Mantan Direktur Kemahasiswaan Sesalkan Adanya Sexual Consent dalam Materi PKKBM UI 2020
“Paradigma sexual consent adalah paradigma feminisme liberal barat yang justru memberikan justifikasi untuk menerabas batas-batas norma kita sebagai bangsa yang menghormati norma agama dan budaya ketimuran,” kata dia.
JERNIH– Mantan Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia, Kamarudin, membenarkan adanya pendekatan sexual consent dalam materi presentasi “Peduli, Hindari, dan Cegah Tindak Kekerasan Sexual” yang disampaikan Puska Gender UI kepada mahasiswa baru Universitas Indonesia dalam Program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKBM) 2020.
“Itu benar. Saya menyaksikan langsung bahwa ada materi itu yang dimuat di akun youtube resmi milik Direktorat Kemahasiswaan UI,” kata Kamarudin dalam sebuah rilis yang diterima Jernih.co. Menurut Kamarudin, pendekatan sexual consent (persetujuan para pihak dalam melakukan aktivitas seksual) dalam materi tentang kekerasan seksual itu kontroversial. “Apalagi yang disampaikan berasal dari rancangan undang-undang yang belum resmi jadi undang-undang,”kata dia.
Menurut pengajar ilmu politik tersebut, banyak koleganya di jajaran pengajar Universitas Indonesia juga tidak setuju dengan materi tersebut. Mereka berharap pihak Direktorat Kemahasiswaan UI menarik materi tersebut dari akun Youtube. “Banyak teman dosen UI yang tidak setuju dengan materi tersebut,”kata Kamarudin.
Menurut Kamarudin, seharusnya pemateri tidak hanya membingkai materi pencegahan kekerasan seksual dengan pendekatan sexual consent, melainkan menggunakan pendekatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, norma-norma agama dan budaya Indonesia dalam materi tersebut.
“Paradigma sexual consent adalah paradigma feminisme liberal barat yang justru memberikan justifikasi untuk menerabas batas-batas norma kita sebagai bangsa yang menghormati norma agama dan budaya ketimuran,” kata dia. Dengan pendekatan permisif seperti itu, menurut dia, tidak penting lagi hukum halal-haram dalam agama, tidak penting melanggar hukum atau tidak, tidak penting apakah itu pantas atau tidak pantas. “Yang paling penting kedua belah pihak setuju atau consent untuk melakukan aktivitas seks. Ini tentu bahaya.”
Bagi Kamarudin, seharusnya pendidikan seks juga mengajarkan mana yang boleh dan tidak boleh dalam dibingkai norma hukum dan agama. “Bukan sekadar persetujuan dua pihak yang menimbulkan sikap permisif terhadap perilaku seks bebas. Materi pencegahan kekerasan seksual harus komprehensif tidak boleh parsial,” kata dia, panjang lebar.
Ia memastikan, materi seperti itu tidak pernah ada ketika dirinya diamanahkan sebagai direktur kemahasiswaan UI. “Mungkin Direktur Kemahasiswaan UI saat ini punya misi khusus sehingga materi seperti itu diwajibkan ada untuk mahasiswa baru,” ujar dia.
Meski demikian, Kamarudin bersyukur Direktorat Kemahasiswaan UI sudah menarik materi tersebut. “Artinya mereka menyadari ini sebuah kesalahan yang seharusnya tidak dilanjutkan. Saya kira, ke depan sebaiknya Direktorat Kemahasiswaa UI harus lebih hati-hati dan selektif memilih materi, agar tidak membuat kontroversi dan kekhawatiran terhadap mahasiswa baru dan orang tua,” kata dia. [ ]