Israel Larang Non-Muslim Kunjungi Masjid Al-Aqsa hingga Ramadan Berakhir
Ada kemungkinan, kebijakan pemerintah Israel ini ditanggapi sinis beberapa orang. Misalnya dari pemukim radikal Israel yang dimpimpin Itamar Ben-Gvir.
JERNIH – Pemerintah Israel telah melarang non-muslim untuk mengunjungi masjid Al-Aqsa hingga Ramadan berakhir. Alasannya untuk menjaga perdamaian yang keutuhan dari kompleks Masjid Al-Aqsa itu sendiri.
Mengutip Al Arabiya, pengunjung dan turis Yahudi akan dilarang berada di kompleks Masjid al-Aqsa di Yerusalem sampai akhir bulan suci Ramadan 2023. Pengumuman ini datang langsung dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (11/4/2023)
Netanyahu menyatakan keputusan ini diambil berdasarkan rekomendasi Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Herzi Halevi, kepala intelijen Ronen Bar, dan Komisioner Kepolisian Kobi Shabtai.
Meski demikian, Netanyahu juga memerintahkan badan-badan keamanan untuk menyiagakan cukup pasukan untuk menjaga Tembok Ratapan yang berada di bawah Temple Mount agar Yahudi tetap bisa berkunjung.
Sebelumnya, terjadi insiden serangan polisi Israel di dekat lokasi tersebut. Insiden ini ternyata memicu serangan roket ke Israel dari Gaza, Lebanon dan Suriah. Akibat serangan ini, Israel kembali meluncurkan serangan yang membuat keempat wilayah tersebut justru saling serang. Untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah Israel akan memberlakukan sebuah kebijakan, terutama selama Ramadan.
Pada tahun-tahun sebelumnya Israel telah melarang kunjungan Yahudi ke kompleks tersebut dalam 10 hari terakhir Ramadan. Kebijakan ini akan kembali dilaksanakan tahun ini. Sebagai informasi, kunjungan orang Yahudi ke kompleks masjid Al-Aqsa pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sebenarnya telah melanggar kesepakatan lama.
Namun ada kemungkinan, kebijakan pemerintah ini ditanggapi sinis oleh beberapa orang. Misalnya saja dari pemukim radikal Israel yang dimpimpin oleh Itamar Ben-Gvir. Secara tegas, Ben-Gvir mengecam larangan tersebut. “Ketika terorisme menyerang kita, kita harus menyerang balik dengan kekuatan besar, tidak menyerah pada keinginannya,” papar dia.
Ben-Gvir sendiri memang seorang fanatik agama yang terkenal dengan catatan kriminal. Ia dianggap bersalah karena mendukung terorisme dan hasutan rasisme di wilayah tersebut.