Gunung Semeru dalam Catatan Belanda Paruh Pertama Abad ke-19
- JFV van Nes tercatat sebagai orang pertama yang mendaki Mahameru.
- Ia membuat jalur pendakian, menemukan patung Ganesha dan jejak candi Hindu.
JERNIH — Sejarah letusan Gunung Semeru telah banyak ditulis, tapi cerita masyarakat Jawa tentang suasana saat Mahameru, nama lain Gunung Semeru, meletus relatif terlalu sedikit.
Dalam De Vulkanen en Vulkanische Verschijnselen, pemerintah Hindia-Belanda juga tak banyak bercerita tentang letusan Gunung Semeru sepanjang paruh pertama abad ke-19.
November 1818 tercatat sebagai kali pertama Gunung Semeru meletus pada abad ke-19. Berikutnya tahun 1829, 1830, 1832, 1836, 1838, 1842, 1844, 1845, 1848, dan 1851.
Tidak ada catatan tentang letusan 1818. Arsip Hindia-Belanda mencatat letusan saat itu sangat dasyat.
Banyak alasan soal ketiadaan catatan ini, tapi yang paling menarik adalah soal kondisi politik saat itu. Setelah Sir Thomas Stanford Raffles meninggalkan Pulau Jawa, Belanda butuh waktu menata kembali kekuasannya.
Pulau Jawa, dan semua tanah-tanah kekuasaan Belanda. berada di bawah Komisi Jenderal Belanda antara 1816-1818, dengan Van der Capellen sebagai ketuanya.
Sebagai ketua Komisi Belanda yang dibentuk Pangeran Willem VI, Van der Capellen otomatis menjadi gubernur jenderal Hindia-Belanda. Dua tahun terakhir kekuasaannya dihabiskan dengan menata kembali pemeirntahan dan perekonomian yang sesuai keinginan kaum liberal.
Sebelas tahun kemudian, seperti dilaporkan Javasche Courant, Gunung Semeru meletus, mengeluarkan asap tebal. Desa-desa di sekitar lereng gunung panik dan menyelamatkan diri.
Asap tebal dari Gunung Semeru tidak hanya sekali, tapi berkali-kali sampai tahun berikut. Pada 15 dan 16 Desember 1931, Gunung Semeru tak hanya mengeluarkan asap, tapi juga abu.
Abu vulkanik menutup hampir semua gunung di sekitarnya, mengubah warna dedaunan di sekujur hutan. Peristiwa ini terjadi terus-menerus sampai 4 Januari 1832.
Setelah itu, Gunung Semeru istirahat sejenak. Pada 18 April 1932, sekitar pukul 05:10, kolom asap besar dan tinggi bergerak lambat di atas kawah Gunung Semeru.
Antara pukul 07:00 dan 08:00 angin memecah kolom asap, dan hujan abu mengguyur wilayah sisi selatan dan barat Gunung Semeru. Sebagian besar Kecamatan Gondang Legi di sebelah barat tertutup abu.
Angin yang bergerak ke selatan membawa abu ke pinggiran Malang. Hujan abu belangsung sampai sore hari tanpa menyebabkan kerusakan pada vegetasi karena hujan turun cukup lebat dan membasuh abu dari dedaunan.
Javasche Courant, mengutip laporan dari malang, memberitakan sebelum kolom abu naik terdengar suara keras dari bawah tanah yang disertai muncul lava pijar di sisi tenggara Gunung Semeru.
Pembangunan Jalan yang Gagal
Tahun 1828, atau satu tahun sebelum letusan dasyat 1829, pemerintah Hindia-Belanda sempat berencana membangun jalan di sekitar kaki Gunung Semeru untuk menghubungkan lanskap Malang di barat dan Lumajang di timur.
Sekelompok insinyur melakukan survei. Laporan atas survei itu mengatakan jalur di sekujur sisi kaki Gunung Semeru adalah hutan bambu sulit ditembus. Di sebelah timur Gunung Semeru, sungai dengan dasar bebatuan akan menyulitkan pengerjaan.
Penulis laporan, yang mantan residen Madiun, melaporkan hujan lebat yang membawa material muntahan Gunung Semeru ke kali Bosouk. Di selatan Lumajang, material gunung Semeru membentuk gurun pasir tandus.
Setelah letusan 1832, Gunung Semeru menarik minat wisatawan dan pendaki Belanda. Selain suasana yang masih asli, Gunung Semeru dianggap menghadirkan tantangan.
Tahun 1936, sebelum meletus kali kesekian, mencoba menembus hutan di kaki barat daya Gunung Semeru. Ia menemukan jejak candi dan patung Ganesha yang sangat besar dan indah, dan masih dalam posisi tegah.
Ia mencatat di sebelah timur Gunung Semeru relatif padat penduduk. Penyebabnya, menurut catatan Van Nes, penduduk didorong ke wilayah ini setelah terjadi latusan dasyat 1829.
Javasche Courant mencatat para tuan Belanda mengikuti jejak yang dibuka Van Nes untuk lebih dekat ke puncak Gunung Semeru. Setiap pendaki membawa orang-orang Jawa yang dipekerjakan sebagai kuli pengangkut barang dan penebas semak.
Pendakian Sěmeroe selanjutnya oleh GF Clignett pada 18 Oktober 1838. Seperti dua tahun sebelunya, pendakian dilakukan sebelum letusan. Clignett relatif beruntung. Gunung Semeru tidak memuntahkan isinya saat dia berada sangat dekat dengan puncaknya.
Tak Dikenal
Akhir Januari 1842, Gunung Semeru meletus lagi. Kolom asap membumbung tinggi, disertai hujan debu. Itu terjadi beberapa kali sepanjang pertengahan Januari dan berhenti jelang akhir Februari.
Setelah berhenti beberapa hari, Maret tahun yang sama Gunung Semeru kembali meletus. Javasche Courant mencatat pada interval tertentu Gunung Semeru memuntahkan bebatuan menyala dengan durasi tidak merata.
Catatan lain menyebutkan pada 5 Maret 1942 asap hitam membumbung tinggi, disertai muntahan batu menyala, suara suara menggelegar terdengar sampai jauh dari kaki gunung. Dalam satu hari, suara gelegar terjadi beberapa kali, diselingi kesunyian mencekam.
Gunung Semeru terus meletus setelah itu. Mulai dari sekedar mengeluarkan asap hitam dan hujan abu vulkanik, sampai suara gelegar yang memaksa penduduk lintang-pukang.
Tahun 1844, Dr P Bleeker — seorang pejabat penting Hindia-Belanda — menyaksikan kolom uap naik Gunung Semeru. Ia mendengar laporan tentang batuan kecil yang menyala saat jauh ke tanah, atau membakar tumbuhan.
Juli 1845, Gunung Semeru meletus dengan cara yang sama seperti 1844. Kolom uap, bebatuan menyala, dan abu dimuntahkan setiap kali gelegar terdengar.
Zollinger Geneesk Archies Batavia II hal 845 menyebutkan sisi tenggara Gunung Semeru, tepat di bawah kawah, sejumlah celah mengepul hebat. Situasi serupa juga terjadi saat Gunung Semeru meletus tahun 1848.
Dalam Tijdschr voor Neêrl India volume 1849 seorang peneliti menulis; “Orang Jawa tidak pernah menyadari letusan dasyat yang merusak dan dampaknya dirasakan mereka yang jauh dari gunung.”
Entah apa yang membuat orang Belanda sampai pada kesimpulan itu. Mungkin, setelah letusan 1818, Gunung Semeru seolah sulit diprediksi. Seperti Gunung Merapi, Gunung Semeru adalah gunung merapi sangat aktif.