Solilokui

Buka Puasa Massal Tinggal Kenangan

Apalagi dikaitkan dengan bulan Ramadhan sebagai bulan penuh kemurahan (syahrul muwassah). Sehingga, pemberian makanan-minuman bagi orang berbuka puasa bukanlah hal aneh. Melainkan sebuah kewajiban yang lumrah-lumrah saja

Oleh    :   Usep Romli H.M.

Gara-gara pandemic Covid-19, kumpul-kumpul dilarang. Juga salat berjamaah, salat Jumat, salat tarawih, dan buka bersama.

Maka yang massal-massal akan tinggal kenangan. Termasuk buka bersama massal di Masjidil Haram, Mekkah, dan Masjid Nabawi, Madinah. Di kedua masjid tersuci itu, buka puasa (ifthar) selalu berlangsung besar-besaran, tiap hari.  Diikuti belasan ribu orang.

Halaman kedua masjid tersuci tersebut, selalu penuh sesak dipadati para peserta “ifthar”. Baik penduduk setempat, maupun pendatang (terutama para jemaah umroh) dari berbagai negara, berbaur. Bersama-sama menikmati aneka hidangan yang disediakan penyelenggara.

Persiapan”ifthar” mulai sejak usai shalat asar. Lembar-lembar plastik panjang berbentuk tikar, dihamparkan di seluruh halaman masjid yang amat luas itu. Di atas plastik itu, diletakkan makanan-minuman yang akan disantap nanti. Mulai dari air mineral, susu, jus, kurma, buah-buahan, hingga nasi. Setiap orang yang datang, diarahkan ke tempat-tempat yang masih kosong.  

Hanya dalam sekejap, penuh sesaklah tempat tersebut. Orang-orang duduk bersila menunggu datangnya waktu berbuka. Sementara aneka jenis makanan dan minuman masih terus berdatangan. Dikirim oleh orang-orang yang ingin mendapat berkah dan pahala dari kemurahan memberi makanan-minuman  kepada yang berbuka berpuasa.

Memang ganjaran bagi yang memberi makanan-minuman untuk orang berbuka puasa, sangat besar. Allah SWT memberikan pahala sebesar pahala kepada orang yang berbuka puasa itu sendiri, walaupun yang diberikan hanya seteguk air, sehirup susu dan sebutir kurma (al hadits).

Memberi makan-minum, baik pada bulan Ramadhan, maupun hari-hari biasa, sudah menjadi tradisi di Madinah, sejak lama.  Terutama sejak awal peristiwa hijrah. Pada waktu itu, kaum Muhajirin (umat Islam Mekkah) berdatangan ke Madinah dalam kondisi lelah dan lapar, setelah menempuh perjalanan jauh (sekitar 500 km). Nabi Muhammad Saw meminta kepada kaum Anshar (umat Islam Madinah), menyediakan makanan-minuman seadanya, untuk menjamu kaum Muhajirin. Dengan tulus ikhlas dan patuh, kaum Anshar melaksanakan perintah Rasulullah Saw tersebut. Kemurahan hati Muslim Madinah itu, menjadi penyebab turunnya ayat Quran (asbabun nuzul),  Surat Al Hasyr ayat 9.

Apalagi dikaitkan dengan bulan Ramadhan sebagai bulan penuh kemurahan (syahrul muwassah). Sehingga, pemberian makanan-minuman bagi orang berbuka puasa bukanlah hal aneh. Melainkan sebuah kewajiban yang lumrah-lumrah saja.

Jika di Madinah, makanan-minuman bebas berasal dari siapa saja yang ingin bersedekah, di Masjidil Haram, Mekah, ditangani oleh lembaga atau yayasan khusus, yang para petugasnya menggunakan seragam putih rompi hijau.Tidak boleh sembarang orang mengirim makanan-minuman, tanpa melalui lembaga tersebut. Seorang jamaah umroh asal Garut, yang ingin membagikan langsung dodol Garut langsung ke tengah arena “ifthar” segera dicegah.

Yang menarik dari kegiatan “ifthar”, adalah penanganan sampah dan limbah. Begitu “ifthar” selesai, plastik tilam langsung digulung bersama sampah wadah dan sisa makanan. Hanya dalam beberapa menit, kondisi halaman masjid, baik Nabawi maupun Haram, bersih kembali. Langsung digunakan shalat oleh para jamaah yang tidak sempat masuk ke bagian dalam masjid.

Serangan virus Copid-19, ternyata mampu memporakporandakan jalinan kebaikan dan kebajikan, baik yang bersifat ritual “hablum minallah” (hubungan dengan Allah SWT), maupun bersifat sosial “hablum minannasy’ (hubungan dengan sesama makhluk). Sangat miris. Sangat tragis.  [  ]

Back to top button