Paspor Imunitas, Apa Itu?
- Paspor imunitas itu semacam sertifikat bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh untuk lepas dari kuncian.
- Bagaimana cara mendapat kekebalan tubuh? Ya terinfeksi dulu, lalu sembuh, dinyatakan kebal, dan diberi sertifikat.
- Di Cile, sertifikat berupa kertas. Di Cina, sertifikat berupa QR Code, atau seritifikat digital.
- Siapa yang kali pertama menerima manfaat paspor imunitas? Ya orang kaya. Orang kaya yang bebas bergerak akan berceramah tentang dunia yang baru.
- Orang miskin, ya silahkan mengurung diri selamanya. Atau diberi kebebasan tapi tertindas oleh smartphone.
- Jalan keluarnya, dalam situasi krisis seperti jangan identifikasi diri Anda dengan negara. Negara yang harus mengidentifikasi dirinya dengan Anda.
Berlin — Sejumlah negara Barat dikabarkan sedang membicarakan kemungkinan mengeluarkan papor imunitas. Pertanyannya, apa fungsi dan bagaimana implementasinya?
Yang juga perlu dipikirkan, bukankah paspor imunitas akan menjadi ancaman serius bagi kebebasan mendasar.
Paspor biasa digunakan untuk bepergian ke luar negeri. Paspor imunitas, demikian ide dasarnya, digunakan untuk menjalani kehidupan sehari-hari di dalam dunia yang didominasi isu virus korona. Artinya, paspor imunitas adalah jalan keluar bagi penduduk sehat untuk keluar dari kuncian.
Lacak dan Hapus
Premis dasar paspor imunitas adalah untuk mempercepat pembukaan kembali masyarakat, dengan membiarkan mereka yang kebal terhadap Covid-19 bergerak bebas. Hanya mereka yang tidak kebal, dan terjangkit, yang harus mematuhi kuncian.
Paspor imunitas bisa berupa apa saja. Di Cile, berupa kertas sertifikat. Di Barat, bisa berupa sertifikat digital yang tersimpan di smartphone, atau aplikasi, atau kode.
Cina menggunakan solusi ini. Semua orang Cina harus mendaftar untuk mendapatkan QR Code, yang mengunduh aplikasi. Aplikasi menggunakan sistem lampu lalu-lintas, yang memilah orang menjadi kelompok merah, kuning, atau hijau, berdasarkan status kesehatan mereka dan tingkat risiko Covid-19.
Namun, Peter Andrews — penulis sains berbasis di London — mengatakan cara ini tidak transparan.
Pengguna harus memasukan serangkaian informasi pribadi, termasuk tujuan kunjungan ke lokasi baru. Untuk menghentikan mereka menghindari aplikasi mereka perlu menggunakan kode QR-nya jika memasuki bangunan umum dan transportasi umum tetentu.
Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura, dikabarkan telah mengadopsi sistem ini.
Jika ini diterapkan di Barat, muncul keraguan pada tingkat pengawasan. Sebab, pemerintah negara-negara Barat tidak mampu dalam skala organisasi seperti ini.
Pengalih-dayaan, atau outsourcing ke swasta, mungkin bisa mengatasi masalah. Inggris, misalnya, telah berkonsultasi dengan perusahaan teknologi Onfido, yang berspesialisasi dalam biometrik wajah.
Di AS, Google dan Apple mengumumkan sedang bekerjasama mengembangkan teknologi pelacakan kontrak berbasis bluetooth, yang akan membantu negara-negara di seluruh dunia memperlambat penyebaran.
Namun, di tengah semua kegembiraan itu, muncul pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan paspor imunitas.
Pengawasan ya, Pengujian tidak
Jennifer Granick, ahli keamanan cyber, mengatakan kepada
ABC News bahwa tidak ada aplikasi pelacakan kontak yang dapat sepenuhnya efektis sampai ada pengujian luas, gratis, dan cepat.
Faktanya, banyak negara benar-benar gagal menerapkan pengujian massal. Kalau pun telah melakukannya, hasilnya tidak dapat diandalkan. Pengujian massal cenderung menghasilkan 50 sampai 70 persen negatif palsu.
Juga tidak diketahui apakah mereka yang telah terinfeksi dan sembuhh memiliki antibodi. Pertanyaannya, apakah antibodi dapat dipercaya memberikan kekebalan, dan untuk berapa lama?
Perkembangan terbaru menunjukan virus korona bermutasi, yang membuat penelitian tentang antibodi menjadi tidak berlaku.
Si Kaya dan Si Miskin
Ada masalah lain soal paspor imunitas. Jika paspor imunitas menjadi jalan menuju kebebasan, semua orang akan sangat ingin memiliki kekebalan. Jika kekebalan itu hanya bisa dicapai dengan terinfeksi lebih dulu, dan sembuh, anak-anak muda akan suka rela menginfeksikan diri.
Orang-orang muda yang sehat, atau belum terinfeksi, tidak rela menyaksikan rekan-rekan mereka berpesta dan bepergian ke mana suka.
Paspor imunitas akan menjadi cap superioritas dalam masyarakat dua tingkat. Yang kaya memiliki kebebasan, dengan menjadikan paspor imunitas seperti kartu keanggotaan sebuah klub kelas atas. Lainnya tidak. Masyarakat yang terpecah akan dengan mudah dibenturkan.
Satu kelompok; selebritas dan jutawan, akan mendapat manfaat. Kelompok lain tidak.
Jika paspor imunitas diluncurkan besok, siapa yang kali pertama mendapat manfaat? Pasti bukan orang miskin. Mereka yang miskin harus menunggu di rumah entah berapa lama, sebelum mendapatkannya.
Orang kaya, sebagai penerima pertama, akan bebas berkeliaran di seluruh dunia dan berceramah di media sosial tentang masyarakat yang berubah, keadaan baru, dan entah apa lagi.
Penindasan Modern
Masalah terbesar paspor imunitas adalah mengganggu kebebasan sipil. Tentu saja, dalam dunia sedemikian modern, penggangu itu bukan orang berseragam dan bersepatu boot, senapan buru sergap dan anjing dirantai.
Penindas itu adalah smartphone ramping di kantong Anda, dengan algoritma, dan pengawasan pintar yang menggantikan peran rejim penindas. Mereka yang menjalankan program paspor imunitas akan menjadi raksasa teknologi, mata-mata internasional, dan asosiasi yang mengaburkan batas antara pemerintah modal, dan media.
Jadi, paspor imunitas adalah pelanggaran atas aturan praktis paling mendasar, yang diperjuangkan dan dibunuh generasi sebelumnya. Generasi milenial tidak pernah belajar tentang hal itu.
Jadi, apa yang harus dilakukan di masa krisis virus korona seperti ini?
Jangan identifikasi diri Anda dengan negara. Tapi, negara yang seharusnya mengidentifikasi dirinya dengan Anda.