Bu Menteri Masih Bisa Menulis Tangan
Pada zaman membuat catatan tinggal nutul-nutul laptop atau pad, bu menteri malah menulis dengan tangan.
JERNIH-Tulisan ‘Catatan Akhir Tahun 2021’ yang ditulis langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu sudah lama berdedar di media sosial. Terbagi dalam empat capture tulisan yang isinya macam-macam. Catatan itu seperti ungkapan isi hati bu menteri, jadi ada rasa, ada penghargaan pada seluruh anak buahnya juga ada pengharapan di masa depan.
Tulisan ini tak hendak menyoroti tulisan bu menteri dari sisi Grafologi yakni ilmu tentang tulisan yang dianggap bisa digunakan untuk menilai kepribadian manusia. Selama ini pegiat Grafologi baik Grafologi psikologi maupun linguistik menilai tulisan tangan setiap orang dianggap unik sehingga bisa menunjukkan kepribadian.
Melihat tulisan tangan bu menteri sampai empat halaman buku tulis saja sudah membuat takjub. Bayangkan, di era membuat catatan tinggal nutul-nutul laptop atau pad, bu menteri malah menulis dengan tangan. Tangan bu menteri yang biasanya hanya tandatangan atau paling banter kasih catatan pada laporan para stafnya, dua tiga hingga lima baris, pada catatan akhir tahun malah bisa sampai empat halaman.
Mereka yang sudah kepala lima hampir enam pada umumnya sudah tidak suka menulis dengan tangan. Bahkan jika dipaksa menulis dengan tangan hasil tulisannya tidak akan konsisten. Bagus di awal, agak berantakan di bagian tengah dan sulit dibaca dibagian akhir. Tulisan bu menteri terlihat konsisten bulat-bulat dan tidak ada yang diseret dari awal hingga akhir.
Padahal jaman mereka duduk di sekolah dasar dulu masih ada mata pelajaran menulis halus, yakni cara menulis yang antar huruf dalam satu kata harus bersambung, miring dan ada bagian tulisan yang tebal dan ada pula bagian tulisan yang tipis.
Terpikir juga, kira-kira bu menteri menulisnya sekali jadi apa beberapa kali mengulang ya? Pada catatan akhir tahun tidak terlihat tulisan yang dicoret, ditambal atau ditimpali tulisan lain. Menulis dengan tangan pasti beresiko menulis ulang jika di tengah tulisan ada yang salah, berbeda kalau tulisan menggunakan komputer yang tinggal nutul-nutul, edit, hapus, kemudian print.
Menuangkan pikiran dengan tulis tangan pasti berbeda dengan menggunakan laptop atau pad. Ketika kita menulis tangan maka saat menulis sudah memiliki pilihan kata yang tepat dan rangkaian kalimat yang utuh. Jika tidak, maka harus menulis ulang dari awal sebab saat ini sudah sulit menemukan penghapus tinta karena sudah jarang yang jual.
Ketika melihat tulisan tangan bu menteri yang terbersit adalah saat menulis harus mempersiapkan pokok materi, menguasai materi yang akan ditulis, kemudian menuangkan dengan tenang.
Mungkin perlu diadakan lagi lomba menulis tangan. (tvl)