CrispyVeritas

Isu Kapas Xinjiang, Patriotisme Artis Cina, dan K-Pop Multikultur yang Bermasalah

  • Motivasi artis K-Pop asal Cina mendukung Beijing melawan isu kapas Xinjiang bisa beragam.
  • Patriotisme adalah pilihan memelihara basis pendukung dalam negeri.
  • Ketidak-pastian masa depan setelah grup mereka dibubarkan.
  • Di masa depan, industri K-Pop harus mendidik artis mancanegara untuk melihat persoalan dari perspektif global.
  • Sebab, K-Pop adalah industri global, bukan industri patriortisme.

JERNIH — Industri K-Pop tahu cara memperluas pasar global, yaitu dengan mengubah diri menjadi bisnis raksasa yang melibatkan berbagai ras dari luar Semenanjung Korea. Kini, K-Pop multikultur itu bermasalah.

Dalam beberapa tahun terakhir, K-Pop merangkul artis dari berbagai negara; Jepang, Cina, Thailand, AS, dan Kanada. Cina mungkin yang terbanyak, karena setiap agensi K-Pop ingin mendominasi pasar Tiongkok.

Kini, muncul masalah dengan artis-artis non-Korea itu. Sejumlah artis K-Pop asal Cina menimbulkan kehebohan dengan mendukung kampanye pemerintah Cina atas kontroversi kapas Xinjiang.

Barat mengembargo kapas dari wilayah Muslim Uighur itu, karena diduga diproduksi dengan sistem kerja paksa. Sejumlah merk fashion terkenal, terutama dari Barat, terlibat kampanye ini.

Pemerintah Cina melawan kampanye Barat dengan berbagai cara. Salah satunya, memobilisasi artis Cina di dalam dan luar negeri untuk terlibat. Bagi Beijing, ini bukan soal bisnis tapi patriotisme.

Di Korsel, isu kapas Xinjiang masuk bersamaan munculnya sentimen anti-Cina. Sentimen dipicu tayangan drama TV SBS berjudul Joseon Exorcist, yang dianggap memutar-balikan sejarah dan meremehkan budaya Korea.

Lebih spesifik lagi, dalam satu satu adegan digambarkan betapa mode dan makanan yang dianggap khas Korea sebenarnya datang dari Cina.

Di media sosial, bintang K-Pop asal Cina secara terbuka memperlihatkan patriotisme dengan mendukung kampanye Beijing. Lay EXO, Victoria, Yiren Everglow, dan tiga anggota Cosmic Girls; Mei Qi, Xuan Yi, dan Cheng Xiao, menulis di akun Weibo pada 25 Maret dengan tagar ‘Saya Mendukung Kapas Xinjiang’.

Mereka juga bergabung dalam boikot sejumlah merk Barat yang bersumpah memutus hubungan dengan Xinjiang. Jackson, anggota boyband GOT7 asal Hong Kong, mengeluarkan pernyataan membatalkan kemitraan dengan Adidas.

Victoria mengakhiri kontrak dengan H&M, dengan mengatakan; “Kepentingan nasional adalah yang utama. Kami menolak semua tindakan stigmatisasi terhadap Cina.”

Bukan kali pertama mereka memperlihatkan patriotisme. Tahun 2019, ketika terjadi protes pro-demokrasi di Hong Kong, Lay, Victoria, dan Jackson, menulis; ‘Hong Kong adalah bagian Cina selamanya. Mereka mendukung penindasan Beijing atas gerakan pro-demokrasi.

Ketika Pengadilan Internasional Den Haag tahun 2016 memutuskan menolak klaim Beijing atas sekujur Laut Cina Selatan, mereka juga aktif menyuarakan dukungan untuk negaranya.

Motif Dukungan

Lee Gyu-tag, asisten profesor studi budaya di George Mason University of Korea, mengatakan motif di balik partisipasi bintang K-Pop asal Cina mungkin berbeda dalam tindakan kontroversial negara mereka.

“Setelah Xi Jinping berkuasa, sentimen nasionalis Cina tumbuh lebih kuat. Bintang K-Pop asal Cina tidak mungkin terbebas dari atmosfer politik itu,” kata Lee.

Tindakan patriotik mereka, masih menurut Lee, mungkin mencerminkan tekanan yang mereka hadapi dari fans neger asal.

“Seringkali para bintang Cina mengunggah jenis postingan yang persis sama dalam rentang waktu yang sama,” ujar Lee. “Meski mungkin mereka tidak memiliki sentimen nasionalis, mereka merasakan tekanan penggemar lokal, atau mengalami ketakutan akan dirugikan oleh tidak membuat postingan seperti itu.”

Kampanye pro-Cina oleh beberapa artis K-Pop juga dapat dikaitkan dengan ketidak-pastian masa depan setelah agensi membubarkan grup mereka. Dalam banyak kasus, band K-Pop aktif selama beberapa tahun. Setelah dilupakan fans, agensi membubarkan grup mereka.

Akibatnya, artis dihadapkan pada dua pilihan sulit; terus mengejar karier sebagai penyanyi solo, atau beralih ke bisnis lain. “Bergabung dengan kampanye pro-Cina setidaknya akan membantu artis-artis ini memelihara basis penggemar mereka di dalam negeri,” kata Lee.

Menurut Lee, artis-artis K-Pop asal Cina ini mungkin bisa tetap dikenal di dalam negeri, tapi mereka kehilangan fans internasional. Mereka mungkin bisa menambang uang di dalam negeri, tapi tidak di negara lain.

“Pelaku industri K-Pop mungkin sudah mempertimbangkan situasi ini akan terjadi ketika mereka merekrut artis Thailand, Cina, Jepang, Kanada, dan AS,” kata Lee. “Kelak, mungkin mereka harus mendorong setiap anggota dari luar Korea untuk melihat masalah dari perspektif global dibanding memprioritaskan kepentingan nasional.”

Back to top button