Bekerja Sama dalam Kebajikan dan Takwa
Apalagi jika para koruptor membuat koalisi agar kegiatan korupsi mereka dapat berlangsung aman. Tahu sama tahu. Dapat saling membagi keuntungan. Padahal bukan untung yang akan diperoleh. Melainkan buntung sebuntung-buntungnya. Dan kehancuran sudah membayang di depan mata. Tinggal menunggu saat berlakunya kehendak Allah SWT
Oleh : Usep Romli HM
“….Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa,serta janganlah tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesunguhnya Allah amat berat siksaNya.” (Q.s. al Maidah : 2)
Jelas sekali, tolong menolong atau bekerja sama dalam kebajikan dan takwa (taawa-nu alal birri wattaqwa), merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim beriman karena merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Perintah tersebut diikuti larangan, jangan tolong menolong atau bekerja sama dalam dosa dan pelanggaran yang menimbulkan permusuhan (taawanu alal itsmi wal udwan).
Para mufassir sepakat ayat tersebut termasuk “muhkam”. Jelas. Gamblang. Tidak multitafsir. Tidak mengandung makna tersembunyi (mutasabih). Sehingga tidak dapat direkayasa, dicarikan dalih-dalih tertentu, untuk membuyarkan makna dan tujuan dalam melaksanakan kewajiban.
Penerapan “ta-awun” dapat saja mengandung istilah dan praktik bermacam-macam. Ada kongsi, koalisi, saling bantu, gotong royong, dan lain sebagainya. Namun “kebajikan dan takwa” tak ada konotasi lain. Kebajikan adalah perbuatan yang bernilai baik, bermanfaat secara perseorangan atau kelompok. Sedangkan takwa adalah melaksanakan perintah Allah SWT sekaligus menjauhi segala laranganNya.
Kerja sama diwarnai dosa dan permusuhan, pasti menimbulkan cekcok, pertentangan, perpecahan, saling curiga, saling jegal. Itulah sebabnya dilarang keras. Mengingat dosa dan permusuhan amat jauh dari kebajikan dan takwa. Dosa dan permusuhan tidak sedikitpun mengandung kebajikan dan kebaikan. Dosa dan permusuhan merupakan sifat dan perilaku yang dilarang oleh Allah SWT. Apalagi jika dosa dan permusuhan itu diorganisir dalam kerjasama berbentuk jamaah, koalisi, korporsi dan sejenisnya. Termasuk korupsi yang dilakukan seseorang secara sendiri-sendiri, sudah amat berbahaya. Apalagi jika korupsi dilakukan berjamaah. Ada “imam”, ada “makmum”. Apalagi jika para koruptor membuat koalisi agar kegiatan korupsi mereka dapat berlangsung aman. Tahu sama tahu. Dapat saling membagi keuntungan. Padahal bukan untung yang akan diperoleh. Melainkan buntung sebuntung-buntungnya. Dan kehancuran sudah membayang di depan mata. Tinggal menunggu saat berlakunya kehendak Allah SWT yang Maha Kuasa menentukan segala sesuatu.
Sesungguhnya banyak jenis sarana kebajikan yang disediakan bagi manusia. Yang paling umum, antara lain menafkahkan harta di jalan Allah SWT, melalui kegiatan zakat (bagi yang sudah wajib zakat), sodaqoh, infaq, jariyah, dan lain-lain. Menafkahkan harta di jalan Allah SWT, untuk kepentingan sosial (menyantuni fakir miskin, yatim piatu, dll), pendidikan (beasiswa bagi anak-anak tidak mampu), keagamaan (membangun tempat ibadah, dll), ibarat menabur sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap bulir terdapat seratus biji yang mendapat ganjaran berlipat ganda dari Allah SWT (Q.s.al Baqarah : 261).
Sedangkan perbuatan dosa dan permusuhan, bersumber dari sifat dan perilaku dzalim. Baik dzalim terhadap diri sendiri (membunuh setiap keinginan berbuat bajik dan dan bijak, yang timbul di kedalaman nurani , karena lebih mengutamakan keburukan dan kejahatan yang dikuasai hawa nafsu), dzalim terhadap orang lain (merampas hak-haknya), maupun dzalim kepada Allah SWT (menafikan kewajiban sebagai hamba yang harus tunduk patuh kepadaNya). Kedzaliman yang tergalang dalam aneka macam kerjasama, koalisi, faksi, dan sebagainya, akan menjadi sebuah “monster” kehidupan . Merusak tatanan norma etika dan kepatutan harkat martabat manusia. Jika sudah demikian, ancaman azab Allah SWT sudah menunggu di ambang pintu. Sebab Allah SWT akan menghancurkan (kawasan negara) jika penduduknya sudah bertindak dzalim (Q.s.al Qhashash : 59).
Harus diakui, seruan kepada kebajikan dan takwa, pada masa akhir zaman sekarang ini, sudah meredup. Kalah keras dan kalah glamour oleh seruan kepada dosa dan permusuhan. Hampir setiap saat, media massa cetak dan elektronik, memberitakan peristiwa-peristiwa yang diakibatkan oleh persekongkolan dosa dan permusuhan. Hiruk pikuk yang sangat tidak bermanfaat bagi sebagian besar khalayak yang masih bergulat dengan persoalan kemiskinan, kebodohan, dan beban berat kehidupan sosial ekonomi sehari-hari lainnya.
Sedangkan segelintir pihak yang seharusnya mampu menumbuhkan kerja sama dalam kebajikan dan takwa, malah asyik bermanuver dalam dosa dan permusuhan demi kepentingan pribadi, kroni, kelompok, atau golongan masing-masing. Mereka lupa kepada perintah Allah SWT yang mewajibkan kerja sama dalam kebajikan dan takwa. Malahan mereka tenggelam dalam laranganNya melakukan kerja sama dalam dosa dan permusuhan. Mereka menjadi semacam contoh nyata sebagai orang-orang yang menukar nikmat Allah SWT (kerja sama dalam kebajikan dan takwa berikut segala dampak positifnya), dengan kekufuran (membesar-besarkan koalisi dalam dosa dan permusuhan berikut segala dampak negatifnya), sehingga secara sadar menjerumuskan kaumnya (rakyat yang mempercayai mereka) ke jurang kebinasaan (Q.s.Ibrahim : 28).
Inilah tantangan besar yang harus dihadapi dan diperbaiki oleh setiap dan seluruh Muslim beriman. Mengajak kembali meneguhkan kewajiban kepada Allah SWT dengan melaksanakan perintahNya sekaligus meninggalkan laranganNya. Serta mengkampanyekannya menjadi kekuatan kerjasama dalam kebajikan dan takwa. Sebelum tindakan sebagian orang yang menjadikan dosa dan permusuhan sebagai “jalan hidup” menimbulkan bencana petaka berupa azab Allah SWT, menimpa kita semua. [ ]