Film Enola Holmes, Rekam Jejak Keluarga Sherlock
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Film Enola Holmes yang dirilis lewat jaringan streaming movie Netflix menguak sedikit soal latar belakang keluarga detektif fiktif legendaris.
Film ini sendiri tak berkaitan dengan dua sekuel film Sherlock Holmes (rilis tahun 2009 dan 2011) yang keduanya diperankan Robert Downey Jr. Kedua film dengan total pendapatan mencapai 1,1 miliar dolar itu merujuk dari novel karya Sir Arthur Conan Doyle.
Sementara Enola Holmes diambil dari novel karya Nancy Springer. Novel yang hadir hampir dua abad setelah era Conan Doyle. Nancy mengembangkan narasi tentang Sherlock Holmes lewat karakter baru, yaitu ibu dan adik bungsu yang terpaut 20 tahun denganya.
Di film ini secara singkat diterangkan seperti apa keluarga Holmes. Terutama sosok Eudora Holmes (ibu, yang dperankan aktris Helena Bonham Carter) dan tokoh utama Enola Holmes (adik bungu dimainkan oleh Millie Bobby Brown). Sementara putra pertama Mycroft Holmes (Sam Claflin) dan putra kedua Sherlock Holmes (Henry Cavill) lebih sebagai peran pembantu.
Tentu saja, kisah Eudoria dan Enola adalah episentrum dari film berdurasi 2 jam 3 menit ini. Sang ayah hanya disampaikan sangat sekilas yang tewas dan meninggalkan istri beserta tiga anak.
Mycroft memilih pergi untuk mengejar karir ke London. Menyusul kemudian Sherlock yang belakangan berprofesi sebagai detektif hebat dan terkenal.
Tinggal lah si kecil Enola dan sang ibu. Runutan bakat Sherlock yang cerdas dan paham pengetahuan terjawab di sini. Adalah Eudoria, perempuan kunci yang sekaligus memicu persoalan dan rangkaian cerita.
Eudoria, ibu unik dan nyentrik. Berkisah di era Victoria (sekitar akhir abad 19), saat Inggris masih sangat kental sebagai kerajaan dengan strata monarki. Salah satunya adalah gelar Marquess yang diberikan oleh raja kepada para bangsawan. Mereka memiliki wilayah kekuasaan sendiri dan terbatas di kawasannya, serta harus tunduk kepada monarki.
Keluarga Holmes tinggal di sebuah rumah besar, jauh dari London. Di sinilah si gadis kecil Enola dididik dan dibesarkan sang ibu. Eudoria memilih meenjadi guru sekaligus teman bagi Enola. Sementara gadis-gadis Inggris dari kalangan menengah atas biasanya disekolahkan khusus untuk membentuk karakter sebagai perempuan Inggris terhormat.
Eudoria puny acara sendiri. Maka ketika membentuk Enola, ia lebih banyak mengajarkan ilmu pasti lewat praktek, mengasah seni lukis. Kemudian jujitsu sebagai bekal beladiri, penguasaan senjata seperti panah dan anggar, hingga catur demi mengasah otak dan kecerdasan.
Hasilnya bisa ditebak. Enola remaja tumbuh menjadi perempuan kuat tetapi cerdas. Berbeda dengan impian gadis-gadis Victoria yang mementingkan protokoler dan sikap manusia monarki.
Keputusan pergi meninggalkan Enola seorang diri merupakan pintu dari alur cerita film produksi kolaborasi antara Legendary Pictures dengan Netflix ini. Sebagaimana ambience dua film Sherlock Holmes pada suasana London menjelang akhir abad 19, Harry Bradbeer (sang sutradara) amat detil menampilkan visual. Kereta api kuno, kereta kuda, hingga mobil yang hanya bisa dimiliki kaum bangsawan.
Plot semakin seru oleh kehadiran seorang Marquess bernama Viscount Tewksbury yang juga melarikan diri. Perjumpaan dengan Enola yang tengah mencari tahu keberadaan sang ibu mengantarkan pada petualangan baru. Petualangan yang membutuhkan segala pendidikan dan pengajaran sang ibu. Sementara proses pencarian sang ibu sendiri disertai dengan cara-cara seorang detektif memecahkan satu demi satu kode, bukti, persis seperti cara kerja Sherlock.
Di scene-scene inilah Bradbeer memaksimalkan karakter Enola. Sampai pada kesimpulan, selain kuat dan cerdas, ia rupanya juga sosok lucu, penasaran tinggi, dan memiliki jiwa “pemberontak”. Berontak dalam konteks positif.
Ia melawan sang kakak pertama yang ingin membawanya ke sekolah para gadis Victoria. Ia mendukung Marquess Viscount yang jadi kunci atas pemungutan suara soal UU Reformasi lewat cara demokrasi.
Pesan yang ingin disampaikan selain mengenalkan rekam jejak Sherlock Holmes, juga kegigihan seorang perempuan muda di zaman monarki sangat berjaya. Bradbeer menjaga plot agar tak sampai terjebak pada percintaan remaja. Cara penyajiannya pun cukup unik, sesekali Enola hendak berdialog dengan penonton.
Pantas jika film ini ingin menjaring penonton kelompok keluarga. Boleh ditonton usia 13 tahun plus. Berbeda dengan dua Sherlock Holmes sebelumnya yang untuk dewasa.
Cukup untuk sekadar menjadi pelipur jika kangen sembari menunggu film Sherlock Holmes yang akan tayang 2021. Tetapi sekali lagi tak saling berkaitan. (*)