
Imam Malik rahimahullah, pernah berkata kepada anak muridnya, “Pelajarilah adab sebelum menuntut ilmu.” Bahkan para orang tua di zaman dahulu kerap mengirim anak-anak mereka untuk belajar akhlak dan adab dari para guru sebelum mereka diajarkan membaca atau menulis. Mengapa? Karena mereka memahami bahwa ilmu tanpa adab hanya akan melahirkan kesombongan, keangkuhan, dan kerusakan.
Oleh : Iswadi*
JERNIH– Di tengah kemajuan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan telah menjadi pilar utama dalam membangun peradaban. Orang yang berilmu dihargai, dijadikan panutan, dan bahkan dipercaya untuk memimpin. Ilmu membuat seseorang mampu membaca dunia, memahami realitas, dan menciptakan solusi. Namun, di balik kehebatan ilmu, ada sesuatu yang lebih halus namun jauh lebih mendalam adab
Adab bukan sekadar tata krama atau sopan santun dalam pergaulan. Ia adalah fondasi moral dan spiritual yang membentuk karakter seseorang. Adab mencakup akhlak, sikap hormat kepada orang lain, rendah hati, serta kesadaran diri dalam bertindak dan berbicara. Tanpa adab, ilmu yang tinggi pun bisa menjadi senjata yang membahayakan.
Banyak ulama terdahulu yang meletakkan adab di atas ilmu. Imam Malik rahimahullah, misalnya, pernah berkata kepada anak muridnya, “Pelajarilah adab sebelum menuntut ilmu.” Bahkan para orang tua di zaman dahulu kerap mengirim anak-anak mereka untuk belajar akhlak dan adab dari para guru sebelum mereka diajarkan membaca atau menulis. Mengapa? Karena mereka memahami bahwa ilmu tanpa adab hanya akan melahirkan kesombongan, keangkuhan, dan kerusakan.
Bayangkan seseorang yang sangat cerdas, menguasai banyak bidang ilmu, namun angkuh, meremehkan orang lain, dan suka merendahkan. Ilmunya tidak membawa kebaikan bagi sekitar, bahkan bisa menjadi sumber perpecahan. Sebaliknya, seseorang yang beradab, meskipun belum memiliki banyak ilmu, akan selalu bersikap rendah hati, menghormati pendapat, serta menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan. Inilah yang menjadikan adab sebagai kemuliaan sejati.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan bagaimana adab mencerminkan kepribadian seseorang. Seorang murid yang beradab akan menghormati gurunya, tidak memotong pembicaraan, dan menerima ilmu dengan penuh kesungguhan. Seorang pemimpin yang beradab akan memimpin dengan kasih sayang, mendengarkan dengan hati, dan bertindak dengan adil. Sementara itu, ilmu meskipun penting akan jauh lebih bermakna jika dibingkai oleh adab.
Adab juga menjadi kunci agar ilmu menjadi berkah dan bermanfaat. Ilmu yang didapat dengan sikap hormat, kerendahan hati, dan niat yang tulus akan membawa keberkahan yang berlipat. Sementara ilmu yang diperoleh dengan sombong, merasa paling benar, dan mengabaikan etika hanya akan melahirkan ego dan kekacauan. Rasulullah Nabi Muhammad SAW , sebagai manusia paling mulia, adalah contoh teladan bagaimana ilmu dan adab berpadu sempurna. Beliau bukan hanya menyampaikan wahyu dan ilmu, tapi juga menunjukkan bagaimana menjadi manusia yang santun, jujur, penyayang, dan berakhlak luhur.
Di era modern ini, kita membutuhkan lebih banyak orang yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga bijak dalam bersikap. Dunia bukan kekurangan orang pintar, tapi sering kekurangan orang beradab. Di media sosial, di lembaga pendidikan, di pemerintahan, hingga di lingkup keluarga, kita membutuhkan pribadi-pribadi yang mampu mengedepankan adab di atas segala bentuk kepintaran.
Maka penting bagi kita baik sebagai pelajar, pendidik, pemimpin, maupun masyarakat umum untuk terus menanamkan adab dalam kehidupan. Pendidikan karakter bukan pelengkap, tapi inti dari proses pendidikan itu sendiri. Anak-anak perlu diajarkan untuk menghormati, bukan hanya menghafal. Generasi muda perlu dibekali bukan hanya dengan rumus dan teori, tapi juga dengan empati, tanggung jawab, dan kesadaran sosial.
Adab juga bukan sesuatu yang otomatis hadir dengan usia atau jabatan. Ia perlu dipelajari, dipraktikkan, dan dihidupkan dalam keseharian. Ia lahir dari kesadaran diri bahwa manusia, sesempurna apa pun ilmunya, tetap makhluk yang terbatas. Kesadaran ini melahirkan kerendahan hati, yang menjadi gerbang menuju kemuliaan sejati.
Sebagai refleksi, marilah kita renungkan: ilmu membuat kita hebat, tapi adablah yang membuat kita mulia. Jadikan ilmu sebagai alat untuk memperbaiki dunia, dan adab sebagai pelita yang menuntun hati. Dengan ilmu kita terangkat, dengan adab kita dihormati. Karena pada akhirnya, bukan seberapa banyak yang kita tahu, tapi bagaimana kita bersikap terhadap sesama manusia yang menentukan nilai kita di mata dunia dan di hadapan Allah SWT. [ ]
* Dr. Iswadi, M.Pd., dosen Universitas Esa Unggul Jakarta