Site icon Jernih.co

Pengamat Pertanyakan Sikap ASEAN dalam Kasus Penyekapan 60 WNI di Kamboja

Ilustrasi pekerja migran Indonesia

Robi menyayangkan kejadian tersebut tersebut karena terjadi di negara di mana Ketua ASEAN sekarang adalah Kamboja yang semestinya menjadi motor penggerak berbagai kesepakatan dalam ASEAN, termasuk dalam peningkatan perlindungan terhadap pekerja migran di kawasan ASEAN.

JERNIH—Kasus penipuan rekrutmen 60 tenaga kerja Indonesia di Kamboja membuat pengamat hubungan internasional FISIP Universitas Nasional (UNAS), Robi Nurhadi, mempertanyakan realisasi kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN di Manila, Filipina, tahun 2017 tentang ASEAN Consensus on the Promotion and Protection of the Rights of Migrant Workers, atau “Konsensus ASEAN 2017”. Menurut Robi, dengan pengabaian ASEAN akan konsensus tersebut membuktikan consensus itu tumpul.

“Kejadian yang menimpa saudara-saudara kita di Kamboja patut disayangkan karena menunjukan lengahnya ASEAN dalam memproteksi komunitas ASEAN. Jadi, ini ASEAN kemana?” kata Robi, dosen senior di Jurusan Hubungan Internasional UNAS tersebut.

Robi menyayangkan kejadian tersebut tersebut karena terjadi di negara di mana Ketua ASEAN sekarang adalah Kamboja yang semestinya menjadi motor penggerak berbagai kesepakatan dalam ASEAN, termasuk dalam peningkatan perlindungan terhadap pekerja migran di kawasan ASEAN.

Dalam “Konsensus ASEAN 2017” tersebut, menurut alumni Center for History, Politic and Strategy UKM Malaysia itu, semua warga ASEAN mendapatkan hak-hak pekerja migran yang mampu melindunginya dari kemungkinan terjadinya penipuan perusahaan perekrut tenaga kerja.

“Semua pekerja migran di negara-negara ASEAN berhak menyampaikan keluhan kepada otoritas terkait serta mendapatkan bantuan dari perwakilan pemerintah di negara penempatan. Jadi, keluhan saja dijamin, kok ini sampai terjadi penyekapan?”kata Robi mempertanyakan.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana UNAS tersebut, mestinya 60 pekerja Indonesia dilindungi oleh ASEAN terkait kebebasan bergerak atau berpindah tempat di negara penempatan. Mereka juga berhak mendapatkan akses informasi ketenagakerjaan, baik di Indonesia sebagai negara pengirim maupun di Kamboja sebagai negara penerima.

“Peristiwa penyekapan tersebut menegaskan tidak adanya hak-hak yang dijamin dalam Konsensus ASEAN 2017 tersebut. Juga menunjukan lemahnya kehadiran negara melalui kementerian dan badan terkait,” kata Robi, menambahkan.

Untuk itu dirinya berharap peristiwa penyekapan 60 WNI di Kamboja itu menjadi perhatian Presiden Jokowi untuk mengevaluasi instansi penanggung jawab masalah tersebut. “Terlebih lagi, Indonesia akan menjadi penerima estafet kepemimpinan ASEAN setelah Kamboja ini. Jangan sampai terulang!” kata Robi, mewanti-wanti.

Robi mengatakan dirinya mengapresiasi semua pihak yang sudah responsif dalam mengambil tanggung jawab dalam menangani masalah penyekapan tersebut. “Saya mengapresiasi Menlu Retno. Beliau sigap menjelaskan langkah-langkah penangannya, sehingga 55 orang di antara pekerja sudah selamat,” kata Robi. [rls]

Exit mobile version