Stadion Olahraga di Jakarta Sebelum Munculnya Gelora Senayan
Lapangan ini pada awalnya dibangun Gubernur Jenderal Herman William Daendels (1818). Mula-mula bernama Champ de Mars karena bertepatan penaklukkan Belanda oleh Napoleon Bonaparte. Ketika Belanda berhasil merebut kembali negerinya dari Perancis, namanya diubah menjadi Koningsplein (Lapangan Raja). Sementara rakyat lebih senang menyebutnya Lapangan Gambir.
JERNIH–– Lapangan Ikada begitu luas. Mengingat keperluan untuk mendukung pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) II pada 1952, lapangan tersebut diubah menjadi sebuah stadion.
Pada 18 Juli 1951 dilaksanakan penggalian pertama (semacam peletakan batu pertama) oleh Dr. Halim, selaku pengurus besar panitia PON. Pemborong stadion itu adalah NV Volkers Aannemersbureau dengan anggaran lebih dari Rp 1 juta. Menurut rencana, stadion ini akan menampung 30 ribu penonton dan meliputi luas lebih dari 15 ribu meter persegi.
Ikada sendiri merupakan singkatan dari Ikatan Atletik Djakarta. Di sekitar kawasan tersebut terdapat sejumlah lapangan sepak bola milik klub sepak bola era 1940-an dan 1950-an, seperti Hercules, VIOS (Voetbalbond Indische Omstreken Sport) dan BVC, yang merupakan kesebelasan papan atas kompetisi BVO (Batavia Vootball Organization).
Sebelum Stadion Utama Senayan atau Gelora Bung Karno (saat ini) selesai dibangun untuk menyambut Asian Games IV 1962, Ikada merupakan tempat latihan dan pertandingan PSSI.
Lapangan ini pada awalnya dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman William Daendels (1818). Mula-mula bernama Champ de Mars karena bertepatan penaklukkan Belanda oleh Napoleon Bonaparte. Ketika Belanda berhasil merebut kembali negerinya dari Perancis, namanya diubah menjadi Koningsplein (Lapangan Raja). Sementara rakyat lebih senang menyebutnya Lapangan Gambir.
Bagi sepakbola, Ikada adalah tempat gaul para pemain nasional dengan dunia internasional secara intensif. Ikada pernah didatangi puluhan tim nasional atau klub asing. Yugoslavia, Jerman Timur, Uni Soviet, Cekoslowakia, Rumania, Bulgaria, Swedia, hingga Turki, merupakan negara Eropa yang pernah tampil di Ikada.
Sementara Jepang, Korea, atau Cina yang sekarang sudah berkelas Piala Dunia, dulu selalu menganggap Ikada sebagai tempat yang patut dihormati. Klub Madureira (Brasil) pernah bermain di sini. Stadion Ikada juga pernah mencatat sejarah gemilang persepakbolaan Indonesia, hingga ditakuti lawan di Asia. Dari stadion ini, lahir generasi sepakbola Ramang, Djamiat, Liong Houw, Maulwi Saelan, dan Kiat Sek.
Malah pertandingan Indonesia vs Malaysia dalam rangkaian babak penyisihan Asian Games IV/1962 digelar di Stadion Ikada. Pada awal November 1962 Stadion Ikada dibongkar. Menurut kabar, material-material yang masih bermanfaat dialihkan untuk stadion di Solo (Jawa Tengah) dan Kotabaru (Irian Barat). [ ]
Ditulis Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya, wartawan ‘Mutiara’ pada masanya, di blog pribadi beliau.