Pangkalan Militer AS di Irak Diserang Roket
BAGHDAD – Hanya beberapa jam setelah sebuah kelompok pro-Iran di Irak mengancam untuk melancarkan serangan kepada pangkalan militer AS di negara tersebut, serangan roket terjadi dan menghantam markas militer AS di dekat Kedutaan Besar negara itu di Baghdad.
Pihak Amerika Serikat mengakui terjadinya serangan baru tersebut. Beberapa roket menyerang area dekat Kedubes AS, hari ini, Minggu (16/2). “Beberapa ledakan menghantam pangkalan militer koalisi yang dipimpin AS di Baghdad,” kata seorang pejabat militer AS sebagaimana ditulis Reuters. Hingga kini belum ada konfirmsi apakah serangan tersebut menimbulkan korban jiwa atau tidak.
Sebelumnya, koresponden AFP melaporkan selain terjadinya ledakan disertai asap hitam yang mengepul dari target, ada pula pesawat yang berputar-putar di wilayah berpenjagaan keamanan maksimum tersebut.
Serangan tersebut menandai serangan ke-19 sejak Oktober 2019 lalu. Sebelumnya, serangkaian erangan terakhir terjadi pada 8 Januari, 13 Januari dan Kamis 13 Februari kemarin. Saat itu sebuah roket Katyusha menghantam area terbuka di pangkalan militer AS di Baghdad, sekitar pukul 20:45 waktu setempat. Saat itu AFP melaporkan tidak ada korban dari serangan tersebut. Saat itu pasukan AS dikatakan sudah menemukan posisi pelaku penembak rudal, yang berada sekitar lima kilometer dari lokasi ledakan.
“Saat ini, masih ada 11 roket yang belum ditembakkan,” tulis media Prancis itu. Saat itu belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab.
Sebelumnya, pada 27 Desember lalu, sekitar 30 roket ditembakkan dan menewaskan seorang warga AS. Washington kemudian menyalahkan roket Kataeb buatan kelompok Hizbullah, sebuah faksi militer Irak yang dekat dengan Iran.
Serangan tersebut kemudian diklaim menjadi alasan AS meluncurkan pesawat tak berawak ke Bandara Baghdad, yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani, 3 Januari lalu. Setelah itu persoalan makin keruh.
Iran kemudian meluncurkan serangan balasan pada 8 Januari. Meski disebut-sebut tak ada korban, Pentagon mengatakan ada 100 tentara AS cedera otak akibat serangan itu.
Hari ini, beberapa jam sebelum ledakan, militer AS menerima ancaman dari Milisi Nujaba, sebuah kelompok Hizbullah di Irak. “Kami lebih dekat dari yang kalian pikirkan,”kata kelompok itu, dikutip dari akun Twitter resmi milisi tersebut.
Apakah ledakan yang terjadi hari ini memang merupakan upaya pelunasan janji tersebut, belum ada konfirmasi. Selama ini AS menyebut Nujaba menjadi alasan serangkaian sanksi AS terhadap IRGC Iran dan milisi pro-Iran di Irak. Pemimpin kelompok itu, Asaib Ahl al-Haq Qais Khazali, juga dikenai sanksi sejak Desember lalu.
Milisi Nujaba tergolong kuat. Mereka memiliki puluhan ribu anggota dan terkait langsung dengan Iran. Mereka melawan ISIS dan membantu pembentukan Unit Mobilisasi Populer (PMU). Kini mereka adalah perpanjangan tangan resmi pasukan keamanan Irak. Untuk mendukung setiap operasi yang dijalani, mereka memiliki gudang amunisi sendiri.
Dalam kicauan di Twitter baru-baru ini oleh Nasral Shammari, juru bicara kelompok itu, kendaraan lapis baja AS yang tampaknya adalah Stryker terlihat pada malam hari, tepatnya pada 2 Februari 2020. Klaim bahwa mereka jauh lebih dekat dari yang bisa diprediksi oleh AS, tentu bertujuan untuk menggertak pasukan AS di Ayn al-Assad dan pangkalan-pangkalan lainnya. Terlebih, setelah kematian Soleimani, roket ditembakkan di pangkalan K-1 dekat Kirkuk.
Pada 3 Januari lalu, AS membuat kelompok itu berang lantaran membunuh pemimpin Kataib Hezbollah Abu Mahdi al-Muhandis dan komandan Pasukan Quds IRGC, Qasem Soleimani. Sosok Soleimani sangat disegani karena membantu mengatur milisi di Irak, sedang Muhandis adalah wakil komandan PMU, yang akrab disebut Hashd al-Sha’abi. Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang berhaluan Syiah. [YerusalemPost/BBC/AFP]