Cinta Negeri Secara Kreatif
Dengan wilayah sebaran begitu luas, patut diduga, makanan asal penduduk Nusantara sebelum padi itu sagu. Itu sebabnya, kata “sagu”, dengan sedikit pergeseran bunyi, menjadi sebutan bagi makanan pokok. Orang Jawa dan Sunda menyebut nasi itu “sego” dan “sangu”. Orang Aceh menyebut sagu itu “sage”.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Patriotisme adalah cara mensyukuri karunia Tanah Air dengan mengolah dan memberi nilai tambah atas segala potensi sumberdaya yang terkandung di dalamnya, melalui etos kerja kreativitas dan inovasi.
Patriotisme yang dibutuhkan tak berhenti pada semangat defensif “melawan musuh-mempertahankan negeri”, tetapi yang lebih penting semangat progresif “membangun dan memakmurkan” negeri.
Masa pandemi memantik kesadaran, betapa negeri dengan bahan pangan yang berlimpah justru mengalami kerentanan dalam menjaga kecukupan pangan. Ibarat peribahasa, itik berenang di lautan, mati kehausan.
Ambil contoh tanaman sagu. Potensi tanaman sagu di Indonesia sangat berlimpah, dengan luasan diperkirakan sekitar 1.128 juta ha atau 51,3 persen dari luas areal sagu dunia. Tanaman sagu tersebar di berbagai kepulauan, dengan daerah sebaran utamanya di Maluku, Papua serta daerah lain seperti Sulawesi, Sumatra dan Kalimantan.
Dengan wilayah sebaran begitu luas, patut diduga, makanan asal penduduk Nusantara sebelum padi itu sagu. Itu sebabnya, kata “sagu”, dengan sedikit pergeseran bunyi, menjadi sebutan bagi makanan pokok. Orang Jawa dan Sunda menyebut nasi itu “sego” dan “sangu”. Orang Aceh menyebut sagu itu “sage”. Di beberapa tempat seperti Sumatra Utara dikenal padi atau beras “segon”.
Tanaman sagu yang begitu berlimpah itu, setelah masa siap panen, jika tak ditebang untuk dimanfaatkan, dalam jangka 100 hari akan musnah sia-sia.
Perlu komitmen politik-publik dan dukungan budaya untuk mengembangkan tata kelola dan teknologi tepat guna untuk mengolah dan memanfaatkan tepung sagu bagi aneka keperluan dan jenis makanan, sebagai salah satu pendekatan menuju kedaulatan pangan. [ ]