Dukung Label Teroris untuk Kelompok Separatis Papua, Milenial Pertanyakan Sikap Komnas HAM
Menurut dia, manakala terjadi penembakan guru, pembunuhan tukang ojek, pembakaran gedung sekolah tempat anak-anak Papua membangun jiwa mereka untuk masa depan, bahkan pembunuhan kepala BIN Daerah Papua baru-baru ini, tak terdengar suara apa pun dari Komnas HAM.
JERNIH–Pelabelan pemerintah untuk kelompok separatis Papua yang terus melakukan kekejian dan sadisme massal sebagai kelompok teroris menerbitkan dukungan dari kalangan milenial, terutama milenial Muslim. Mereka juga mempertanyakan sikap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dianggap memakai standard ganda dalam menilai kasus-kasus terkait hak asasi manusia di Papua.
Dukungan atas ketegasan pemerintah Presiden Joko Widodo untuk mencap kelompok separatis Papua sebagai teroris itu ditegaskan Koordinator Aliansi Milenial Muslim Indonesia (AMMI), Nurkhasanah. Tidak hanya menegaskan dukungan penuh dan menuntut pemerintah untuk lebih meningkatkan intensitas dan ketegasan dalam memerangi kelompok separatis-teroris tersebut, Nurkhasanah juga mempertanyakan sikap Komnas HAM.
“Yang menjadi pertanyaan kami selama ini, dan berpuncak pada penolakan Komnas HAM soal labelisasi teroris untuk kelompok separatis tersebut, mengapa Komnas HAM seperti memakai standard ganda,” kata Nurkhasanah. Menurut dia, manakala terjadi penembakan guru, pembunuhan tukang ojek, pembakaran gedung sekolah tempat anak-anak Papua membangun jiwa mereka untuk masa depan, bahkan pembunuhan kepala BIN Daerah Papua baru-baru ini, tak terdengar suara apa pun dari Komnas HAM.
“Namun begitu kepentingan kelompok separatis terganggu, mengapa Komnas HAM seolah baru sadar tentang tugas mereka mengawal pelaksanaan dan penghormatan akan HAM? Kemana saja mereka selama ini? Janganlah work from home karena pandemi Covid-19 lantas dijadikan alasan,” kata koordinator AMMI itu, sedikit menyindir.
Nurkhasanah menegaskan, dengan mengedepankan sikap seperti itu, wajar bila di masyarakat sikap tersebut menampilkan sikap seakan-akan Komnas HAM hanya mengakui hak-hak asasi para personel kelompok separatis. Sementara warga Papua yang selama ini dirugikan hak-hak dasar mereka yang paling utama, yakni keamanan dan hak berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup, tidak mereka akui.
“Padahal, bukankah warga Papua juga punya hak asasi untuk hidup aman, hak untuk dapat bekerja mencari penghidupan dengan tenang tanpa rongrongan kelompok separatis? Janganlah Komnas HAM hanya bicara kalau kepentingan kelompok separatis terganggu, karena dengan begitu akan wajar kalau rakyat mempertanyakan sikap adil Komnas HAM,” kata Nurkhasanah.
Dia juga mempertanyakan pernyataan salah seorang Komisioner Komnas HAM yang menilai langkah pelabelan teroris itu tidak tepat karena yang seharusnya dilakukan adalah pendekatan soft approach.
“Kemana saja Komnas HAM selama ini? Bukankah operasi pemulihan yang selama ini dilakukan BIN Daerah Papua dan Satgas Nemangkawi itu soft approach? Otoritas di Papua itu senantiasa mendekati warga dan selalu mencari jalan damai untuk memulihkan situasi,” kata Nurkhasanah
Karena itu, menurut Nurkhasanah, justru karena sikap kelompok separatis teroris Papua yang gelap mata, negara juga perlu sesekali melakukan operasi yang lebih tegas, yang khusus ditujukan untuk memerangi kelompok separatis-teroris tersebut.
Karena itulah AMMI mendukung penuh pelabelan teroris kepada gerombolan pengacau keamanan di Papua tersebut. Ia berharap, pelabelan itu mendatangkan konsekuensi logis yang harus diterima kelompok pengacau tersebut, yakni operasi keamanan yang lebih intensif, terukur dan terarah. “Misalnya, semacam operasi penumpasan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sama-sama berniat memisahkan diri dari NKRI,”kata dia.
Nurkhasanah yakin, bila kelompok separatis-teroris Papua bisa diatasi, maka keamanan dan kedamaian yang terwujud di Papua akan menjadi jembatan emas untuk berlanjutnya pembangunan ekonomi dan social di wilayah tersebut.
“Pembangunan itu, baik pembangunan ekonomi, maupun pembangunan sosial-pendidikan, sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan warga Papua,” kata dia. Prasyarat paling penting untuk itu, kata dia, tak lain dan tak bukan adalah kondisi keamanan, yang mustahil terwujud bila senantiasa dirongrong kelompok separatis-teroris tersebut.
Untuk itu AMMI mendukung sepenuhnya sikap tegas Presiden Jokowi yang memerintahkan penegakan hukum dengan segera menangkap pelaku pembunuhan, tak lama setelah terjadinya pembunuhan Kepala BIN Daerah Papua oleh kelompok separatis-teroris tersebut. Respons Presiden Jokowi itu, kata Nurkhasanah, mencerminkan ketegasan Presiden untuk menindak pelaku kejahatan, yakni pembunuhan dan terror dengan cara menangkapnya, sambil tetap memegang sikap adil dengan tetap menyandarkan penangkapan dalam koridor operasi yustisial.
Sebagaimana diketahui, Komnas HAM melalui ketuanya Ahmad Taufan Damanik, dan salah satu komisionernya, Choirul Anam, menentang pelabelan teroris yang dilakukan pemerintah untuk kelompok pengacau keamanan bersenjata di Papua.
Anam mempertanyakan alasan pelabelan teroris tersebut. “Selama ini apakah ada evaluasi kenapa masih terjadi kekerasan, baku tembak dan jatuhnya korban semakin banyak. Harusnya itu dievaluasi dan jadi bahan pijakan membuat kebijakan baru,” kata Anam. [ ]