BPS: Peserta Sensus Penduduk Online 51,36 Juta Jiwa atau 19,05%
JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pelaksanaan sensus penduduk (SP) secara online yang dilakukan mulai 15 Februari hingga 30 Mei 2020 telah diikuti sebanyak 51,36 juta orang, setara dengan 19,05% dari 270 juta penduduk Indonesia.
“Hingga 30 Mei 2020 jumlah yang mengikuti SP online sebanyak 51,36 juta jiwa. Dengan mempertimbangkan ini adalah SP online pertama kali di Indonesia, hasil ini membuktikan bahwa kepedulian masyarakat sangat luar biasa,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Selasa (2/6/2020).
Selanjutnya, kata Suhariyanto, data yang sudah masuk tersebut akan segera diolah sesuai dengan wilayah masing-masing.
Baca juga: Begini Tata Cara Pengisian Data Sensus Penduduk Online
“Yang kita kerjakan sesudah ini kita akan olah dan membuat daftar penduduk yang nanti kita bikin per RT atau per satuan lingkungan setempat, dari hasil ini kita bikin daftar, dari daftar ini kita identifikasi siapa yang sudah online dan belum,”.
Bagi masyarakat yang belum sempat mengisi SP penduduk secara online tidak perlu khawatir karena BPS segera melaksanakan SP offline yang akan dimulai pada September 2020. Untuk SP Offline tersebut, BPS akan merekrut 247 ribu orang. Mereka akan bekerja dengan didampingi RT setempat.
“Nanti petugas sensus akan ditemani oleh ketua RT berkeliling rumah tangga untuk membagikan kuisioner secara offline,” kata Suhariyanto.
Baca juga: Kepala BPS Bogor: Jangan Input Data Asal-asalan
Dalam SP offline tersebut masyarakat hanya diminta mengisi kuisioner yang sudah disiapkan petugas BPS. Jadi tak ada proses wawancara yang akan dilakukan oleh petugas BPS.
“Sehingga penduduk yang belum melalukan sensus online kami harapkan betul-betul pada September 2020 nanti bersama-sama mencatat atau mengisi kuisioner,” katanya.
Sebelumnya, kata Suhariyanto, BPS berencana merekrut petugas baru hingga 400 ribu orang. Namun akhirnya dipangkas menjadi 247 ribu petugas atau hanya 43 persen karena dana petugas SP offline dipangkaas untuk membantu biaya penanggulangan dampak Covid-19.
“Kemudian karena ada efisiensi pelatihannya nanti tidak dilakukan tatap muka, tapi video conference sekaligus untuk menerapkan protokol kesehatan”.
(tvl)