untuk mengkonfirmasi kapan praktek ini dimulai.

Kemunculan Thuggees sebagai  kelompok terorganisir yang berbeda dengan pencuri atau bukan pembunuh biasa termuat dalam catatan tertua tahun 1356 yang ditulis Ziya’-ud-Din Barani tentang Fīrūz Shāh.

Ziya’-ud-Din Barani adalah muslim India dan sejarawan yang menulis sejarah India. Dia pejabat tinggi yang tinggal di istana Sultan Muhammad Tughlak selama tujuh belas tahun. Tarikh Fīrūzshāhī ini, ditulis pada tahun 1357, berisi sejarah para Sultan Delhi dari tahun Islam 662 (1263) hingga 758 (1357).

Asal usul para preman ini berasal dari tujuh suku Muslim. Namun pengaruh Hindu dominan mendasari dalam motivasi tindakan mereka. Para anggota Thugee menyembah Dewi Kali yang menguasai kehancuran dan pembaruan.

Alasan itu menjadi dasar tindakan Thugge sebagai upaya membantu Dewi Kali untuk menjaga keseimbangan dunia antara kebaikan dan kejahatan. Terbukti bahwa semua pembunuh Thuggee dimotivasi oleh takhayul dan ritual umum yang menyebabkan Thugge dicap sebagai sekte.

Persaudaraan di antara mereka memiliki simbol atau tanda tersendiri yang disebut ramasi. Tanda-tanda tersebut akan dikenali oleh setiap anggota di manapun berada bahkan sampai pelosok terjauh India.

Mereka juga terikat oleh seperangkat aturan, seperti larangan mencuri dan membunuh tanpa melakukan ritual terlebih dahulu. Para brahmana tidak boleh dibunuh karena kemurniannya, para wanita tidak dibunuh karena dianggap sebagai penjelmaan Kali dan orang sakit yang dibunuh dianggap pengorbanan yang tidak layak.

Keanggotaan dalam persaudaraan Thuggees berlangsung turun temurun. Diwariskan dari ayah ke anak. Mereka dilatih dengan seorang guru, mirip dengan magang agar bisa direkrut. Terkadang anak-anak dari pengembara yang terbunuh dipersiapkan untuk menjadi preman, karena kehadiran anak-anak akan membantu menghilangkan kecurigaan.

Tradisi pembuhanThuggee akhirnya dapat ditekan oleh penguasa Inggris di India tahun 1836 – 1848 setelah implementasi undang-undang Thuggee dan Dacoity Suppression Acts. Undang-undnag tersebut  berisi tindakan hukum yang disahkan oleh di British India di bawah kekuasaan East India Company.

Tindakan itu melarang praktik ritual pembunuhan, mutilasi dan perampokan yang terjadi di India Utara dan Tengah. Undang-undang itu juga melarang dacoity, istilah bandit atau penjahat yang lazim digunakan di India. Dan bagi yang melanggar akan diganjar hukuman seumur hidup dengan kerja keras.

Sejumlah strategi diimplementasikan untuk membantu keberhasilan undang-undang tersebut, diantaranya pemberian insentif bagi anggota geng yang menyerahkan rekan-rekan mereka dan menyebarkan informasi secara luas tentang perilaku Thuggee,  untuk memperingatkan pelancong dan masyarakat umum.

Akhirnya, setelah sekitar enam abad kekacauan terjadi di seluruh India, kehidupan Thuggee berakhir. Namun hari ini, reputasi atas nama mereka banyak digunakan di seluruh dunia untuk merujuk pada penjahat muda yang agresif dan kejam. [*]

Baca Juga :

Exit mobile version