Naikkan PPN Jadi 11 Persen, Faisal Basri : Pemerintah Berpihak ke Mana?
Makanya, sudah jadi kewajiban bagi pemerintah membuat kebijakan yang adil dan berpihak kepada masyarakat kebanyakan yang berada di kategori ekonomi kecil. Sebab jika begini terus-terusan, Faisal bilang, bukan tak mungkin rakyat bakal marah.
JERNIH-Demi menggenjot penerimaan pajak, pemerintah bersama DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada 7 Oktober 2021 lalu. Rencananya, aturan ini bakal resmi berlaku di negeri ini pada 1 April mendatang untuk semua jenis barang yang diperjual belikan secara resmi.
Dalam pasal 17 ayat 1 B disebutkan bahwa wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha terkena pajak penghasilan sebesar 22 persen alias tidak naik. Namun, ada kenaikan bagi Pajak Pertambahan Nilai dari 10 menjadi 11 persen.
Faisal Basri yang selama ini selalu menyoroti kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, kembali bersuara. Dia menyayangkan, keputusan ini ta dibarengi pada pajak keuntungan perusahaan besar. Apalagi, raksasa-raksasa itu selama ini sudah mendapat banyak fasilitas termasuk keringanan pajak. Bahkan dugaannya, perusahaan smelter asal Cina di republik ini tak bayar pajak sama sekali.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN Indonesia TV dia menyebutkan fasilitas istimewa yang didapat perusahaan besar jauh lebih banyak. Contohnya, pajak keuntungan yang tadinya 25 persen di tahun 2019, malah diturunkan jadi 22 persen di tahun 2021 dan tetap tak ada perubahan di tahun ini.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, menurut ekonom ini, tentu saja menjadi beban masyarakat luas yang membeli barang-barang kena pajak. Dan di mata Faisal, keputusan pemerintah mengerek naik sangat memaksakan bahkan menyayat hati.
“Kok pajak keuntungan perusahaan diturunkan (jika dilihat sejak 2019 ke 2021). Kemudian, perusahaan smelter China bayar pajaknya nol,” kata dia.
Lalu, di sebelah mana pemerintah berpihak saat ini? Pertanyaan itu pun disodorkan Faisal sebab penguasa sepertinya cuma mau membuat kebijakan yang bikin untung masyarakat Cina, bukan negeri ini.
“Semua dikecualikan bagi mereka (China), bahkan mereka akan mendapatkan fasilitas royalti nol persen. UU nya sedang dibahas, jadi semua diberikan atas nama investasi, semua dibebankan pada rakyat,” kata Faisal.
Tentu, imbas berikutnya dengan dinaikkannya PPN dari 10 persen menjadi 11 persen bakal menekan daya beli masyarakat. Sebab seperti dikatakan banyak pihak termasuk pemerintah sendiri, daya beli hingga saat ini masih lemah. Belum lagi, baik kena efek atau tidak dari perang antara Rusia dan Ukraina, harga sejumlah komoditas sudah naik. Plus, perubahan iklim yang turut juga harga pangan dunia ikut-ikutan naik.
“Ini ancaman yang lebih besar daripada PPN dan pada saat yang sama PPN ini menambah beban,” ujar Faisal.
Makanya, sudah jadi kewajiban bagi pemerintah membuat kebijakan yang adil dan berpihak kepada masyarakat kebanyakan yang berada di kategori ekonomi kecil. Sebab jika begini terus-terusan, Faisal bilang, bukan tak mungkin rakyat bakal marah.
“Saya tidak bisa membayangkan kalau rakyat marah,” ujar Faisal.[]