Data Dua Juta Mata-mata Cina di Perusahaan-perusahaan Besar Dunia, Bocor
Beijing belum memverifikasi atau membantahnya. Tapi, kampanye yang ketat untuk mengisolasi Cina tampaknya akan segera terjadi
JERNIH—Terlalu sering kita membaca penyangkalan pemerintah Republik Rakyat Cina dalam skandal-skandal mata-mata di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat dan Eropa. Namun ke depan tampaknya sangkalan itu akan makin tak punya tuah.
The Australian, media terkemuka dari Australia, memperoleh bocoran database sekitar 2 juta anggota Partai Komunis Cina (PKC). Kebocoran seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya, dalam standard apa pun, karena cenderung mengungkapkan bagaimana anggota PKC diduga melekat dan tertanam (embedded) dengan perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, termasuk bank, kontraktor pertahanan, dan perusahaan farmasi.
Informasi yang bocor itu memiliki data dari posisi mereka di PKC, tanggal lahir, nomor KTP, dan etnis, dengan 79.000 cabang. Banyak di antaranya melekat di dalam perusahaan, universitas, dan bahkan lembaga pemerintah.
Menurut laporan itu, di antara perusahaan yang diidentifikasi memiliki anggota PKC sebagai karyawan mereka adalah produsen seperti Boeing dan Volkswagen, raksasa obat Pfizer dan AstraZeneca, dan lembaga keuangan termasuk ANZ dan HSBC.
Catatan keanggotaan juga menunjukkan bahwa PKC telah menyusup ke konsulat Australia, Inggris, dan AS di Shanghai, di mana Departemen Luar Negeri dan Perdagangan AS menggunakan lembaga pemerintah Cina, yakni Departemen Layanan Badan Luar Negeri Shanghai, untuk mempekerjakan staf lokal.
“Ini diyakini sebagai kebocoran pertama di dunia,”ujar jurnalis The Australian dan pembawa acara Sky News, Sharri Markson. “Yang menakjubkan tentang database ini, tidak hanya mengekspos orang-orang yang menjadi anggota Partai Komunis, dan yang sekarang tinggal dan bekerja di seluruh dunia, dari Australia, AS, hingga Inggris, tetapi juga luar biasa karena mengungkap tentang bagaimana PKC beroperasi di bawah Presiden dan Ketua Xi Jinping.”
EurAsian Times menulis, data tersebut dikatakan telah diambil dari server di Shanghai pada 2016, yang disebut-sebut digunakan oleh para pembangkang Cina untuk tujuan kontraintelijen mereka.
Kebocoran data ini bisa berdampak sangat serius bagi Cina. Beijing belum memverifikasi atau membantahnya. Tapi, kampanye yang ketat untuk mengisolasi Cina pasti akan datang segera karena, selama fase awal Covid-19, Cina memiliki ‘sentimen yang tidak menguntungkan’ yang dilaporkan dari sekitar 70 persen warga dari banyak negara seperti Inggris, AS, Swedia, Spanyol, Kanada, dll, menurut laporan PewResearch pada Oktober 2020.
Yang paling mengejutkan adalah, dunia bahkan tidak tahu siapa yang merupakan anggota PKC, tetapi setelah pengungkapan ini, rahasia spionase Cina bertebaran.
Kebocoran ini akan membuat seluruh dunia melihat orang Cina dengan kecurigaan, dan tidak heran segera, warga Cina mungkin akan ramai-ramai dipecat oleh perusahaan masing-masing, tulis laporan tersebut.
Nasib warga negara ini terkatung-katung, karena tidak ada yang tahu apa yang akan mereka hadapi jika mereka kembali ke Cina. Meski demikian, 2 juta profil ini cukup untuk menggeneralisasi bahwa mungkin setiap warga negara Cina adalah mata-mata tersembunyi dan diduga terlibat dalam tindakan spionase, tambah EurAsian Times.
Pada 2019, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton menuduh Cina mencuri teknologi Amerika yang digunakan dalam ‘pesawat tempur siluman F-35’. MQ9 Reaper AS juga dikatakan telah disalin oleh Cina dan dijual ke Pakistan.
Setelah pergantian peristiwa terbaru ini, ketika diduga bahwa anggota Cina berada di sektor pertahanan di seluruh dunia, tuduhan semacam itu akan memicu lebih banyak kecurigaan, yang akan mengundang lebih banyak pengetatan seputar Cina.
Setiap mahasiswa atau profesor China setelah itu akan berada di bawah pemindai, baik di universitas mana pun di Inggris dan AS atau karyawan di bank multinasional, atau bahkan di perusahaan medis seperti Pfizer.
Karena itu, ini akan menjadi langkah untuk akhirnya mengatakan ‘tidak’ kepada semua orang Cina, khususnya oleh Barat yang dipimpin AS, tulis EurAsian Times.
Berita terbaru ini, bagaimanapun, mungkin sangat merdu bagi India, seiring negara itu telah berselisih dengan Cina dan Pakistan. Pastinya, panas yang ditimbulkan di sekitar Cina juga akan berdampak pada Pakistan, dan mungkin Presiden terpilih AS Joseph Biden mulai dengan menjatuhkan sanksi kepada Cina, tulis EurAsian Times lebih lanjut. [The Australian/ EurAsian Times/mata-mata politik]