Dokter Wabah, Ikon Kematian Wabah Black Death
JERNIH.CO – Saat pandemi Covid-19 melanda berbagai negara, Alat Pelindung Diri (APD) yang dikenakan oleh pejuang medis menjadi pemandangan yang akrab sehari-hari. Seragam hazardous materials (hazmat) lengkap dengan hoodie, pelindung wajah, pelindung mata (goggles), masker (respirator), sarung tangan dan sapatu boot menjadi tameng andalan untuk mencegah terinfeksi virus.
Penggunaan APD tersebut diatur dalam dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) pasal 6, ayat 1 nomor 27 tahun 2017 yang menyatakan komite atau tim PPI dibentuk untuk menyelenggarakan tata kelola PPI yang baik agar mutu pelayanan medis serta keselamatan pasien dan pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan terjamin dan terlindungi.
Penggunaan seragam tempur bagi petugas medis yang bekerja di garis depan menghadapi wabah setidaknya telah dimulai sejak abad 17 M saat wabah Black Death (Kematian Hitam) melanda Eropa. Saat itu, petugas kesehatan yang dikenal dengan nama dokter wabah menggunakan kostum khas yang berfungsi untuk melindungi dirinya dari wabah.
Kostum dokter wabah yang unik sengaja dirancang untuk mencegah wabah maut yang mematikan. Dokter wabah dengan seragamnya menjadi sosok ikonik yang memeriksa korban wabah, hidup atau mati. Kehadirannya dengan topi, masker paruh burung dan jubah serta tongkat bagaikan burung gagak dari era black death.
Dokter wabah adalah dokter Eropa yang memiliki spesialisasi memeriksa, merawat bahkan menguburkan orang yang mati karena wabah. Dokter wabah merupakan pegawai negeri yang bersedia terjun langsung ke pusaran wabah karena disewa oleh desa atau dewan kota yang membutuhkan penanganan langsung saat kasus wabah muncul.
Selain itu dokter wabah juga bertanggung jawab untuk menghitung jumlah korban dan menuliskannya untuk dipublikasikan. Tugas lain dari dokter wabah mendokumentasikan keinginan terakhir pasien dan sering dipanggil untuk bersaksi kehendak orang yang sekarat. Kadang-kadang, dokter wabah bahkan diminta untuk melakukan otopsi dan menyelidiki bagaimana wabah itu dapat diobati.
Baca Juga : The Black Death : Teror Kematian di Abad 14 yang Menghapus 60 persen Warga Eropa
Karena menyadari bahwa kontak fisik dengan penderita selalu terjadi saat melakukan pekerjaannya maka Charles de l’Orme, kepala dokter yang pernah bertuan kepada tiga orang raja Perancis yaitu Henri IV, Louis XIII dan Louis XIV menciptakan pakaian pelindun g yang khas tahun 1619. de Lorme yang juga bekerja dalam pelayanan keluarga Medici Italia merasa penting untuk membuat pakaian pelindung sebagai tindakan pencegahan dari risiko sakit karena tertular.
Pakaian pelindung l’Orme terdiri dari beberapa elemen yang mudah dikenali. Topi yang dikenakan di kepala dokter wabah terbuat dari kulit untuk menunjukkan bahwa pemakainya adalah seorang dokter. Selain sebagai simbol topi tersebut juga dianggap memberikan perlindungan dengan menjauhkan beberapa bakteri.
Atribut lainnya yang paling menonjol dan terkenal adalah topeng dokter yang berbentuk paruh burung yang panjangnya setengah kaki dan diberi dua lubang untuk bernafas. Bagian matanya dipasang kaca. Topeng tersebut memiliki beberapa fungsi selain sebagai masker, uga diyakini bahwa wabah penyakit akan berpindah dari pasien ke pakaian khusus dokter wabah karena kepercayaan saat itu menganggap bahwa wabah disebarkan oleh burung.
Baca Juga : Pandemik di Athena Gambaran Covid-19 di Abad Milenial
Di bagian dalam paruh dari masker atau topeng dokter diisi oleh bahan-bahan yang mengeluarkan zat berbau kuat seperti ambergris, mint atau kelopak mawar. Ambergris adalah hasil sekresi dari saluran pencernaan paus berbentuk semacam lilin yang sangat langka dan mahal harganya karena digunakan sebagai pengawet parfum terbaik.
Adanya aroma di dalam paruh masker dimaksudkan untuk menangkal penyakit karena saat itu udara yang buruk dipercaya sebagai penyebar penyakit. Selain itu untuk mengusir bau busuk yang disebabkan dampak penyakit terhadap manusia. Teori Miasma mengemukakan bahwa penyakit dibawa oleh awan uap beracun di udara, yang diciptakan oleh pembusukan dan dapat diidentifikasi dengan bau yang tidak sedap.
Dokter wabah mengenakan setelan berupa mantel panjang sampai kaki. leher mantel di selipkan kedalam topeng burung. Seluruh permukaan mantel dilapisi lemak yang dipercaya dapat menarik penyakit dari korban serta untuk mencegah cairan dari penderita menempel di mantel. Lorme juga merancang celana dan sarung tangan dokter wabah dari kulit dan sepatu bot dari kulit maroko (kambing).
Atribut lainnya dari dokter wabah adalah tongkat kayu yang memiliki berapa fungsi, yaitu utuk memeriksa pasien tanpa menyentuhnya dan untuk menunjukkan kepada pembantunya atau anggota keluarga korban bagaimana dan ke mana harus memindahkan pasien atau orang yang meninggal. Selain itu, tongkat itu dapat digunakan sebagai pertahanan terhadap serangan pasien yang putus asa.
Kostum dokter wabah dikenakan selama wabah tahun 1656 yang menewaskan 145.000 orang di Roma dan 300.000 di Naples. Kostum ini setidaknya mampu menahan gigitan kutu dan hewan pengerat yang menjadi sumber wabah saat itu. Namun efektifitas terhadap bakteri tidak dapat diandalkan karena banyak dokter wabah menjadi korban wabah itu sendiri.
Carlo M. Cipolla dalam A Plague Doctor menuliskan bahwa dokter wabah yang mengunjungi seorang pasien tidak hanya akan dengan mudah tertular infeksi tetapi juga akan menularkanya ke orang lain. Saat itu sudah ada komunitas dokter wabah. Pekerjaan mereka tidak hanya sangat berbahaya tetapi juga sangat tidak menyenangkan
Mereka yang melamar posisi seperti itu biasanya adalah dokter kelas dua yang tidak terlalu berhasil dalam praktik mereka atau dokter muda yang sedang membangun karirnya. Sebelum melakukan pekerjaannya seorang dikter wabah akan melakukan kontrak perjanjian dengan pihak yang memintanya. Cukup banyak bukti teks-teks perjanjian antara dokter wabah dan pemerintah kota.
Tawar-menawar soal dalam kontrak kerap terjadi. Pada 10 Mei 1630, dewan kota Torino mempertimbangkan pengajuan gaji yang diminta oleh salah seorang dokter wabah yang bernama Dr. Maletto. Dewan kota akhirnya mengabulkan permintaan itu karena akan sulit menemukan dokter yang mau menangani wabah.
Peranan dokter wabah sudah ada dimasa sebelumnya. Dalam Arsip umum di Pavia (Lombardy) bertanggal 6 Mei 1479 ada tiga konsep awal kesepakatan yang dicapai antara komunitas kota Pavia dengan seorang dokter wabah bernama Giovanni de Ventura untuk mengobati pasien yang menderita wabah.
Klausul pertama masyarakat berjanji akan menggaji bersih bersih Dr. Ventura 30 florin setiap bulan, diluar biaya hidup. Klausul kedua berupa revisi dari perjanjian membayar uang muka selama dua bulan menjadi gajih satu bulan. Klausul ketiga menyatakan bahwa masyarakat harus menepati janji membayar gaji yang memadai kepada dokter.
Florin merupakan koin uang yang dibuat dari tahun 1252 M hingga 1533 M digunakan di beberapa negara eropa seperti Belanda dan Inggris. Konversi moneter yang dimulai tahun 1354, standar satu florin adalah 3,54 gram dengan kandungan emas 98 persen.
Pada tahun 1419 M, berat florin sedikit berkurang menjadi 3,51 gram dan kandungan emasnya turun menjadi 79 persen. Bayaran Dr. Ventura di tahun 1479 masih mengikuti konversi tahun 1419 M. Tiga klausul itu kemudian ditambah beberapa klausal lainnya diantaranya masyarakat akan memberi rumah yang nyaman secara gratis atau dengan harga sewa yang dikurangi untuk Dr. Ventura. [ ]