Abu Mohammad al-Jolani: Mantan al-Qaeda yang Memimpin Pemberontak Suriah
- Ia lahir di Riyadh sebagai anak pengungsi dari Dataran Tinggi Golan yang diinvasi dan diduduki Israel.
- Ia ditempa al-Qaeda, tapi menolak ideologi radikal. Ia dianggap murtad oleh ISIS dan dijatuhi hukuman mati.
JERNIH — Ketika koalisi pemberontak Suriah menguasai Idlib, merebut Aleppo, dan kini dalam perjalanan untuk merebut Hama, banyak orang bertanya-tanya siapa di balik serangan mendadak yang belum pernah terjadi sebelumnya itu.
The New Arab menulis kelompok utama dalam koalisi ini adalah Hayat Tahrir al-Sham (HTS), lainnya adalah milisi kecil dengan beragam ideologi yang dipersatukan oleh keinginan menggulingkan rezim Presiden Bashar Assad.
Usai menguasai Aleppo lewat Operasi Penangkalan Agersi, koalisi pemberontak merilis foto-foto di saluran komunkasi resmi mereka. Koalisi menampilkan satu foto seorang pria berjanggut tebal dengan pakaian militer, yang ditengarai memimpin langsung serangan.
Pria itu adalah Abu Mohammad al-Jolani komandan HTS yang misterius. Ia terlibat dalam pertempuran melawan rezim Assad selama lebih satu dekade.
Siapa sebenarnya mantan militan al-Qaeda yang sulit ditangkap ini, yang kepalanya dihargai 10 juta dolar AS, dan dianggap murtad oleh kelompok Negara Islam (IS) dan layak dihukum mati.
Ditempa Al Qaeda
Lahir di Riyadh, Arab Saudi, tahun 1970-an dan diberi nama Ahmed Hussein al-Shara, Abu Mohammed al-Jolani dibesarkan di dalam keluarga pengungsi dari Dataran Tinggi Golan di Suriah. Kedua orang tuanya melarikan diri akibat invasi Israel tahun 1967.
Tahun 1989, Keluarga al-Jolani kembali ke Suriah. Tahun 2003, al-Jolani berangkat ke Irak untuk bergabung dengan al-Qaeda melawan pasukan AS di Bagdad.
Ia diduga menghabiskan beberapa tahun di penjara militer AS, dan tahun 2011 kembali ke Suriah saa dimulainya Perang Saudara untuk menggulingkan Presiden Bashar Assad.
Al Jolani tak sulit masuk dan menjadi sosok berpengaruh di Jabhat an-Nusra, yang merupakan sayap al-Qaeda di Suriah. Saat itu Jabat an-Nusra menghadapi dua lawan sekaligus; rezim Bashar Assad dan Tentara Pembebasan Suriah yang moderat.
Menolak Jihad Global
Setelah serangkaian perpecahan dan keretakan yang rumit di tubuh Salafi-Jihadis di Suriah, Al Jolani menolak al-Qaeda dan kelompok IS.
IS hanya fokus pada perlawanan terhadap pemberontak Suriah non-Islamis yang lemah. Al Jolani memilih bekerja sama dengan pemberontak nasionalis sekuler untuk menumbangkan rejim Bashar Assad dan sekutunya; Iran dan Rusia.
Ada beda pandangan ekstrem antara IS dan Al Jolani. IS bercita-cita membangun kekhalifahan global. Al Jolani menolak gagasan itu, karena tujuan utamanya adalah melawan Bashar Assad.
Menurut beberapa orang di dalam gerakan Salafi-Jihadis, Al Jolani dinyatakan murtad oleh IS — tuduhan yang dapat dijatuhi hukuman mati.
Yang terjadi kemudian adalah Al Jolani memimpin Jabat an-Nusra melawan IS. Ia terlibat dalam banyak pertempuran, dan sering melibatkan kelompok pemberontak moderat Suriah.
Al Jolani berusaha menghapus citranya sebagai ekstremis yang terkait al-Qaeda. Ia menyingkirkan kelompok di tubuh Jabat an-Nusra yang ternoda. Ia menjadi lebih fleksibel secara ideologis dan membangun aliansi baru dengan pemberontak moderat.
Tahun 2017, Al Jolani — bersama pemimpin kelompok moderat — mengonsolidasikan banyak faksi dalam gerakan Islam di Suriah dan membentuk Hayat Tahrir al-Sham, atau Mejelis Pembebasan Suriah, sebuah kelompok yang sepenuhnya meninggalkan al-Qaeda dan misi jihad globalnya.
Sebelum melanjutkan perlawanan terhadap rezim Bashar Assad, HTS di bawah Al Jolani menghancurkan lawan-lawan Salafi-Jihadis-nya dan menguasai sebagian besar Idlib, yang dikenal sebagai Pemerintahan Keselamatan Suriah (SSG).
Al Jolani tak keberatan berbagi wilayah dengan Pemerintahan Sementara Suriah (SIG) yang didukung Turkiye dan berafiliasi dengan Tentara Nasional Suriah (SNA).
Meski telah meninggalkan al-Qaeda, pemerintahan HTS di Idlib masih jauh dari ideal. Penduduk Idlib dan wilayah sekitarnya kerap memprotes praktik-praktik HTS — mulai dari penyiksaan di penjara sampai monopoli administrasi ekonomi dan keamanan wilayah.
Meski jauh dari sempurna, Al Jolani mendengarkan suara pengunjuk rasa dan mereformasi pasukan kepolisian internalnya. Ia mengumumkan pemilihan baru Dewan Syura Umum, dan berjanji membentuk dewan-dewan dan serikat-serikat lokal.
Al Jolani mengatakan tata kelola pemerintahan harus Islami, tapi tidak menurut standar ISIS atau Arab Saudi.
HTS tidak melarang rokok atau mewajibkan perempuan menutupi wajah. The Washington Post menulis pada Januari 2022, polisi moral berhenti berpatroli di wilayah kekuasaan HTS.
Dalam wawancara pertaanya, Al Jolani mengatakan penyebutan HTS sebagai kelompok teroris sangat tidak adil. “Pertama dan terutama, HTS di Idblib tidak mewakili ancaman keamanan Eropa dan AS,” kata Al Jolani kepada Martin Smith dari PBS, yang difilmkan sebagai bagian dokumenter Frontline tentang keterlibatannya dalam perang di Suriah.
“Wilayah ini bukanlah tempat persiapan melaksanakan jihad asing,” kata Al Jolani lagi.
Pemimpin Pemberontak
Di Suriah, SNA — kelompok yang didukung Turkiye — fokus memerangi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didominasi Kurdi. Al Jolani mengalihkan perhatian SNA dengan bersama memerangi Bashar Assad.
HTS, berkat sukses merebut Aleppo, kini menjadi kekuatan terbesar dalam koalisi pemberontak Suriah. Beberapa faksi nasionalis SNA bergabung dalam serangan ke Aleppo, dan disebut-sebut tanpa restu Turkiye.
Yang dikhawatirkan adalah Al Jolani — setelah menguasai Aleppo dan kemungkinan Hama — akan bertindak menindas pemeluk agama minoritas, seperti yang dilakukan Islamis garis keras.
Al Jolani tahu kekhawatiran itu akan menjadi propaganda Bashar Assad. Ia bersumpah melindungi semua warga Suriah terlepad dari afiliasi sektarian. Ia menawarkan amnesti bagi tentara yang berafiliasi dengan Assad jika membelot atau menyerah.
Dalam pedoman untuk pejuang yang dikeluarkan Al Jolani, dan dibagikan ke media sosial, HTS memberi tahu tentara Bashar Assad bahwa Aleppo adalah pertemuan peradaban dengan keragaman budaya/agama untuk semua warga Suriah.
“Tenangkan ketakutan orang-orang dari semua sekte,” demikian perintah tertulis Al Jonali kepada pasukannya.