Israel Serang Fasilitas Pertahanan Iran dengan Drone
Serangan tersebut adalah yang pertama dilakukan Israel sejak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali berkuasa bulan lalu. WSJ menambahkan bahwa serangan itu terjadi di tengah pembicaraan antara Yerusalem dan Washington tentang cara-cara baru untuk melawan Teheran, termasuk kerja sama militer yang semakin intens dalam kasus perang Rusia di Ukraina.
JERNIH– Negara Zionis Israel menyerang fasilitas pertahanan Iran di kota Isfahan, dengan pesawat tak berawak alias drone. Harian Wall Street Journal (WSJ) melaporkan hal itu pada Ahad (29/1), dengan mengutip pejabat AS dan orang-orang yang mengetahui operasi tersebut.
Surat kabar Amerika Serikat itu mengatakan, serangan tersebut adalah yang pertama dilakukan Israel sejak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali berkuasa bulan lalu. WSJ menambahkan bahwa serangan itu terjadi di tengah pembicaraan antara Yerusalem dan Washington tentang cara-cara baru untuk melawan Teheran, termasuk kerja sama militer yang semakin intens dalam kasus perang Rusia di Ukraina.
Netanyahu telah menyetujui serangkaian operasi congkak negara zionis itu di Iran, ketika dia terakhir bertugas dalam peran itu dari 2009 hingga 2021. Laporan itu juga mengatakan, drone menargetkan pabrik amunisi di sebelah fasilitas milik Pusat Penelitian Luar Angkasa Iran, yang berada di bawah sanksi AS karena diduga juga mengerjakan rudal balistik.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, menyebut serangan itu sebagai serangan pengecut. “Tindakan seperti itu tidak dapat memengaruhi tekad dan niat para ahli kami untuk kemajuan nuklir yang damai,”kata Abdollahian kepada layanan berita pemerintah, PadDolat.
Seorang juru bicara militer Israel menolak berkomentar. Sebagai musuh bebuyutan, Israel telah lama mengatakan siap menyerang target di Iran jika diplomasi gagal mengekang program nuklir atau rudal Teheran. Tetapi menurut dia, ada kebijakan agar dirinya menahan komentar atas insiden tertentu.
Juru Bicara Pentagon, Brigadir Jenderal Patrick Ryder mengatakan tidak ada pasukan militer AS yang terlibat dalam serangan terhadap Iran, tetapi menolak berkomentar lebih lanjut.
‘Kerusakan kecil’
Kementerian Pertahanan Iran mengatakan kepada kantor berita IRNA bahwa pertahanan udara mereka telah menghentikan drone tersebut, membuatnya meledak pada Sabtu malam itu. “Untungnya, serangan yang gagal ini tidak menimbulkan korban jiwa dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada atap bengkel,”kata Kementerian tersebut.
“Serangan itu tidak mempengaruhi instalasi dan misi kami… dan tindakan membabi buta seperti itu tidak akan berdampak pada kelanjutan kemajuan negara,” kata pernyataan kementerian pertahanan.
Pada 2021, Teheran bersumpah untuk membalas dendam terhadap Israel setelah menuduh Tel Aviv menyabotase pembangkit listrik tenaga nuklir mereka, Natanz.
Serangan hari Sabtu terjadi di tengah ketegangan antara Iran dan Barat atas aktivitas nuklir Teheran dan pasokan senjatanya–termasuk “drone bunuh diri” jarak jauh—Iran yang berperan bagi Rusia di Ukraina, serta demonstrasi anti-pemerintah selama berbulan-bulan di dalam negeri.
Di Ukraina, yang menuduh Iran memasok ratusan drone ke Rusia untuk menyerang sasaran sipil di kota-kota Ukraina yang jauh dari garis depan, seorang pembantu senior Presiden Volodymyr Zelensky mengaitkan insiden itu langsung dengan perang di sana. “Malam eksplosif di Iran,” cuit Mykhailo Podolyak. “Apakah itu memperingatkanmu?”
Iran telah mengakui mengirim drone ke Rusia tetapi mengatakan drone-drone itu dikirim sebelum invasi Moskow ke Ukraina tahun lalu. Moskow membantah pasukannya menggunakan drone Iran di Ukraina, meskipun banyak yang telah ditembak jatuh dan ditemukan di sana.
Kesepakatan nuklir Iran
Iran dan kelompok negara P5+1–AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina, dan Jerman– mencapai kesepakatan pada 2015 untuk membatasi program nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan sanksi. Pada tahun 2018, meskipun Teheran mematuhi kesepakatan tersebut, mantan Presiden AS Donald Trump keluar dari perjanjian tersebut, menerapkan kembali sanksi berat terhadap Iran.
Sementara Israel bersama dengan para sekutu AS di Teluk Arab, menentang kesepakatan 2015. Netanyahu secara terbuka mengecamnya, sambal terus mempererat hubungan dengan Washington.
Sejak menjabat, Presiden Joe Biden telah berusaha mengembalikan AS ke perjanjian–yang secara resmi disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA)–tetapi kedua belah pihak sejauh ini gagal untuk menghidupkan kembali kesepakatan tersebut, meskipun telah melakukan pembicaraan berbulan-bulan di Wina.
Seorang mantan diplomat Iran mengatakan kepada MEE pekan lalu bahwa peristiwa domestik dan global, tidak terkecuali peristiwa sekutu dekat Iran, Rusia, yang menyerang Ukraina, juga tampaknya berkonspirasi untuk merusak peluang kembalinya kesepakatan itu.
“Saat ini AS masih bersedia menandatangani kesepakatan, tapi kami tidak punya banyak waktu,”kata dia. “Secara pribadi saya tidak memiliki harapan, karena Eropa yang marah dan AS, tampaknya menunggu titik balik dalam perang Ukraina untuk meningkatkan tekanan dan…mengembalikan semua resolusi Dewan Keamanan PBB yang berbahaya terhadap Iran.” [Wall Street Journal/Middle East Eye]