Di Atas Meja Berlapis Emas, AS-Taliban Teken Perjanjian Damai
Kabul — Lebih empat dekade lalu, AS lintang pukang dari Vietnam setelah gagal membendung komunis. Tidak ingin mengulang peristiwa memalukan kali kedua, AS meneken perjanjian damai sebelum keluar dari Afghanistan.
Naskah perjanjian damai ditanda-tangani Zalmay Khalilzad, utusan khusus AS di Afghanistan dan Mullah Abdul Ghani Baradar — perunding penting Taliban — di atas meja bersepuh emas di sebuah hotel mewah di Doha.
Penandatanganan itu mengakhiri upaya perundingan satu setengah tahun antara Taliban dan AS, tanpa penyertakan Persiden Ashraf Ghani dan pemerintahnya.
Usai penandatanganan Khalilzad dan Mullah Baradar berjabat tangan. Orang-orang di ruangan berteriak “Allahu Akbar”.
Mullah Baradar mengatakan perjanjian damai ini adalah kemenangan bari negara Islam. Ia berjanji mematuhi perjanjian, yang melarang kelompok mana pun menjadikan tanah Afghanistan melawan negara mana pun dan kepentingan AS.
Menluk AS Mike Pompeo dan diplomat dari 20 negara hadir pada acara itu sebagai pengamat.
Pompeo seperti tergerak untuk merespon pernyataan Mullah Baradar, dan mengatakan; “Saya tahu ada godaan untuk menyatakan kemenangan, tapi kemenangan untuk Afghanistan hanya akan tercapai ketika mereka bisa hidup dalam damai dan makmur.”
Berdasarkan kesepakatan damai, AS akan menarik 8.600 dari 13 ribu pasukan dalam 135 hari sejak perjanjian ditanda-tangani. Jika Taliban mematuhi kesepakatan dan mitra koalisinya akan menyelesaikan penarikan seluruh pasukan dalam 14 bulan.
Taliban diminta membuka dialog dengan Presiden Ashraf Ghani, dan menolak kelompok teroris seperti Al Qaeda. Kedua pihak sepakat menukar ribuah tanahan, sebagai langkah membangun kepercyaan.
Jens Stoltenberg, sekretaris jenderal NATO, mengatakan tidak ada cara mudah untuk perdamaian, tapi ini langkah penting.
Hamdullah Mobib, penasehat keamanan Presiden Ashraf Gani, mengatakan pemerintah tidak setuju dengan semua dimensi dan poin perjanjian. Terutama, deskripsi Taliban sebagai Kemiran Islam.
“Perjanjian itu didasarkan pada kondisi yang harus dipenuhi Taliban,” kata Mobib. “Penarikan pasukan asing tergantung pada seberapa banyak Taliban memenuhi komitmen.”
Tonggak Penting
Mullah Habatullah, pemimpin tertinggi Taliban, menggambarkan perjanjian itu sebagai tonggak penting. Kesepakatan muncul setelah sepekan Taliban menghentikan kekerasan lewat serangan bunuh diri, tembakan roket, dan pemboman.
Jelang penandatanganan, Presiden AS Donald Trump mendesak rakyat Afghanistan merangkul kesempatan untuk masa depan yang baru. “Jika Taliban dan pemerintah Afghanistan memenuhi komitmen ini, kami akan memiliki jalan yang kuat untuk mengakhiri perang dan membawa pulang pasukan kami,” kata Trump.
Posisi pemerintah Afghanistan, yang tak disertakan dalam perundingan, masih belum jelas. Afghanistan juga dicekam krisis politik baru, menyusul hasil pemilu yang disengketakan.
Perang Terpanjang
AS menginvasi Afghanistan setelah serangan 11 September 2001. AS dan sekutunya membakar sekujur Afghanistan untuk memusnahkan Al Qaeda dan Taliban.
Kalah persenjataan dan segalanya, Taliban meninggalkan Kabul dan melanjutkan perang dengan caranya. Mereka memaksa AS melakukan perang panjang, melelahkan, mahal, dan tanpa kepastian menang.
AS menghabiskan satu triuliun dolar selama pertempuran dan membangun kembali infrastruktur negara itu, tapi tak bisa mengatasi Taliban. Infrastruktur tidak dibangun untuk rakyat Afghan, tapi kepentingan operasi militer.
Sekitar 2.400 tentara AS tewas. pUluhan ribu tentara Afghanistan, pejuang Taliban, dan rakyat sipil menemui ajalnya.
Di Vietnam, AS menjatuhkan jutaan ton bom yang membakar negeri itu untuk menaklukan komunis, membunuh banyak warga sipil dalam operasi tersembunyi, tapi harus keluar dengan membawa 50 ribu kantong mayat pasukannya.
Vietnam menderita kehilangan pasukan dan rakyat hampir dua juta, tapi mereka adalah pemenangnya. Sebab, AS yang harus keluar dari negara itu dengan rasa malu.