Crispy

Cegah Aksi Teroris dan Lindungi Penyidik hingga Hakim, Pemerintah Keluarkan Peraturan Baru

JAKARTA – Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. Aturan tersebut telah diteken Presiden Joko Widodo pada 12 November 2019 dan diudangkan Menkumham, Yasonna H. Laoly pada 13 November 2019.

Tumbuh suburnya radikalisme dan terorisme di Indonesia perlu disikapi. Apalagi hal tersebut menjadi wacana seluruh dunia, sebab aksi-aksi teroris diluar batas perikemanusiaan. Bahkan dalam melancarkan aksinya tak jarang melibatkan anak-anak dan perempuan.

Oleh sebab itu, pemerintah wajib melakukan pencegahan melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Dimana pada kesiapsiagaan nasional dilakukan oleh kementerian atau lembaga terkait.

“Pelaksanaan kesiapsiagaan nasional di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” bunyi pasal 3 ayat 2.

Kesiapsiagaan nasional diperlukan, sebagai langkah pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya aksi terorisme. Kesiapsiagaan nasional dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, pelindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, dan pemetaan wilayah rawan paham radikal-terorisme.

“Pemberdayaan masyarakat oleh kementerian atau lembaga dilaksanakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh BNPT,” tulis pasal 5.

Untuk menghindari adanya kemungkinan ancaman, pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya. Pelindungan yang dimaksud yakni kepada istri/suami, anak, orang-orang yang tinggal serumah; dan/atau anggota keluarga lainnya.

Sementara bentuk perlindungan, yakni pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas, dan bentuk lainnya yang diajukan secara khusus oleh penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan.

Pemberian pelindungan secara langsung ditentukan melalui rapat koordinasi antara BNPT, Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

“Rapat koordinasi menetapkan waktu Pelindungan dan bentuk Pelindungan,” pasal 61.

Kemudian, BNPT wajib memberitahukan permintaan pelindungan kepada Kepolisian paling lama 3×24 jam terhitung sejak surat permintaan diterima, dan dalam waktu paling lama 1×24 setelah menerima surat pemberitahuan dari BNPT Kepolisian wajib memberikan pelindungan.

“Bentuknya, pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas, dan pelindungan lain yang diajukan secara khusus oleh penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan,” pasal 64.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pelaksanaan Pelindungan bagi penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya diatur dengan Peraturan BNPT,” bunyi pada pasal 73 PP nomor 77 itu.

Back to top button