Singapura Hapus Izin Khusus Shalat Jumat Bagi Pekerja Migran
- Singapura adalah rumah bagi 300 ribu pekerja migran asal Asia Selatan.
- Selama Covid-19 mereka harus mendapatkan izin khusus shalat Jumat.
JERNIH — Pekerja migran kini bebas meninggalkan asrama untuk shalat Jumat, menyusul keputusan Singapura mengapus izin khusus yang dikiritk sebagai pembatasan diskriminatif.
Desiree Leong, dari Organisasi Kemanusiaan untuk Ekonomi Migrasi, menyambut baik penghapusan ijin khusus shalat Jumat bagi pekerja migran. Selama dua tahun pandemi izin itu berlaku, dan Leong tak berhenti mengkritik.
“Kita tidak lagi memiliki pembatasan pergerakan,” kata Leong. “Sulit memahami mengapa pemabatasan seperti berlaku bagi pekerja migran.
Singapura adalah rumah bagi 300 ribu pekerja migran dari Asia Selatan. Mereka tinggal di asrama, dengan kamar tidur bersama atau ranjang susun.
Di awal pandemi, kondisi asrama rumah susun yang buruk terungkap ke permukaan. Aktivis bereaksi dan melihat lebih dalam. Kondisi paling buruk dialami buruh migran bergaji paling rendah.
Pemerintah Singapura menerapkan berbagai pembatasan pergerakan buruh migran selama pandemi. Salah satunya dengan menerapkan ijin khusus bagi yang ingin shalat Jumat.
Pada hari-hari, jika tidak ada pekerjaan, buruh migran itu dikurung di asrama. Hanya mereka yang bekerja di pabrik atau menjalankan tugas lain boleh meninggalkan asrama.
Setelah angka penularan Covid-19 melandai, Singapura melonggarkan pembatasan. Buruh migran memanfaatkan kesempatan dengan mengunjungi pusat reakreasi, tapi tetap memberlakukan ijin khusus shalat Jumat.
Langkah itu dimaksudkan untuk mengontrol potensi penyebaran Covid-19 di daerah tertentu.