Bupati Jayapura: Bagi Papua, Otonomi Khusus Hanya Omong Kosong

JAYAPURA (PAPUA)—Bupati Jayapura Mathius Awoitauw menilai pelaksanaan otonomi khusus (otsus) Papua belum berjalan efektif. Ia mendesak Pemerintah Pusat mengevaluasi pelaksanaan Undang-Undang (UU) Otsus Papua. Hal ini ia sampaikan pada Jumat (24/7/2020).
“[Keberadaan otsus] selama dua puluh tahun ini rasanya biasa-biasa saja. Tidak ada hal istimewa dan kekhusussannya [bagi Papua],” ujar Mathius, dikutip dari media lokal Papua jubi.co.id.
UU Otsus Papua, menurutnya, kalah dominan dibanding UU Pemerintahan Daerah. Hal semacam ini menjadi dilema tersendiri bagi kepala-kepala daerah di Tanah Cendrawasih.
“Kedua undang-undang tersebut sama-sama wajib dijalankan. Namun, UU Pemerintahan Daerah lebih mewarnai pelaksanaan pemerintahan daerah sehari-hari,” imbuhnya.
Salah satu yang dicontohkan Awoitauw adalah upaya pembentukan kampung adat di Kabupaten Jayapura. Program yang sejalan dengan semangat otsus itu, diakuinya, tidak didukung oleh pemeritah pusat maupun provisi.
“Pelaksanaan otsus itu hanya omong kosong. Otsus itu hanya sekedar bagi-bagi uang oleh pemerintah provinsi. Itu pun pada tahun lalu dipotong. Untuk tahun ini, belum ada kepastian” jelas bupati dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) tersebut.
Hal lain yang ia sosorti ialah keberadaan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang tidak merata di seluruh kota/kabupaten dan regulasi prihal keterlibatan Orang Asli Papua (OAP) di sektor pemerintahan dan politik.
“OAP seharusnya juga mendominasi keanggotaan legislatif, setidaknya tujuh puluh persen dari jumlah kursi. Semua kampung pun seharusnya menjadi kampung adat,” katanya.
Sementara itu, tokoh adat Tabi, Albert Yoku, mengatakan bahwa menjelang berakhirnya dana otsus dari pemeritah pusat, ada dua pendapat yang beredar di masyarakat. Sejumlah pihak meminta diadakan referendum atau jajak pendapat terkait kedaulatan Papua, sementara yang lain hanya menginginkan evaluasi saja.
“Ada dua pendapat dalam menyikapi berakhirnya otsus di Papua. Ada yang menginginkan evaluasi, ada pula menganggap lebih baik digelar referendum saja,” terang Yoku.
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Pasal 34 Ayat (3) Huruf c Angka 6) dinyatakan bahwa penerimaan dana otsus berlaku selama dua puluh tahun. Terhitung sejak diundangkan pada 2001, dua puluh tahun tersebut jatuh pada tahun 2021.