
Di usianya yang baru 20 tahun, ia menaklukkan dunia yang pernah ditinggikan oleh Marc Márquez. Dari lintasan kecil di Murcia hingga podium tertinggi di Mandalika, Aldeguer tak hanya menulis sejarah — ia membalikkan peta kekuasaan MotoGP dengan ketenangan seorang juara sejati.
JERNIH – Minggu, 5 Oktober 2025 menjadi tanggal yang tak terlupakan bagi dunia MotoGP. Di Sirkuit Mandalika, pembalap muda Fermin Aldeguer menorehkan prestasi luar biasa dengan menjadi juara MotoGP Indonesia 2025. Kemenangan ini bukan hanya menjadi kemenangan perdananya di kelas utama, tetapi juga menegaskan dirinya sebagai salah satu pembalap termuda yang pernah menjuarai balapan di kasta tertinggi MotoGP.

Sirkuit Mandalika kembali membuktikan reputasinya sebagai sirkuit penuh kejutan, tempat lahirnya juara baru. Aldeguer, yang tampil konsisten sejak sesi latihan bebas, menunjukkan kematangan luar biasa di usia 20 tahun. Ia berhasil menyalip Pedro Acosta dari tim KTM di lap ke-10, lalu melesat meninggalkan rival-rivalnya dengan keunggulan hampir sembilan detik — selisih yang jarang terjadi di era kompetitif modern MotoGP.
Namun kemenangan gemilang itu tidak datang tanpa drama. Balapan di Mandalika ini juga diwarnai insiden besar pada lap pembuka yang melibatkan Marc Márquez dan Marco Bezzecchi. Keduanya bersenggolan keras di tikungan cepat, hingga sama-sama terjatuh ke gravel trap.

Benturan tersebut membuat Márquez harus mengakhiri balapan lebih awal, dengan fraktur (patah tulang) akibat benturan keras saat terhempas ke aspal. Bezzecchi, yang memulai dari posisi pole dan sempat menunjukkan performa impresif di sesi sprint race sehari sebelumnya, juga gagal melanjutkan balapan utamanya.
Insiden itu menjadi awal dari serangkaian kecelakaan lain yang membuat banyak pembalap gagal finis. Dari total 22 pembalap yang start, hanya 14 yang berhasil mencapai garis akhir. Angka ini menjadikan MotoGP Mandalika 2025 sebagai salah satu balapan dengan tingkat DNF tertinggi musim ini — kontras dengan seri-seri lain di mana biasanya lebih dari 18 pembalap mampu menyelesaikan lomba.
Dengan kemenangan ini, Fermin Aldeguer resmi tercatat sebagai pembalap termuda kedua yang pernah memenangkan balapan MotoGP, setelah Marc Márquez yang dulu mencatatkan rekor serupa lebih dari satu dekade lalu. Aldeguer meraih prestasi itu di usia 20 tahun 183 hari, sebuah pencapaian yang menegaskan bahwa generasi muda kini siap mengguncang dominasi para legenda.
Selain menunjukkan kecepatan luar biasa, Aldeguer juga tampil dewasa dalam mengelola tekanan dan strategi ban. Ia tetap fokus di tengah kondisi lintasan yang licin dan suhu tinggi, situasi yang membuat banyak pembalap lain kehilangan kendali.

Kemenangan ini bukan hanya mengguncang paddock, tetapi juga menghadirkan momen emosional yang menyentuh hati. Saat Aldeguer melintasi garis finis dan mengibarkan bendera Spanyol, kamera televisi menangkap sosok Elia Pintat Rodriguez, pacarnya, yang menitikkan air mata haru di paddock tim.
Fermín lahir pada 5 April 2005, di La Ñora, sebuah kota kecil di wilayah Murcia. Dari sana, segalanya dimulai — bukan dari kemewahan, melainkan dari hasrat sederhana: rasa cinta terhadap dua roda. Di usia dua tahun, ia sudah menunggang mini-bike pertamanya, yang ia juluki La Bicha. Sejak itu, dunia baginya seolah hanya terdiri dari suara mesin, aroma bensin, dan lintasan-lintasan kecil yang membentuk mimpinya.
Di usia enam tahun, Aldeguer sudah mulai ikut kompetisi lokal. Anak kecil yang tubuhnya nyaris tenggelam di balik setang motor itu tampil tanpa rasa takut, seolah-olah kecepatan adalah bahasa yang ia pahami sejak lahir. Pelatih dan rival-rivalnya segera tahu, bocah ini bukan sembarang talenta — ia punya sesuatu yang berbeda: ketenangan di tengah kecepatan.
Berbeda dari kebanyakan pembalap muda Spanyol yang meniti karier lewat Moto3, Aldeguer memilih jalur lain. Ia masuk ke FIM CEV Moto2 European Championship, ajang yang biasanya dihuni pembalap berpengalaman. Namun justru di sana, sang bocah 16 tahun ini menunjukkan taringnya.
Tahun 2021 menjadi momentum besar. Ia menjuarai FIM Moto2 European Championship dengan dominasi luar biasa, memenangkan hampir seluruh seri yang diikutinya. Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan untuk turun di Moto2 World Championship bersama tim Speed Up. Usianya baru 16 tahun saat pertama kali bersaing dengan pembalap-pembalap dewasa dari seluruh dunia.

Perlahan tapi pasti, Fermín membuktikan bahwa kecepatan bukan soal usia. Ia meraih podium, lalu kemenangan. Di setiap tikungan, ia belajar. Di setiap kegagalan, ia tumbuh.
Pada tahun 2025, pintu impian itu terbuka lebar. Ducati dan Gresini Racing resmi merekrutnya untuk turun di kelas utama MotoGP. Dunia menatap — sebagian skeptis, sebagian penasaran. Mampukah bocah 20 tahun ini menandingi para raksasa seperti Bagnaia, Martín, dan Márquez?
Jawabannya datang cepat.
Di Sirkuit Mandalika, Indonesia, pada 5 Oktober 2025, dunia menyaksikan lahirnya bintang baru, di podium bersama seniornya Alex Marquez.(*)
BACA JUGA: Marc Marquez Alami Penglihatan Ganda Setelah Terjatuh di Sirkuit Mandalika