Crispy

Great Institute: Menyemai Pemikiran sebagai Bekal Menuju Indonesia Emas 2045

Great Institute hadir bukan sebagai lembaga pajangan. Ia muncul sebagai bagian dari gerakan menyambut Indonesia Emas 2045, visi 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang diimpikan jadi negara maju, adil, dan kuat secara ekonomi dan politik.

Mungkin Anda berpendapat bahwa bernegara adalah bagaimana menggunakan kekuatan otot politik. Buang pikiran itu karena kekuasaan tidak terlepas dari bagaimana menentukan strategi, membangun ide-ide demi nasib bangsa ke depan tentu buah dari para pemikir visioner.

Setiap periode kepemimpinan selalu ada yang menjadi dapur pacu atau think tank. Salah satunya yang saat ini muncul adalah lembaga Great Institute yang dinakhodai tokoh yang sudah kenyang makan asam garam dunia pemikiran dan aktivisme yakni Dr Syahganda Nainggolan.

Lembaga ini disebut-sebut menjadi mitra berpikir strategis Presiden Prabowo Subianto. Ibarat sparring partner dalam adu ide dan rencana besar. Kira-kira mirip Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di era Orde Baru, tapi dengan gaya dan misi yang beda.

Tradisi seperti ini sudah lama dikembangkan di negara-negara maju, seperti Amerika dan Inggris. Brookings Institution di Amerika Serikat dan Chatham House di Inggris, telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyusun kebijakan berbasis riset.

Great Institute hadir bukan sebagai lembaga pajangan. Ia muncul sebagai bagian dari gerakan menyambut Indonesia Emas 2045, visi 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang diimpikan jadi negara maju, adil, dan kuat secara ekonomi dan politik.

Lalu, apa sih sebenarnya isi dapur pikirannya Great Institute? Jangan bayangkan kumpulan akademisi kaku yang cuma main grafik dan tabel. Mereka datang dengan semangat “progresif revolusioner” dan berpihak pada rakyat.

Artinya, mereka ingin melahirkan gagasan besar yang berani, segar, tapi tetap membumi. Kebijakan yang tidak hanya manis di atas kertas, tapi terasa di dapur rakyat. Mulai dari isu ketahanan pangan, teknologi masa depan, hingga energi terbarukan—semua disikat.

Beberapa kegiatan yang mereka garap seperti aktif menggelar focus group discussion (FGD). Topiknya bukan kaleng-kaleng. Misalnya membahas potensi perang dunia dan kesiapan Indonesia ke depan. Ini adalah topik yang sangat relevan dengan situasi geopolitik global saat ini, di mana konflik di berbagai belahan dunia bisa memicu ketidakstabilan yang lebih luas.

Ada pula diskusi yang menyoroti isu krusial mengenai distribusi kekayaan dan pembangunan di Indonesia. Dalam konteks efisiensi anggaran, diskusi ini mungkin mencari model hubungan pusat-daerah yang lebih efektif untuk mendorong pemerataan pembangunan dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.

Pada April lalu, Great Institute sempat menggelar isu tentang swasembada energi melalui teknologi nuklir. FGD ini membahas opsi energi masa depan, khususnya energi nuklir, sebagai jalan menuju swasembada energi. Ini menunjukkan orientasi pada solusi teknologi tinggi dan jangka panjang untuk kedaulatan energi.

Isu Prabowonomics di Era Tariff War juga sempat menjadi topik bahasan. Bagaimana strategi ekonomi tersebut diterapkan dan diadaptasi dalam menghadapi perang tarif global atau persaingan ekonomi antarnegara yang intens, termasuk isu-isu perdagangan dan investasi. FGD juga sempat menganalisis secara khusus pendekatan politik luar negeri Presiden Prabowo, terutama terkait hubungan dengan kawasan Timur Tengah dan Turki, yang merupakan pemain kunci di panggung global.

Lembaga ini juga tidak hanya diskusi di atas meja tapi juga membuat riset mendalam. Dari hasil riset inilah kemudian muncul rekomendasi kebijakan yang disesuaikan dengan visi Presiden dan kebutuhan rakyat.

“Tantangan global, seperti perubahan iklim, ketegangan maritim, dan disrupsi teknologi, mitra berpikir seperti Great Institute bisa menjadi penopang kebijakan luar negeri dan domestik yang lebih adaptif dan presisi,” ungkap Dr Elizabeth C. Economy dari Council on Foreign Relations. Dia menilai inisiatif ini dapat membantu Indonesia merumuskan sikap strategis yang lebih matang di tengah dinamika kawasan Indo-Pasifik.

Salah satu hal yang membuat Great Institute berbeda, mereka aktif bersuara di media massa, media sosial, dan forum publik. Lewat video, podcast atau sarana lainnya. Tujuannya? Biar rakyat tahu apa yang dipikirkan elite, dan elite paham suara rakyat.

Topik-topik ini menunjukkan bahwa Great Institute memang berfokus pada isu-isu strategis yang memiliki dampak luas, mulai dari keamanan global, tata kelola pemerintahan, ekonomi, hingga politik luar negeri. Mereka berusaha menyemai pemikiran yang relevan dengan tantangan dan peluang yang dihadapi Indonesia, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

 “Great tidak dibangun untuk menjadi pelengkap wacana, melainkan mitra berpikir strategis yang berakar pada data, refleksi, dan cita-cita pendiri bangsa. Lembaga ini didirikan untuk menjadi mitra berpikir strategis pemikiran Presiden Prabowo Subianto yang sangat progresif revolusioner dan berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia,” kata Dr Syahganda.

Sebagai mitra berpikir Presiden, lembaga ini bukan hanya berperan dalam menyarankan kebijakan, tetapi juga membentuk kultur intelektual baru di kalangan elite dan publik. Dan pada akhirnya, penyemaian pemikiran bukan soal popularitas—melainkan tentang keberanian menanam benih perubahan, meski hasilnya baru akan dipanen dua dekade kemudian.

Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, kekuatan ide sering kali menjadi bahan bakar utama perubahan. Great Institute, dengan segala potensi dan keterbatasannya, sedang menapaki jalan penting: menyemai pemikiran-pemikiran strategis untuk masa depan bangsa. Lembaga ini hadir sebagai pengingat bahwa masa depan bangsa tak hanya dibentuk oleh kebijakan hari ini, tapi juga oleh gagasan-gagasan yang ditanam dari sekarang. Karena pada akhirnya, siapa yang menguasai pemikiran, dialah yang menulis arah sejarah.

Back to top button