Israel Tolak Bebaskan Marwan Barghouti, Siapakah Sosok yang Disebut ‘Mandela Palestina’ Ini?

Meskipun dua dekade di balik jeruji besi, Barghouti tetap menjadi salah satu pemimpin Palestina paling populer. Jajak pendapat menunjukkan ia akan memenangkan pemilihan presiden melawan Mahmoud Abbas dan namanya terus muncul dalam setiap proposal pertukaran tahanan besar.
JERNIH – Israel telah menegaskan kembali bahwa mereka tidak akan membebaskan pemimpin senior Fatah Marwan Barghouti sebagai bagian dari gencatan senjata Gaza dan kerangka pertukaran tahanan yang baru disepakati. Padahal Hamas berulang kali menuntut agar ia dibebaskan. Siapa sebenarnya Marwan Barghouti?
Lahir pada 1959 di Desa Kobar dekat Ramallah, Barghouti bergabung dengan Fatah saat remaja dan dengan cepat naik melalui gerakan mudanya. Pada awal 2000-an, ia menjadi salah satu tokoh paling menonjol dalam Intifada Kedua, yang menganjurkan dialog politik dan perlawanan bersenjata terhadap pendudukan Israel yang semakin keras kepala.
Pada tahun 2002, pasukan Israel menangkap Barghouti, kemudian menghukumnya atas lima tuduhan pembunuhan dan keanggotaan organisasi teroris. Ia menolak mengakui pengadilan Israel yang mengadilinya, menyebutnya bias dan bermotif politik, dan menolak mengajukan pembelaan.
Bagi para pendukungnya, pemenjaraannya merupakan upaya untuk menyingkirkan salah satu dari sedikit pemimpin yang mampu membangkitkan rasa hormat di antara faksi-faksi Palestina.
Lebih dari dua puluh tahun setelah penangkapannya, Barghouti tetap menjadi tokoh politik aktif di balik jeruji besi. Ia terus mengeluarkan pernyataan dan proposal tentang rekonsiliasi Palestina, hak-hak tahanan, dan persatuan nasional.
Pada 2006, ia menjadi salah satu penulis utama Dokumen Tahanan Palestina, proposal lintas-faksi yang ditandatangani para pemimpin dari Fatah, Hamas, Jihad Islam, dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina.
Dokumen tersebut menyerukan diakhirinya perpecahan internal dan upaya mewujudkan solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967. Dokumen tersebut juga mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina.
Surat-surat yang dikirimnya dari penjara menyerukan pembangkangan sipil massal dan fase baru perlawanan rakyat yang didasarkan pada persatuan dan bukan kekerasan. Para analis menggambarkan pengaruhnya meluas melampaui Fatah hingga ke sebagian besar spektrum politik Palestina.
Mengapa Israel Menolak Membebaskannya?
Pemerintah Israel berturut-turut menuduh Barghouti “berlumuran darah” dan harus tetap di penjara. Diyakini bahwa Israel khawatir pembebasannya dapat memperkuat Fatah, mengobarkan kembali seruan bagi persatuan Palestina, dan menantang kendali Israel di wilayah yang diduduki.
Koalisi sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memperkeras posisi itu. Pada bulan Agustus, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir menyerbu sel penjara Barghouti, dilaporkan mengejeknya dengan berkata: “Kamu tidak akan menang. Siapa pun yang mengganggu rakyat Israel, siapa pun yang membunuh anak-anak kami, siapa pun yang membunuh perempuan kami, kami akan menghabisinya.”
Kunjungan tersebut secara luas ditafsirkan sebagai pesan kepada basis Netanyahu bahwa tidak ada tokoh penting Palestina yang akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan apa pun.
Meskipun telah dua dekade di balik jeruji besi, Barghouti tetap menjadi salah satu pemimpin Palestina paling populer. Jajak pendapat secara rutin menunjukkan ia akan memenangkan pemilihan presiden melawan Mahmoud Abbas , dan namanya terus muncul dalam setiap proposal pertukaran tahanan besar.
Para analis yakin pembebasannya dapat mengubah politik Palestina. Ismat Mansour, seorang analis politik yang berbasis di Ramallah, sebelumnya mengatakan kepada The New Arab bahwa Barghouti dapat memfasilitasi rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas serta menyatukan Tepi Barat dan Gaza. Hamas percaya bahwa Barghouti adalah pemersatu, tidak seperti Abbas, yang dianggap sebagai pemecah belah.
Ilmuwan politik Palestina, Khalil Shikaki, mengatakan keengganan Israel berakar pada kekhawatiran akan pengaruhnya yang mempersatukan. “Israel yakin bahwa jika mereka membebaskan Barghouti, ia akan mempersatukan Palestina. Dan, tentu saja, Netanyahu tidak menginginkan itu, juga karena Barghouti dianggap sebagai seseorang yang ‘berlumuran darah’, dan ada penolakan keras untuk membebaskan orang-orang seperti dia.”
Media Barat kerap menyebut Barghouti sebagai “Mandela-nya Palestina”, tetapi meski julukan itu kerap digunakan dengan maksud baik, sejumlah analis meyakini julukan itu terlalu menyederhanakan politik di sekelilingnya. Banyak tokoh di Fatah dan Hamas telah lama mendukung solusi dua negara, sementara kepemimpinan Israel saat ini secara terbuka menolaknya.
Frasa tersebut cenderung menempatkan beban perdamaian pada kepemimpinan Palestina alih-alih mengakui kekuatan penentangan Israel terhadap perdamaian dan negara Palestina .