Crispy

Pengamat Sosial: SKB 3 Menteri, Wujud Semangat Toleransi

SKB menjadi sebuah sinyal untuk terus mengingatkan masyarakat di sepanjang hayat, bahwa toleransi tidak cukup hanya sekedar tahu, tapi juga harus dilatih.

JAKARTA – Toleransi sebetulnya adalah betuk cerminan dari sila ketiga Pancasila yaitu Persatun Indonesia. Kemudian, Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri tentang pakaian seragam dan atribut di sekolah adalah wujud dari semangat toleransi tersebut. 

Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia,  Devie Rahmawati, menjelaskan Indonesia merupakan bangsa besar, karena berbagai suku, agama, ras, dan golongan dapat hidup damai, saling menghormati, dan sepakat untuk bahu membahu membangun negeri. 

“Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu, bukan hanya menjadi kekayan lokal nusantara, tetapi kekayaan kemanusiaan. Tuhanlah yang menghadirkan perbedaan ini,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).

Dengan perbedaan yang bermacam-macam itu, hanya ada satu kekuatan yang mampu merekatkan seluruh perbedaan fisik, geografis, historis, dan sosiologis yaitu toleransi.

Karena itu, dibutuhkan kesabaran dan konsistensi untuk terus mengkomunikasikann filosofi dan praktik dari toleransi. Pemerintah perlu menggandeng para tokoh yang akan didengar setiap kelompok di masyarakat. 

“Perlu diidentifikasi siapa tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di setiap wilayah atau kelompok tersebut,” kata dia.

”Para tokoh inilah yang perlu diajak bicara terlebih dahulu tentang semangat dari SKB ini,” Devie menambahkan.

Menurut dia, ada beberapa kategori yang masuk dalam tokoh sebagai patron masyarakat, di antaranya pertama, individu-individu yang memiliki kekuasaan (RT, Lurah, Kades hingga presiden). Kedua,  ketenaran (para selebritis). Ketiga, kekayaan dan keempat yaitu kewibawaan.

”Ketika para patron (panutan publik) ini menunjukkan sebuah perilaku, maka akan menimbulkan bandwagon effect (dampak ikutan). Ibaratnya lokomotif dan gerbong,” katanya.

Ia mengatakan, SKB menjadi sebuah sinyal untuk terus mengingatkan masyarakat di sepanjang hayat, bahwa toleransi tidak cukup hanya sekedar tahu, tapi juga harus dilatih.

“Toleransi termasuk dalam keterampilan sosial dan harus dilatih bukan cuma dihafalkan,” ujar Devie.

Oleh sebab itu, toleransi dalam prakteknya tidak boleh memaksakan. Disamping, untuk menjadi masyarakat dunia yang baik, harus belajar menghormati orang lain. [Fan]

Back to top button