Mark Zuckerberg ‘Beli’ Pemilu AS 2020 Rp 5,9 Triliun
- Mark Zuckerberg menggelontorkan uang itu ke dua organisasi nirlaba.
- Uang disalurkan ke panitia pemilihan umum daerah, khususnya di negara bagian yang menjadi arena pertempuran.
JERNIH — CEO Facebook Mark Zuckerberg menggelontorkan 419 juta dolar AS, atau Rp 5,9 triliun, ke organisasi nirlaba nonpartisan kecil untuk memanipulasi kantor pemilihan dan memberi tip kepada skala yang mendukung Partai Demokrat.
Dalam penelitian yang diterbitkan The Federalist, analisis yang dilakukan William Doyle PhD — peneliti utamadi Caesar Rodney Election Research Institute di Texax — menunjukan pendanaan sumber daya swasta menargetkan negara bagian yang menjadi medan pertempuran utama. Tujuannya meningkatkan margin suara kandidat presiden dari Partai Demokrat, yaitu Joe Biden.
Di negara bagian Georgia, Joe Biden menang dengan selisih 12 ribu suara. Di Arizona, Biden menang dengan 10 ribu suara. Kemenangan tipis inilah yang membuat Joe Biden secara nasional menang dan melenggang ke Gedung Putih.
Laporan itu mengklaim uang sebanyak itu bukan lobi kampanye tradisional, tapi manipulasi cerdas dari ‘celah hukum’ yang memungkinkan pemilihan 2020 dibeli oleh satu orang terkaya di dunia.
Menurut Doyle dan timnya, pendanaan swasta untuk lembag pemilihan umum berbeda dengan pendanaan kampanye presiden November 2020 dan sebelunya.
Dua organisasi nirlaba yang didanai Zuckerberg adalah The Center for Technology and Civic Life (CTCL) and The Center for Election Innovation and Research (CEIR). Keduanya menyalurkan dana dari juragan Facebook ke kantor pemilihan daerah.
Dana itu tersebar sampai ke tingkat kota dan distrik. Lembaga pemilu di daerah mendongkrak suara demokrat mulai dari praktik administrasi, perjanjian berbagi data, hingga kampanye penjangkauan langsung ke negara bagian utama.
Contoh, organisasi nirlaba itu mendanai ‘navigator suara’. Orang-orang ditugaskan membantu pemilih, dan berada di depan pintu bilik suara. Navigator suara menjawab pertanyaan, dan membantu pemilihan surat suara.
Tugas lain navigator suara adalah menandatangani surat suara orang-orang yang tidak hadir. Selain itu, sebuah agen kepegawaian yang berafiliasi dengan pemimpin politik dan aktivis suara Stacey Abrams, sering disebut Wajah Bahagia, seolah-olah didirikan sementara untuk menghitung suara pada malam pemilihan di Fulton County, Georgia.
Berkedok memberi bantuan pemungutan suara selama pandemi Covid-19, CTCL dilaporkan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menadpatkan suara di wilayah Partai Demokrat.
Analisis menyebutkan cara-cara CTCL mencapai tujuannya dengan menggunakan organisasi nirlaba, platform media sosial, dan influencer pemilihan media sosial. Ini termasuk pemungutan suara melalui surat universal — sesuatu yang diperingatkan Donald Trump sejak awab sebagai bencana dan penuh penyimpangan.
Pendanaan ke kantor pemilihan, melalui organisasi nirlaba, dilakukan untuk memperpanjang tengat waktu agar penggunaan surat universal lebih disukai dibanding pemungutan suara lansgung.
Inilah yang diyakini membuat suara Joe Biden menggelembung, ketika surat suara yang masuk dapat ditolak karena kesalahan, seperti tanda tangan yang hilang atau tidak cocok.
Pemungutan suara ilegal juga diaktifkan oleh CTCL, melalui proliferasi drop box pribadi yang tidak diawasi sebagai bagian dari novel pemilihan surat suara melalui pos.
CTCL menyalurkan sumber daya, menurut penelitian, untuk meningkatkan jumlah pekerja jajak pendapat sementara, sebagai bagian infiltrasi rahasia kantor pemilihan oleh aktivis Partai Demokrat yang dibayar.
Laporan itu mengklaim jumlah uang tambahan yang mengejutkan mengalir ka katnor pemilihan di daerah pemilihan Demokrat. Dua organisasi di atas bertanggung jawab atas peningkatan sampai 85 persen total dana pemilihan tambahan yang terkonsentrasi di kota-kota.