Aktivis Sosmed: Kritik Berfungsi Mengawasi Jalannya Pemerintahan
“Ketika (opini) mengajak melakukan sesuatu secara bersama-sama, apalagi menuju anarki, itu menjadi sebuah provokasi”
JAKARTA – Dalam demokratis, aspirasi dan kritik merupakan hal yang sangat penting dalam upaya mengawasi jalannya pemerintahan. Namun yang meresahkan saat ini adalah adanya oknum-oknum mencederai hak-hak bersuara melalui serangkaian provokasi berkedok kritik di dunia maya.
”Sejatinya kritik di dalam sistem demokrasi merupakan hak warga yang tidak bisa direnggut, dimana kebebasan untuk berbicara pun dijamin oleh Undang-Undang (UU),” ujar aktivis media sosial, Enda Nasution, di Jakarta, Senin (21/6/2021).
Enda mengatakan, kritik berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan. Apalagi opini pemerintah tidak selalu datang dalam bentuk positif, tapi bisa juga negatif. Karenanya, pemerintah harus memposisikan diri bersikap secara proporsional, terlebih dalam menanggapi kritik maupun provokasi dengan bersikap tegas, tidak berlebihan namun tetap bijaksana.
“Ketika (opini) mengajak melakukan sesuatu secara bersama-sama, apalagi menuju anarki, itu menjadi sebuah provokasi. Seperti pemblokiran internet di Papua yang saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo. Hal itu dilakukan menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua yang berujung ricuh,” kata dia.
Menurutnya, hal tersebut dilakukan pemerintah sebagai usaha untuk menghambat pernyebaran provokasi di dunia maya pada Mei 2020 lalu. Namun ketika fitnah dan provokasi datang dari seorang tokoh atau public figure, maka pemerintah baiknya melakukan jawaban. Karena, bila dibiarkan maka dianggap seolah-olah hal tersebut benar.
“Jadi perlu ada respon proporsional yaitu dengan tidak terlalu sensitif, namun juga tidak bisa terlalu dibiarkan,” ujarnya.
Ia menambahkan, ada beberapa tips bagi masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasi dan opini, namun tidak mencederai hak-hak bersuaranya sebagai warga negara, khususnya di sosial media. Di antaranya fokus pada masalah sehingga tidak menyebar kepada pribadi seseorang atau pejabat tertentu, apalagi mengaitkan dengan SARA. Disamping melengkapi opini atau kritik dengan dukungan data dan fakta. Sehingga segala yang disampaikan bisa dipertanggungjawabkan agar bisa diverifikasi kebenarananya.
“Masyarakat jangan menyampaikan kritik dalam keadaan emosional. Karena seringkali yang terjadi malah menjadikan kritik yang sebenarnya legitimate atau benar justru malah menjadi negatif bahkan provokasi hasutan,” katanya.