Solilokui

Penyakit “Silat Lidah” Hancurkan Babilonia

Dalam khazanah literatur Belanda, yang berkaitan dengan penyakit keseleo lidah orang Babilon, yang diungkap Kitab Perjanjian Lama, dinamakan “babylonnische taalverwaring”. Dalam bahasa Arab “tabalbul”. Penyakit Babilon.   

Oleh   : Usep Romli H.M.

Setelah banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh surut, semua manusia yang selamat muai beraktvitas lagi. Menempuh kehidupan normal baru di berbagai tempat. Sekelompok orang di antaranya, memilih lembah Mesopotamia untuk memulai langkah mereka ke masa depan. Mereka disebut “basyar tsani” (umat kedua), karena umat pertama telah lenyap.

Dalam membangun kehidupan normal baru, mereka tetap berpegang teguh kepada ajaran Nabi Nuh. Tunduk dan patuh beribadah kepada Allah Maha Esa, berahlak mulia, dan melakukan amal kebajikan kepada sesame manusia.

Hanya beberapa tahun saja, mereka berhasil membangun sebuah pusat perkotaan bernama Babilonia. Maju pesat di segala bidang.

Dua tiga generasi manusia baru di Babilon, masih teguh memegang amanat Nabi Nuh. Mengesakan Alloh dan memuliakan sesamanusia. Namun generasi-generasi selanjutnya, mulai ingkar. Mereka kembali menyembah berhala, baik berupa patung-patung warisan nenek moyang terdahulu, maupun harta benda. Mereka membangun menara-menara tinggi, untuk mengantisapasi bencana banjir seperti yang menimpa leluhurnya.

“Jika datang banjir besar, kita segera mengungsi ke menara-menara itu,”kata mereka.

Namun kemajuan dan kemewahan yang  mereka nikmati, melahirkan kelompok-kelompok dengan faham berbeda-beda. Untuk melindungi kelompok masing-masing, mereka membiasakan berdusta. Juga membuat aneka macam istilah untuk membenarkan kelompok mereka sendiri.  Semacam “ngeles” dan utak-atik kalimat.

Misalnya, kalimat “melarang” menjadi “hanya membatalkan”.  “Tidak boleh mudik” menjadi “boleh pulang kampung”. “Rekening tidak naik” menjadi “hanya angka tagihan meningkat”,  “air keras” menjadi “air aki”, dsb. Semuanya ditujukan agar bebas dari kesalahan yang dapat menjadi sasaran tembak kelompok lain yang  berbeda.  

Timbullan kekacauan bahasa. Orang Babilon sering keseleo lidah. Dalam khazanah literatur Belanda, yang berkaitan dengan penyakit keseleo lidah orang Babilon, yang diungkap Kitab Perjanjian Lama, dinamakan “babylonnische taalverwaring”. Dalam bahasa Arab “tabalbul”. Penyakit Babilon.   

Akibat lebih lanjut, dari keseleo ucapan itu, timbullah bentrok pisik. Mula-mula kecil-kecilan. Lalu membesar dan membesar. Melibatkan seluruh warga Babilon.

Perang habis-habisan, membuat Babilon hancur lebur, Penghuninya berhamburan mengungsi ke tempat lain. Kelompok Yafits  yang berkulit putih lari kea rah barat. Kelak melahirkan generasi etnis Eropa. Kelompok Ham yang berkulit hitam lari kea rah tenggara. Menyeberang ke benua Afrika sekarang. Melahirkan generasi etnis Negro. Sedangkan kelompok Sam yang berkulit sawo matang, tetap di tempat. Menjadi leluhur etnis Asia.

Menara-menara Babilon runtuh tak bersisa.Tempat yang dicadangkan untuk mengungsi jika terjadi banjir semacam zaman Nabi Nuh, tak berguna sama sekali.Karena ternyara bencana itu muncul dari kekacauan bahasa,  akibat suka bersilat lidah.

Babilon baru, kembali muncul berabad-abad kemudian. Melahirkan tokoh-tokoh termashur. Seperti Hammurabi, penyusun tatanan hokum “Code Hammurabi”, Nebukadnezar, penghancur kota Yerusalem (500 tahun Sebelum Masehi) dan memperbudak Bangsa Yahudi.

Itupun semua, kini tinggal nama belaka. [ ]

Diolah dari buku “Kisah Nabi dan Rasul”susunan Kapten Nurjamil, Perwira Rohani Islam Diviisi Siliwangi , terbitan th.1950.     

Back to top button